Waspada dari “Kemungkinan Lahir Triumvirat” Jelang Pelantikan Presiden RI 20 Oktober 2024
Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212
Sesuai protap PKPU MPR akan menggelar sidang paripurna awal masa jabatan periode 2024-2029 pada 1 Oktober mendatang. Sidang itu digelar untuk melantik anggota MPR RI yang baru.
Maka andai saja Presiden dan Wapres periode 2019-2024 berhalangan (tetap) atau oleh karena kesehatan keduanya terhalang sedemikian rupa maka MPR RI harus segera bersidang melantik 3 orang menteri untuk menggantikan RI 1 – RI 2 untuk memimpin negara yaitu Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri atau yang disebut Kepemimpinan Triumvirat atas dasar sistem hukum vide UUD. 1945 Jo. UU MD 3
Andaikan triumvirat benar terjadi oleh sebab kondisi darurat tersebut, maka publik bangsa ini tidak perlu cemas, karena triumvirat hanya berlaku paling lama untuk 30 hari. Perspektif tentang “tidak perlu kekhawatiran publik ini”, dikarenakan sudah ada hasil pemilu yang temponya minus dari 30 hari sejak hari ini, Senin, 23/9/2024 menuju hari H Tanggal 20/10/2024. Upacara pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden RI. dan Gibran RR Putra Jokowi sebagai Wapres. Sehingga efektif tinggal 27 hari lagi.
Maka secara politik tidak perlu dirisaukan oleh bangsa ini terkait keberlakuan sistim triumvirat. Terkecuali triumvirat bukan oleh sebab terjadinya faktor kondisi alamiah, semisal keduanya meninggal dunia atau keduanya terhalang oleh sebab sakit keras atau keadaan yang force mejeure atau over macht.
Namun, andai gejala triumvirat disebabkan faktor politis (sengaja dikondisikan), dengan pola:
1. Presiden dan Wapres “sepaket” dan serentak mengundurkan diri;
2. Pengunduran diri sebelum Tanggal 30 (27, 28, atau 29 September 2024);
3. Sebelum pengunduran diri secara “sepaket”, ternyata Prabowo dicopot jabatannya dari Menhan dan digantikan sosok yang sepengetahuan umum/ publik, merupakan loyalis tokoh diantara yang “sepaket”.
Maka jika ketiga hal tersebut diatas terjadi , bangsa ini mesti serius WASPADA LEVEL TOP Karena KIM pra 1 Oktober 2024 masih memungkinkan timbulkan chaotic pada masa kepemimpinan triumvirat, yang diprogram oleh unsur-unsur kekuasaan dari bayang-bayang oligarki yang saat ini mulai tumpul gigi taringnya, namun masih dapat mengendalikan sebagian kecil kekuatan pada kedua lembaga, yaitu eksekutif berikut perangkatnya” dan kelompok di barisan legislatif, walau sekedar ciptakan unconducive, lalu playing victim dengan dalil, “demi mencegah meluasnya chaos yang tendensi ke- arah revolusi sosial, “kemudian secepat kilat” penguasa triumvirat melegitimasi kemunculan seorang pemimpin pada sikon negara dalam keadaan darurat (civil emergency atau martial law), demi spesial gagalkan “sementara” seremoni final hasil pesta demokrasi 20 Oktober 2024. Dikarenakan oligarki KIM pra 1 Oktober 2024 (old oligarchy) tengarai, bakal ada kemunculan new oligarchy sebagai pesaing yang bakal menggeser kekuataan dan kekuasaan mereka yang sudah lama berdiri mengangkang.
Sebaliknya, andai triumvirat terjadi oleh sebab rekayasa maupun alami (natural hazard), namun terjadinya paska 1 Oktober 2024. Dimana KIM saat itu sudah menjelma menjadi “milik Prabowo Subianto”, maka anarko dengan segala macam provokatif sekalipun “berjenis sundal bolong” tak bakal menggoyahkan kedigdayaan dan adiluhung politik Prabowo, oleh sebab pusat kekuatan KIM paska 1 Oktober 2024 yang berada di legislatif sudah dalam genggaman penuh Prabowo dan terlebih “eks seterunya nomor wahid, secara representatif telah mendapatkan salam hangat dari Prabowo, dengan barometer politik eksistensial substantif kunjungan politis dari tokoh politik yang ber- inisial D dan H kepada Beliau Sang Tokoh Besar Ulama NRI. dan telah eksplisit disambut melalui pengantar terbuka pada acara Maulid 14 September 2024. Bahwa “Beliau” dan barisannya akan berada terdepan, andai “ADA KEGADUHAN REKAYASA asalkan ada bekal sebundel kontrak politik”, yang hakekatnya merupakan kompensasi daripada cita-cita ideal seluruh bangsa ini, sehingga wujud terkait “barter dukungan politik” ini, sesuatu yang tidak mengada-ada dan atau berlebihan, yakni harapan hasil kinerja seorang kepala negara yang idealnya memang harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan normatif berdasarkan rule of law.
Maka, rakyat bangsa Indonesia harus tetap waspada dan wajib berpihakan kepada bakal pemimpin yang semata didasari konstitusi, bukan kepada “sosok rongsokan disertai segudang data empirik wan prestasi disertai CATATAN SEJARAH KEPEMIMPINAN DENGAN 100 LEBIH CACATAN HITAM “