JAKARTASATU.COM — Pemerintah Indonesia terus berupaya memperkuat ketahanan energi nasional. Salah satu langkah strategi yang diambil adalah dengan mendorong pemanfaatan bioenergi khususnya dengan biodiesel sebagai campuran dalam bahan bakar minyak (BBM). Program mandatori Biodiesel B35, yang menjamin pencampuran 35% biodiesel dalam energi surya, menjadi tidak penting dalam transisi energi di Indonesia. Melalui program ini, Indonesia tidak hanya mengurangi ketergantungan pada impor BBM, tetapi juga memberikan nilai tambah bagi sektor pertanian dan perekonomian rakyat.
Dalam pidato pelantikan Presiden RI, Minggu (20/10) lalu, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa swasembada energi menjadi salah satu target yang dicanangkan dalam pemerintahannya, dengan mengoptimalkan sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia.
“Kita harus swasembada energi dan kita mampu untuk swasembada energi, karena kita diberi karunia oleh Tuhan tanaman-tanaman yang membuat kita bisa tidak tergantung bangsa lain. Tanaman-tanaman seperti kelapa sawit bisa menghasilkan tenaga surya dan bensin, kita juga punya tanaman -tanaman lain seperti singkong, tebu, sagu, jagung, dan lain-lain,” tegasnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa Arah Presiden sudah sangat jelas agar swasembada energi bisa dicapai dalam pemerintahannya. Swasembada energi akan tercapai seiring dengan meningkatnya ketahanan energi nasional. “Kemandirian energi bisa salah satunya ada bioetanol, bioenergi, dan biodiesel. Biodiesel kita sekarang sudah B35 dan B40 sudah selesai uji coba,” ujarnya pada Senin (21/10).
Bahlil mengatakan bahwa ke depan pemerintah akan mendorong untuk memanfaatkan B50 dan B60, mengingat ketersediaan pasokan kelapa sawit sebagai bahan bakunya di Indonesia cukup melimpah. