Tiga Dosa Besar Jokowi Terhadap Perekonomian Rakyat, Adalah Pelanggaran UUD 45

Memet Hakim
Pengamat Sosial,  Wanhat APIB & APP TNI

Walau pada pidato 16 Agustus 2024 Jokowi menyampaikan bahwa perekonomian rakyat bertambah baik, tetapi banyak tidak benarnya misalnya disampaikan bahwa selama 10 tahun dibangun 43 bendungan baru, dan 1,1 juta hektare jaringan irigasi baru, tetapi produksi Nasional turun bahkan harus mengimpor beras sebanyak 5 juta ton di tahun 2024 ini. Lihat table dibawah ini.

Dari tabeL diatas, terlihat luas baku sawah tidak bertambah dan areal yang ditanam dua kali akibat adanya pengairan juga tidak bertambah, padahal ada 1.1 juta ha jaringan irigasi baru. Logikanya jika benar tentu tanaman padi seharusnya menjadi 11.6 juta ha dan tentu akibatnya produksi beras akan meningkat setara sekitar 5 juta ton beras, bukannya turun. Impor beras tahun 2024 ini adalah impor beras terbesar sepanjang sejarah RI berdiri. Mungkinkah ada motif lain dari impor beras diatas ?

Di dalam pidato Jokowi disebutkan Angka kemiskinan ekstrem mampu kita turunkan dari sebelumnya 6,1% menjadi 0,8% di tahun 2024. Padahal berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024, angka kemiskinan di Indonesia sebesar 9,03 %, sedang pada 2014, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,73 juta orang (10,96 persen),  jadi ada penurunan selama 10 tahun sebesar 1.93 %. Angka kemiskinan ini praktis tidak turun , seolah kemiskinan ini dipelihara. Perhatikan angka pidato Jokowi dan angka dari BPS yang jauh berbeda. Artinya Jokowi berupaya membohongi rakyat dengan angka-angka parameter yang tidak benar.

Selain dosa menipu rakyat dengan informasi palsu, Jokowi telah melakukan penyimpangan dari UUD 45 khususnya pasal 33 yang berbunyi sbb :

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Ayat kesatu ini yang dimaksud adalah Koperasi, akan tetapi justru Koperasi dipersulit dan seolah dimatikan walau ada Kementerian Khusus yang mengurusnya. Perseroan Terbatas sebenarnya mirip dengan koperasi, hanya saja jika PT lebih bebas dan flkesibel, tapi Koperasi semua dibikin menjadi sulit. KUD hilang, minimarket seperti Indomart, Alfamart, Bank Emok (rentenir) tumbuh sampai ke Desa. Ini tentu merugikan perekonomian Desa, karena uang yang beredar di tarik ke pusat.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan redupnya Badan perekonomian rakyat ini hal ini, antara lain tidak adanya upaya Pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya, tetapi justru memperkaya para pengusaha dengan berbagai cara, ini poin yang paling mendasar.

Modal yang terbatas menyebabkan
Koperasi seringkali tidak berdaya untuk mengembangkan usahanya, sehingga sulit bersaing dengan usaha lain yang memiliki modal lebih besar. Peraturan yang dibuat Pemerintah tidak mendukung pengembangan Koperasi. Peraturan terkait koperasi di Indonesia justru mematikan perkembangan koperasi, padahal Koperasi masih perlu dorongan dan perlindungan dari Pemerintah. Sebagai contoh membuat Badan Hukum Koperasi lebih sulit dibanding membuat Perseroan Terbatas. Tidak adanya upaya Pemerintah untuk memberdayakan Koperasi terutama di daerah, padahal Koperasi ini merupakan ujung tombak perekonomian kerakyatan.

Kunci keberhasilan sebuah koperasi terletak pada Kemauan Pemerintah dengan mengeluarkan berbagai peraturan yang seharusnya mempermudah membangun Koperasi, menjalankannya dan memberikan akses permodalan. Kementerian Koperasi tidak perlu mengekang Koperasi yang telah berjalan dengan alasan Pengawasan dan Pembinaan. Kepemimpinan yang kuat, Partisipasi aktif anggota dan pengurus, Inovasi dan adaptasi, Kolaborasi dengan pihak lain, dapat memperbaiki posisi.

Diperlukan Kemauan Politik untuk melaksanakan amanat UUD ini, upaya bersama dari berbagai pihak, antara lain:

Pemerintah: Perlu menyusun kebijakan yang lebih mendukung pertumbuhan koperasi, seperti memberikan kemudahan akses pembuatan Badan Hukum, Permodalan dan Pelatihan bagi pengurus koperasi.

Lembaga keuangan: Perlu memberikan layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan koperasi.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Ayat kedua ini banyak sekali dilanggar oleh Jokowi dan rejimnya antara lain, memberikan HGU kepada Perusahaan Asing tanpa meminta Royalty di Perkebunan, Perusahaan Benih dan Produsen Air Minum milik asing, memberikan Ijin Usaha Pertambangan dengan cara yang sama, memberikan Konsesi sampai 190 tahun dengan biaya sewa yang sangat murah. Tentu cara ini sangat merugikan rakyat karena akhirnya rakyatlah yang dikenakan pajak lebih tinggi untuk menghidupi Presiden Jokowi berikut rejimnya. Disinyalir kerugian diatas bisa mencapai diatas 1.200 trilyun setiap tahunnya, jumlah yang sangat besar cukup untuk memperkaya orang miskin, dengan berbagai cara. Belum lagi hutang Negara sampai Rp 8.353 trilyun atau hampir 30 juta per orang termasuk bayi yang baru lahir. Ini merupakan dosa besar yang sulit diampuni.

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Ayat ketiga ini jelas sekali melarang memberikan ijin pada pihak asing, tanpa Royalti yang jelas dan menguntungkan Negara, apalagi sampai memberikan ijin selama 190 tahun. Bayangkan Hongkong saja yang disewa Inggris dari Cina selama 100 tahun, membuahkan permasalahan, apalagi sampai 190 tahun. Ini merupakan akal-akalan Jokowi dalam menjual Negeri untuk keuntungan sesaat. Pembuatan Omnibus Law beserta turunannya yang merugikan rakyat dan hanya menguntungkan pengusaha jelas merupakan penyimpangan dari UUD 45.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa Jokowi adalah anak tokoh PKI, dengan ijazah palsunya tentu hasil kerja yang apik karya pihak keturunan komunis untuk bangkit kembali. Indikasinya sangat jelas yakni adanya Perpres Nomor 17 Tahun 2022, tentang tentang pembentukan tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM yang berat masa lalu. Kemudian disusul Keppres Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM yang Berat dan Instruksi Presiden alias Inpres Nomor 2 Tahun 2023. Isinya tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.

Selain itu indikasi lain adalah memecah belah umat Islam, memberikan karpet merah terhadap project2 dari RRC, menerbitan Second Home Visa bagi para pendatang (Cina) berupa SE Nomor IMI-0740.GR.01.01 Tahun 2022 Tentang Pemberian Visa dan Izin Tinggal Terbatas Rumah Kedua yang diterbitkan Selasa (25/10/2022). Tidak terdengar adanya pengusiran TKA Cina yang telah menyelesaikan project turn key nya di Indonesia. Banyak video dan foto yang menyatakan para TKA Cina itu adalah tentara merahnya RRC. Tidak heran jika ada penyelundupan senjata baik legal maupun illegal.

Dengan uraian ini dapat ditarik ada benang merah antara Jokowi dan bangkitnya neo komunis di Indonesia melalui pemiskina dan pembodohan rakyat Indonesia, pembuatan peraturan yang menguntungkan pendatang Cina dan tentu memeras rakyat dengan Pajak yang semakin tinggi.  Tiga Dosa besar ini tentu harus dipertanggung jawabkan.

Bandung, 12 September 2024