Pilkada Bukan Notasi Asal Bunyi
Oleh: Taufan S. Chandranegara, praktisi seni, penulis
Konotasi notasi bukan utopia. Bukan pula bunyi kepalsuan. Notasi, alur realitas frekuensi irama, tempo, di ketukan dalam nada pantul gravitasi alam natural. Kewajiban lebih baik menimbang, membangun konsepsi kerja terbuka seluas lapangan bola, rencana estafet pencapaian gol ke gawang. Dibanding jadi koruptor di siang bolong lantas disergap OTT-KPK.
Niskala meruang subtil sulit diterka ujungnya, tak semudah melihat hulu ke hilir perjalanan air. Itu sebabnya pula wajib belajar kesabaran silakan bertanya pada kebijaksanaan hati nurani. Haramkah manipulasi? Haramkah korupsi? Sebelum berani melangkah menuju ruangruang bermanfaat untuk memangku kebijaksanaan publik.
Kartini, telah menulis cintanya kepada tanah kelahirannya. Dia kabarkan kepada para sahabatnya, tentang sebuah negeri indah, membuatnya belajar sabar memutuskan memenangkan cintanya pada tanah airnya, setia, bertahan, pada tujuan dari suatu citacita-memecah belenggu-mencapai kemerdekaan tanpa tapal batas. Kartini menulis catatan cintanya, menjauh dari euforia modernisme politik, genit.
Ada banyak kisah tentang etos keberanian memutuskan pada lini kebenaran, dari sebuah negeri para petani, negeri para nelayan, buruh, negeri para leluhur purba, negeri pelangipelangi, negeri pepadian di antara hutanhutan, pepohonan, negeri orangorang memberi cinta, di antara danaudanau, pegunungan, sungaisungai, pulaupulau di antara lautan maha luas, negeri pemersatu para kultur, negeri tak pernah lelah.
Negeri para penyair, para pujangga, para cendikiawan, budayawan, agamawan, ilmuwan, negeri multikultur, negeri para seniman, negeri tongkat kayu jadi tanaman, subur makmur, negeri citacita. Negeri seperti sebuah buku putih, selalu lahir kembali, menjadi penciptaan, karyakarya kerja perjuangan, tanpa pengkhianatan, ketika, citacita belum menjadi sistem kepentingan tanwujud simbolis.
Lantas ketika simbolsimbol menekan lini kebudayaan massa, W.S. Rendra, melahirkan antologi sajaksajaknya, Potret Pembangunan Dalam Puisi-1993. Di tengah repelita-kekuasaan rezim orde baru. Demi kemaslahatan saudara setanah air.
Kini keadaan telah bergulir kearah kebijaksanaan bersama, ketika pilihan ditentukan rakyat melalui, pilkada, sebagaimana telah diatur, di undangundangnya. Semoga kan tiba di surga kemaslahatan terbaik.
Pilkada, kewajiban membentang sajadah langit dalam zikir nurani untuk kebahagiaan, keadilan, kejujuran bersama kebijaksanaan kepentingan negara-bangsa, suatu keinginan kerja demi publik, tentu, bukan kalkulasi untung rugi personal dalam jurnal kalkulator.
Mampukah seorang manusia mengabdi untuk publik dengan iman bening nurani, dalam sujud bersama di sajadah langit.
Sebuah citacita dimulai, dibangun oleh realitas invidual maupun bersama demi memimpin kemaslahatan citacita bersama pula. Bukan sekadar imajinasi layar terkembang di biduk menuju entah sekalipun tujuan telah ditasbihkan.
Sang Pencipta, senantiasa mengawasi dengan saksama.
Hanya keteguhan iman nurani, mampu bertaut menjadi zikir akbar dalam berita acara kehidupan. Melahirkan asas pada karya atau hasil kerja. Semoga tak mudah lelah, berhenti di satu halte.
Teruskan perjalanan sebaiknya dalam kerukunan cinta kasih. Ketika masuk lingkaran, iman-pilkada. Bukan keberpihakan sekadar menyemir sepatu majikan agar menuai untung, namun rugi di keimanan. Salam Indonesia dalam cinta berbudi.
***
Jakartasatu Indonesia, September 02, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.