Metabolisasi

Oleh Taufan S Chandranegara, praktisi seni, penulis.

Keberlangsungan hidup tentu tergantung asupan oksigen pada tubuh manusia, sebagaimana ketentuan fitrah awal penciptaan-Nya. Makhluk bumi wajib menghirup oksigen sebagai daya sumber hidup seharihari, dalam rangka apa saja selain untuk mengarungi hidup seharihari.

Tak terbayangkan jika mendadak oksigen tak ada hal terpenting penunjang hidup utama sangat sederhana dalam alam pikir daya pintar. Entah apa sebutannya ketika semua makhluk butuh, oksigen, malah mendadak hilang, dari alam sekitar putaran gravitasi bumi entah apa penyebabnya.

Lantas apakah itu bisa disebut etape hilangnya eksistensi menjadi insiden kultur alam. Akibat eksitasi perubahan sistem alam raya. Entahlah. Persoalan watak alam raya manusia dilarang berandai-andai apa lagi skeptis, bodok amat, terpenting buang sampah sesuka hati saja. Bodok amat banjir. Nah loh.

Perilaku hidup tak cuma milik edukasi dunia pendidikan formal barangkali, sifat mengerem agar tak terjadi pencemaran sampah umumnya berdampak banjir selokan, mungkin masih boleh dipermaklumkan; apabila telah menjadi gangguan lingkungan serius nampaknya kewaspadaan individual wajib kembali melihat perilaku pada lingkungan sekitar; ramahkah atau marah-marah.

Entah marah pada siapa berakibat membuang sampah kecil-kecilan sembarangan seiring waktu bertumpukan, membedol selokan air membeludak kejalan, akumulatif banjir lingkungan kecil-kecilan kalau tak segera mencapai kesadaran berbudi, mungkin akan sampai pada banjir serius; selokan mampet, air kejalan, sungai di penuhi sampah multiindustri; rumah kebanjiran, lantas siapa bersalah.

Teks ini mungkin terkesan melulu naif. Eh halah, naif terkadang diperlukan guna mengingatkan diri menuju arti lebih luas. Tampaknya tanda-tanda musim hujan akan tiba dalam waktu dekat barangkali, sedikit demi sedikit, musim gerimis kecil, lantas menjadi gerimis deras menuju total musim hujan beberapa waktu sebagaimana umumnya.

Bersama bersiap bebenah lingkungan kerja bakti membangun sosiobudaya antar warga kompak bersih-bersih selokan, parit atau sejenisnya menyambut musim penghujan dengan ramah lingkungan terkendali menuju bejana perjalanan air sebagaimana mestinya, koordinasi sampah pun semoga berjalan baik-baik saja.

Benar sekali hidup memang hanya untuk sementara, seiring waktu apapun bergerak bernyawa akan kemabli pada haribaan Sang Khalik. Apa lantas bodok amat. Toh setelah wafat tak akan pernah hidup lagi. Biarkan saja habitat lingkungan terdampak sampah tak terkendali, toh sudah ada pengurus sampah bulanan.

Justru sebab, seyogyanya, kalaulah memiliki kesadaran akan wafat, tentu akan meninggalkan kehidupan berjalan sebagaimana mestinya, berkewajiban meninggalkan kebaikan mengalir pada semua lini sektor kehidupan. Bersih dari sampah korupsi juga sampah lingkungan; bak gajah meninggalkan gading tak retak. Menyalalah keimanan senantiasa dalam kenangan berbudi.

***

Jakartasatu Indonesia, September 25, 2024.

Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.