Menilai Rekam Jejak Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Pekalongan Tahun 2024-2029

 

Oleh: Untung Nursetiawan
Pemerhati Sosial Kota Pekalongan

Dua paslon Walikota dan Wakil Walikota Pekalongan 2024-2029 hari Senin kemaren, 23 September 2024 telah mendapatkan nomer urut, artinya babak baru proses pemilihan pemimpin di Kota Pekalongan akan dimulai. Untuk itu mari kita lihat rekam jejak mereka sebelum kita menentukan pilihan kita nanti. Rekam jejak menjadi hal yang penting, karena dari situ kita bisa menilai layak tidaknya seseorang menjadi pemimpin kita.

Rekam jejak pasangan Aaf dan Balqis, serta pasangan Muhtarom dan Musthofa, memberikan kita gambaran tentang bagaimana mereka berinteraksi dengan masyarakat dan bagaimana kebijakan serta tindakan mereka mencerminkan kepedulian terhadap warga Pekalongan, terutama dalam kasus BMT Mitra Umat. Kasus ini menyita perhatian karena menyangkut keuangan dan hak-hak warga yang dirugikan. Mari kita telaah lebih dalam rekam jejak mereka selama menjabat.

Aaf dan Balqis, keduanya adalah tokoh yang memiliki posisi strategis di pemerintahan Pekalongan. Aaf adalah wali kota yang sedang menjabat, sementara Balqis menjabat sebagai ketua DPRD. Secara teori, mereka memiliki kekuatan politik dan kebijakan untuk membuat perubahan signifikan di wilayah Pekalongan, terutama terkait isu-isu yang menyangkut kepentingan publik. Namun, dalam kasus BMT Mitra Umat, yang melibatkan banyak warga Pekalongan sebagai korban, rekam jejak mereka menimbulkan banyak pertanyaan.

Kasus BMT Mitra Umat berkisar pada penundaan atau bahkan ketidakmampuan lembaga keuangan ini dalam mencairkan tabungan Idul Fitri milik warga. Banyak warga merasa dikhianati karena uang yang mereka tabung untuk perayaan Idul Fitri tidak kunjung diberikan. Dalam situasi ini, di mana warga Pekalongan yang terkena dampak langsung, Aaf dan Balqis tampaknya tidak memberikan perhatian yang signifikan. Padahal, sebagai wali kota dan ketua DPRD, keduanya memiliki kapasitas untuk memediasi dan menekan lembaga terkait agar bertanggung jawab.

Jika dilihat dari sisi kepemimpinan, ketidakpedulian mereka terhadap isu BMT Mitra Umat mencerminkan bagaimana mereka memprioritaskan masalah-masalah yang dihadapi warga biasa. Tidak adanya langkah nyata dalam membantu korban menunjukkan bahwa mungkin mereka lebih sibuk mengurus urusan birokrasi dan kepentingan politik ketimbang langsung turun ke lapangan dan mendengarkan keluhan warga. Situasi ini membuat banyak orang bertanya-tanya, apakah mereka benar-benar berada di sisi rakyat? Apakah jabatan mereka hanya sebatas posisi kekuasaan tanpa komitmen nyata untuk memperjuangkan hak-hak warga?

Sikap diam atau lamban dalam merespons permasalahan BMT Mitra Umat ini tentu saja menjadi cerminan dari bagaimana mereka memandang tanggung jawab mereka sebagai pemimpin. Kepercayaan publik terhadap mereka, terutama di kalangan korban, semakin merosot. Harapan warga untuk mendapatkan keadilan sepertinya terabaikan oleh pasangan ini, dan hal ini tentu berdampak pada popularitas mereka menjelang pemilihan walikota 2024.

Terus, apakah Muhtarom dan Musthofa lebih baik?

Jika kita menilai pasangan calon lainnya, Muhtarom dan Musthofa, mereka juga tidak sepenuhnya lolos dari kritik. Muhtarom, yang bukan pejabat, memang tidak bisa sepenuhnya disalahkan dalam hal ini karena dia tidak memiliki peran langsung dalam pemerintahan. Namun, yang menjadi sorotan adalah rekam jejak Musthofa, yang merupakan anggota DPRD. Sebagai anggota legislatif, Musthofa memiliki tanggung jawab moral untuk memperjuangkan keadilan bagi warganya, termasuk dalam kasus BMT Mitra Umat.

Namun, seperti halnya Aaf dan Balqis, Musthofa juga tampaknya tidak menunjukkan “greget” atau kepedulian yang kuat dalam menangani masalah ini. Sebagai wakil rakyat, Musthofa seharusnya menjadi corong aspirasi warga yang terdampak, namun rekam jejaknya dalam kasus ini tampak tidak memuaskan. Tidak adanya langkah konkret dari dirinya menunjukkan bahwa mungkin dia lebih memilih bersikap netral atau bahkan pasif dalam menghadapi isu ini.

Kegagalan Musthofa untuk mengangkat isu ini di tingkat DPRD menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas peran legislatif di Pekalongan. Anggota DPRD seharusnya menjadi perwakilan yang tanggap terhadap permasalahan rakyat, namun dalam kasus ini, Musthofa sepertinya gagal menjalankan perannya. Padahal, dengan posisinya, ia seharusnya bisa menginisiasi diskusi atau pertemuan antara pihak BMT dan korban untuk mencari solusi.

Kasus BMT Mitra Umat bisa menjadi tolok ukur yang jelas bagi warga Pekalongan dalam menilai para kandidat ini di pemilihan wali kota 2024. Pasangan Aaf dan Balqis, serta Muhtarom dan Musthofa, sama-sama menunjukkan kurangnya kepedulian terhadap masalah yang sangat mempengaruhi warganya. Baik dari eksekutif maupun legislatif, respons mereka terhadap permasalahan ini sangat mengecewakan.

Bagi para korban BMT Mitra Umat, absennya peran aktif dari pemimpin-pemimpin ini menambah beban yang sudah berat. Mereka merasa berjuang sendirian, tanpa dukungan dari pemerintah kota maupun legislatif yang seharusnya membantu mereka. Hal ini dapat menjadi faktor yang memengaruhi keputusan warga dalam memilih pemimpin mereka berikutnya.

Tidak dapat dipungkiri, kasus BMT Mitra Umat adalah contoh nyata bagaimana masalah keuangan yang melibatkan warga kecil seringkali tidak mendapatkan perhatian yang layak dari pejabat publik. Di tengah janji-janji politik yang sering kali digaungkan menjelang pemilu, warga Pekalongan mungkin akan lebih kritis dalam menilai apakah para kandidat ini benar-benar peduli atau hanya menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan politik mereka.

Untuk ke depannya, baik Aaf, Balqis, Musthofa, maupun Muhtarom perlu lebih proaktif dalam mendengarkan dan merespons keluhan warga. Jika mereka ingin mendapatkan kepercayaan publik, terutama dari korban-korban BMT Mitra Umat, mereka perlu menunjukkan bahwa mereka siap memperjuangkan keadilan dan memberikan solusi nyata. Tidak hanya sekadar mengeluarkan pernyataan politik, tetapi juga dengan tindakan nyata, seperti mediasi antara korban dan BMT, atau mengeluarkan kebijakan yang melindungi nasabah dari lembaga-lembaga keuangan yang bermasalah.

Warga Pekalongan, pada akhirnya, akan menilai mereka bukan dari janji politik, melainkan dari tindakan nyata yang dilakukan selama masa jabatan mereka. Kasus BMT Mitra Umat adalah ujian yang jelas bagi mereka, dan bagaimana mereka merespons akan sangat memengaruhi hasil pemilu mendatang.

Rekam jejak para kandidat dalam pemilihan wali kota Pekalongan 2024 menunjukkan bahwa baik Aaf, Balqis, maupun Musthofa tidak menunjukkan kepedulian yang nyata terhadap isu-isu yang mempengaruhi warganya, terutama dalam kasus BMT Mitra Umat. Mereka semua tampaknya gagal memenuhi harapan warga dalam memberikan perlindungan dan solusi bagi korban. Hal ini tentu menjadi catatan penting bagi warga Pekalongan dalam menentukan pilihan mereka di pemilu mendatang, karena pemimpin yang baik adalah mereka yang siap membela kepentingan warganya, kapanpun dan dalam kondisi apapun. Wallahualam.