EDITORIAL JAKARTASATU.COM: HILANG KEPERCAYAAN HUKUM
WADUH….Hukum di tanah air ancur!!! Benarkan demikian saat orang ramai bahwa korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia justru membuat kita memaksa pengadilan berfungsi harus lebih baik. Tapi kenyataannya bahkan kini lebih parah daripada HUKUM DI NEGERI INI SUDAH ANCUR??!
Ada kasus teranyar Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait dengan kasus suap yang dilakukan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (23/10/2024). Suap terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, anak anggota DPR yang menganiaya kekasihnya hingga tewas. Tiga hakim tersebut yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Hari Hanindyo. Tidak hanya menangkap tiga hakim, Kejaksaan Agung juga mengamankan seorang pengacara bernama Lisa Rahmat selaku penyuap.
Ada juga kasus disejumlah ranah Peradilan yang makin perlu terus diupayakan pembenahan. Kasus suap bukan hal baru, baru-baru ini terkuaknya ke publik penangkapan Zarof Ricar terkait kasus suap, kegiatan jasa untuk memenangkan sebuah kasus yang kerap disebut makelar kasus (markus) memang ada terjadi di lembaga peradilan Indonesia.
Dugaan Kasus suap eks pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar ditangkap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) atas kasasi vonis terhadap Gregorius Ronald Tannur dalam perkara penganiayaan berujung kematian Dini Sera Afrianti.
Dari pasca penangkapan itu, terungkap pula bahwa Zarof Ricar telah menjadi makelar kasus sejak 2012 hingga sebelum dirinya pensiun yakni tahun 2022.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menuturkan kegiatan makelar kasus yang dilakukan Zarof Ricar telah membuatnya menerima uang sebesar hampir Rp1 triliun.
“Saudara ZR pada saat menjabat sebagai Kapusdiklat yang tadi saya katakan, menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara di MA dalam bentuk uang, ada yang rupiah dan ada yang mata uang asing,” terang Abdul Qohar dalam konferensi pers di kantor Kejagung, Jakarta pada Jumat (25/10/2024).
“Sebagaimana yang kita lihat di depan ini yang seluruhnya jika dikonversi dalam bentuk rupiah sejumlah Rp920.912.303.714,” tambahnya.
Selain uang tunai, Qohar juga menyebut penyidik Kejagung menemukan puluhan kilogram emas ketika menggeledah kediaman Zarof.
“Yang pertama ingin saya sampaikan bahwa kami penyidik sebenarnya juga kaget ya, tidak menduga, bahwa di dalam rumah ada uang hampir Rp1 triliun dan emas yang beratnya hampir 51 kilogram,” tuturnya.
Nampaknya, fenomena penegak hukum menjadi makelar kasus sudah mengakar di lembaga peradilan Indonesia. Dikutip Tribunews, Berikut beberapa contoh perkara penegak hukum menjadi makelar kasus: Hakim Ad Hoc Tipikor Pontianak Suap Hakim Tipikor Semarang, Divonis 6 Tahun Penjara. Kasus pertama yaitu terkait suap hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Pontianak, Kalimantan Barat bernama Heru Kisbandono terhadap hakim Tipikor Semarang pada tahun 2012 lalu.
Heru menyuap hakim untuk memengaruhi putusan atas terdakwa Ketua DPRD Kabupaten Grobogan, M Yaeni yang terjerat kasus korupsi dana perawatan kendaraan dinas anggota DPRD Grobogan senilai Rp1,9 miliar. Selain menyuap, Heru turut aktif melobi anggota majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang yang mengadili M Yaeni, yakni hakim Kartini Juliana Marpaung, Pragnoso, dan Asmadinata. Sebagai uang jasa melobi hakim, Heru menerima uang sebesar Rp150 juta dari adik M Yaeni, Sri Dartutik yang terlebih dahulu ditangkap dan divonis 4 tahun penjara.
Usai menerima uang Rp150 juta itu, Heru pun bertemu dengan Kartini Marpaung untuk mengurus kasus yang menjerat M Yaeni. Namun, saat pertemuan itu terjadi, Heru terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 17 Agustus 2012. Singkat cerita, dalam sidang vonis, Heru dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dan dihukum membayar denda Rp200 juta subsidair empat bulan kurungan. (Kompas.com).
