Minimal Ada 3 Pertanyaan Penting dan Prediktif Penegakan Hukum di Era Prabowo
Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum dan Politik Mujahid 212
Objek diskusi pengamatan publik, idealnya dimulai dari pola penanganan yang menyangkut character assassination/ pembunuhan karakter terhadap diri pribadi Prabowo sendiri, yang diketahui menjelang saat-saat dirinya dilantik menjadi Presiden RI ke-8 pada 20 Oktober 2024 mencuat kasus fufufafa yang 99 % mengarah kepemilikan akunya adalah sosok Gibran RR. Dan 1 % sisanya adalah melalui vonis inkracht, barulah publik lanjutkan pertanyaan arah dan cita-cita law enforcement terhadap segala bentuk kekeliruan bahkan klasifikasi delik, serta beberapa kategori kejahatan konstitusi di era rezim Jokowi:
1. Apakah kasus Fufu Fafa akan ghoib sebagaimana janji esemka dan kasus kematian 894 Petugas KPPS yang meninggal dunia tanpa kejelasan penyebabnya serta kasus-kasus lainnya yang menyangkut keluarga besar Jokowi;
2. Andai di proses hukum, apakah eks Presiden RI. Ke 7 masih memiliki pengaruh politik yang kuat untuk mengobstruksi/ mem-barrier kasus;
3. Andai semua kasus tersebut ternyata dilakukan pembiaran di era Presiden RI ke-8. Apakah pemerintahan Prabowo akan tetap mendapatkan dukungan dari barisan dan pengikut para ulama yang ber-oposisi kepada pemerintahan lama (rezim Jokowi) ?
Kesemua pertanyaan ini butuh kesabaran dari masyarakat bangsa ini, setidaknya 100 hari pemerintahan baru “KIM” sejak presiden dilantik. Termasuk untuk mengetahui kejelasan dan keseriusan janji politik Prabowo terkait keberlanjutan sistim era Jokowi atau justru banyak perubahan pada sisi penting di sektor politik, ekonomi dan hukum serta budaya dan sektor pendidikan.
Sehingga sekali lagi paradigma kebijakan atau diskursus politik Prabowo dapat dilihat dan bakal diketahui dari sisi penegakan hukum terhadap unsur-unsur delik aduan, melalui tindak pidana formil dan tindak pidana materil, melalui cara-cara perbuatan character assassination dan fitnah, serta delik membocorkan rahasia data pribadi oleh pleger fufufafa. Sehingga daripada gejala-gejala perkembangan penegakan hukum ini, barulah publik dapat mengukur serta mendeskripsikan keseriusan penegakan hukum, include pertanggungjawaban moralitas “penguasa baru” terhadap para korban atau keluarga korban “pesakitan” di era Jokowi.
Selebihnya eksistensi arah kebijakan publik tentang faktor penegakan hukum, pembangunan ekonomi dan bidang pendidikan dan budaya, juga dapat diprediksikan melalui, siapa jati diri “yang bercokol di pos-pos di kabinet KIM dan utamanya sosok Jaksa Agung dan Kapolri dan menteri dibidang ekonomi (perdagangan dan industri) dan pendidikan, apakah memiliki track record yang positif atau stock lama atau kah sekedar ganti posisi.
Maka yang bisa disarankan kepada publik saat ini adalah, salam sabar.