Klinik Keliling dan Distribusi Barang Non-Pangan di Beirut. Distribusi paket barang non-pangan di tempat penampungan Gedung Aazarieh, Pusat Kota Beirut. 2 Oktober 2024. © Maryam Srour/MSF
Klinik Keliling dan Distribusi Barang Non-Pangan di Beirut. Distribusi paket barang non-pangan di tempat penampungan Gedung Aazarieh, Pusat Kota Beirut. 2 Oktober 2024. © Maryam Srour/MSF
JAKARTASATU.COM – “Saya berharap kami bisa kembali ke rumah, jika masih ada rumah untuk kami,” kata Alia (nama disamarkan demi kerahasiaan), seorang ibu yang kini mengungsi di Barja, Gunung Lebanon.
Lebanon mengalami eskalasi konflik terbesar sejak Perang Lebanon 2006, dengan hampir 1.300 korban jiwa dalam 16 hari antara 16 September dan 1 Oktober, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon. Pengeboman intens Israel telah memaksa lebih dari satu juta orang meninggalkan rumah mereka, berdasarkan data otoritas nasional. Médecins Sans Frontières meningkatkan respons darurat dengan memobilisasi tim untuk memberikan dukungan medis dan psikososial kepada para pengungsi.
Pada 23 September, tentara Israel melancarkan serangan besar yang menargetkan puluhan kota di Lebanon Selatan, Nabatieh, Baalbek-Hermel, dan pinggiran Beirut. Pengeboman pada 27 September memicu gelombang pengungsian massal dari daerah-daerah ini, serta Gunung Lebanon. Hingga 29 September, lebih dari satu juta orang, terutama dari Lebanon selatan dan pinggiran Beirut, telah mengungsi. Banyak dari mereka harus mengungsi berulang kali tanpa sempat membawa barang-barang penting.
Di seluruh Lebanon, terdapat 875 tempat penampungan saat ini, dan lebih dari 70 persen di antaranya sudah penuh, menurut otoritas nasional. Sebagian besar pengungsi sangat membutuhkan bantuan karena mereka melarikan diri tanpa membawa kebutuhan dasar, sementara masyarakat dan tempat penampungan yang menampung mereka juga sangat memerlukan dukungan.
“Keluarga-keluarga meninggalkan rumah untuk mencari tempat aman. Banyak dari mereka terpaksa berlindung di penampungan yang tidak memadai dan penuh sesak,” kata Dr. Luna Hammad, koordinator medis MSF di Lebanon. “Orang-orang yang mengungsi sangat rentan—termasuk anak-anak, perempuan, lansia, dan penyandang disabilitas fisik—yang hidup dalam kondisi buruk dengan akses terbatas ke air bersih, sanitasi, dan layanan kesehatan dasar. Kebutuhannya sangat mendesak.”

Respons MSF: Klinik Keliling, Bantuan Esensial, Dukungan Kesehatan Mental

Sebagai respons atas situasi yang kritis, MSF telah memperluas respons darurat kami dan mengirim berbagai tim medis keliling, termasuk dokter, perawat, psikolog, konselor, dan promotor kesehatan, ke sekolah-sekolah dan tempat penampungan di seluruh negeri. Tim-tim ini telah memberikan lebih dari 1.780 konsultasi medis umum selama seminggu terakhir dan terus memberikan bantuan kepada individu dan keluarga yang mengungsi, dengan lebih banyak tim dalam perjalanan menuju wilayah yang membutuhkan dukungan.
Selain itu, MSF mendonasikan barang-barang esensial seperti kasur, selimut, dan paket kebersihan kepada keluarga pengungsi di lokasi-lokasi termasuk Saida, Tripoli, serta beberapa tempat di Beirut dan Gunung Lebanon. Kami juga membagikan makanan dan air minum, serta menyediakan air untuk mencuci di tempat penampungan di Beirut dan Gunung Lebanon guna memastikan standar kebersihan dasar di tempat-tempat yang sering kali tidak dilengkapi untuk menampung orang. Hingga 2 Oktober, kami telah mendonasikan 6.523 paket kebersihan, 16.118 liter air minum, 643 kasur, 699 selimut, 7.000 liter bahan bakar untuk rumah sakit, dan 713.000 liter air untuk tempat penampungan di seluruh negeri.

“Anak-anak saya bilang mereka lebih baik mati di bawah bom daripada hidup seperti ini. Sekolah ini terus bergetar sepanjang malam. Kami merasa aman di sini untuk saat ini, tapi bagaimana jika Israel memutuskan untuk menyerang sekolah?” kata Alia (nama disamarkan untuk melindungi kerahasiaan).

Untuk mendukung fasilitas kesehatan, MSF telah menyiagakan lebih dari 10 ton persediaan medis di rumah sakit sejak awal November lalu. MSF juga mengirimkan unit medis keliling untuk menyediakan layanan kesehatan primer, pertolongan pertama psikologis, dan promosi kesehatan bagi komunitas yang mengungsi dan terdampak di Lebanon selatan. Tim kami juga telah melatih 117 tenaga kesehatan di rumah sakit di seluruh negeri dalam persiapan menghadapi korban massal.

Para Pengungsi Menghadapi Trauma
Di Baalbek-Hermel, di mana MSF telah menjalankan proyek selama lebih dari 13 tahun dengan dua klinik kesehatan primer, eskalasi kekerasan baru-baru ini memaksa penutupan salah satu klinik karena pengeboman berat, sementara klinik di Arsal masih beroperasi dengan kapasitas terbatas. Meskipun dalam kondisi sulit, tim tetap memberikan obat-obatan penting untuk pasien penyakit kronis, dengan tujuan menyediakan stok untuk dua bulan. Banyak staf kami di wilayah tersebut, seperti ribuan lainnya di seluruh negeri, masih berlindung di tengah serangan udara yang terjadi di sekitar mereka. Klinik kami di Burj al Barajneh, selatan Beirut, juga ditutup karena pengeboman di wilayah tersebut.
Tim medis keliling MSF di Beirut, Gunung Lebanon, dan Tripoli menangani pasien dengan penyakit kronis yang melarikan diri tanpa membawa obat-obatan mereka dan tidak dapat mengakses pengobatan selama beberapa hari.
“Banyak dari pengungsi adalah anak-anak,” tambah Dr. Hammad, “yang harus menghadapi trauma akibat kekerasan, ketakutan akan pengeboman, dan kehilangan rumah mereka.”
Tim kesehatan mental MSF menyaksikan kebutuhan besar akan dukungan psikologis dan psikosial. Psikolog dan konselor kami memberikan pertolongan pertama psikologis kepada orang-orang yang telah mengungsi, sementara layanan bantuan kesehatan mental kami menerima lebih dari 100 panggilan setiap hari dari individu yang berjuang menghadapi tantangan kesehatan mental yang meningkat di tengah ketakutan dan pengungsian.
Melindungi Warga Sipil dan Tenaga Kesehatan
MSF sangat prihatin dengan kampanye pengeboman yang terus berlanjut, yang sebagian besar menargetkan area perkotaan yang padat penduduk. Kami mendesak perlindungan terhadap warga sipil, tenaga kesehatan, fasilitas medis, dan ambulans. Menurut WHO dan Kementerian Kesehatan Publik, lebih dari 50 tenaga kesehatan telah tewas dalam bentrokan sejak Oktober lalu. Banyak staf MSF di Lebanon sendiri juga mengungsi; beberapa telah kehilangan orang yang dicintai atau memiliki anggota keluarga yang terluka.
“Kami mempertaruhkan hidup kami untuk keluar,” kata Jabine, seorang warga yang melarikan diri dari Jibsheet di Lebanon selatan yang kini berlindung di gedung perkantoran kosong di dekat pusat kota Beirut. Dia adalah salah satu dari lebih dari 3.500 orang yang saat ini berlindung di bangunan-bangunan ini, di mana hingga 30 orang berbagi satu kamar mandi, dan banyak yang masih menunggu untuk dialokasikan ke kamar. Banyak tempat penampungan yang digunakan orang-orang adalah bangunan kosong atau sekolah darurat yang tidak memiliki fasilitas dasar, beberapa bahkan tidak memiliki pintu atau jendela untuk melindungi orang-orang dari cuaca.
Krisis saat ini telah memberikan tekanan besar pada kemampuan respons kesehatan dan kemanusiaan Lebanon, yang sudah terbebani oleh krisis ekonomi selama bertahun-tahun. Dengan banyak orang yang masih tinggal di jalanan, di area terbuka, bahkan mencari perlindungan di pantai di Beirut, kebutuhan kemanusiaan terus meningkat. Saat musim dingin mendekat, kondisi keras tersebut menempatkan orang-orang ini pada risiko yang lebih besar. Tim MSF di Lebanon tetap berkomitmen untuk memberikan dukungan medis dan psikosial yang mendesak bagi mereka yang terdampak. |WAW-JAKSAT