Eks Penyidik KPK Divonis 11 Tahun Buntut Bantu Tersangka Kasus Suap. Selanjutnya, penegak hukum dari KPK juga pernah terjerat dalam perkara makelar kasus. Adapun dia adalah eks penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju. Adapun perkara yang menjerat Robin adalah berawal ketika KPK menangani kasus korupsi Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial; kasus suap dana alokasi khusus (DAK) Lampung Tengah yang menyeret mantan Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin; dan penanganan kasus korupsi eks Bupati Kutai Kertanegara, Rita Widyasari. Dikutip dari Kompas.com, perbuatan Robin yang membantu para tersangka itu diketahui ketika KPK kesulitan menangkap M Syahrial. Ternyata, Robin telah disuap oleh M Syahrial dan berupaya menghentikan perkara. Robin pun dibantu kuasa hukum bernama Masku Husain dan mereka menerima uang sebesar Rp1,69 miliar. Selain itu, Robin juga terlibat dalam beberapa pertemuan bersama Maskur yang difasilitasi oleh Azis Syamsudin. Robin juga memperoleh uang dari Azis dan eks politisi Golkar, Aliza Gunado senilai Rp3 miliar dan 36 ribu dolar AS.
Adapun uang itu diberikan Azis agar penanganan kasus yang menjerat dirinya dihentikan. Pada sidang vonis yang digelar pada 12 Januari 2022 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Robin divonis 11 tahun penjara. Dia juga dihukum denda Rp500 juta subsider enam bulan penjara dan mengembalikan uang Rp2,32 miliar ke negara. “Kami menyatakan bahwa Robin dijatuhi hukuman selama 11 tahun, dan denda Rp500 juta subsider enam bulan penjara, juga dibebankan mengembalikan uang Rp2,32 miliar ke negara, atau pidana tambahan selama dua tahun penjara,” jelasnya.
Dari semua ini jelas kita sedang krisis kepercayaan pada hukum kita. Kasus Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari yang dicopot bahwa jelas menyusul Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemecatan kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari. Putusan itu dibacakan Ketua DKPP Heddy Lukito pada sidang pengucapan putusan di Gedung DKPP, Jakarta, Rabu (3/7/2024).
Pemecatan ketua KPU terkait aduan dari perempuan berinisial CAT yang merupakan seorang Anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda. Heddy menyatakan Hasyim selaku teradu terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. “Mengabulkan pengaduan pengadu untuk seluruhnya,” ujar Heddy saat membacakan putusan. “Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy’ari selaku Ketua KPU Periode 2022-2027 terhitung sejak Putusan ini dibacakan,” imbuh Heddy. DKPP menegaskan tidak ada hubungan seks antara Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dengan seorang Anggota PPLN Den Haag.
Jadi ingat “Robohnya Surau Kami” adalah sebuah kumpulan cerpen sosio-religi karya A.A. Navis. Cerpen ini pertama kali terbit pada tahun 1956, yang menceritakan dialog Tuhan dengan Haji Saleh, seorang warga Negara Indonesia yang selama hidupnya hanya beribadah dan beribadah. Cerpen ini dipandang sebagai salah satu karya monumental dalam dunia sastra Indonesia. Ini karya yang hebat.
Tapi kini sedang ada satu peristiwa yang luar biasanya. Yaitu rontoknya hukum kita adalah cermin yang harus segera dibenahi. Dan kini harusnya tak ada kesombongan yang masih selalu dalam ranah kuasa, kita harus sasdar yang yang lebih kuasa. Dan semoga hal ini –ranah hukum — harus dijaga. Begitu juga ajakan Dr Memet Hakim Pengamat Sosial, Wanhat APIB & APP TNI lewat tulisannya AYO DUKUNG PRABOWO, KITA SAMBUT GERAKAN PEMBERANTASAN KORUPSI, isi tulisannya bagus: Copet adalah maling atau pencuri kecil, tapi sama-sama mengambil barang atau uang milik orang lain. Koruptor adalah pencuri besar milik orang banyak (rakyat, perusahaan, Yayasan).
Dan Prabowo bertekad ingin menumpas koruptor, setidaknya ada 3 yakni :
1. Hukum berat (Seumur hidup sampai hukuman mati)
2. Hilangkan kesempatan korupsi, misalnya stop mark up, memperbesar tranfer dana ke daerah (Provinsi & Kabupaten), membatasi pengadaan yang dilaksanakan oleh pusat.
3. Perkuat pengawasan dengan melibatkan LSM & Medsos di semua level pemerintahan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), copet adalah orang yang mencuri dengan cepat dan tangkas. maling atau pencuri adalah orang yang mengambil milik orang lain secara sembunyi-sembunyi.
Keduanya diancam hukuman pidana penjara maksimal 5 tahun (Pasal 362 KUHP) . Pencurian dengan pemberatan maksimal 7 tahun (pasal 363) dan Pencurian dengan kekerasan maksimal 9 tahun (pasal 365).
Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara, perusahaan, organisasi, atau yayasan untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Korupsi merupakan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan perekonomian, serta melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Jadi korupsi ini kasusnya merugikan rakyat atau orang banyak. Biasa disebut juga kejahatan kerah putih.
Jadi jauhilah Suap-menyuap, Penggelapan jabatan, Pemerasan, Perbuatan curang, Pembentukan kepentingan dalam hal pengadaan dan Gratifikasi maka negeri ini tak lagi jadi markus. Maka rakyat akan sejahtera. Tabik…!!!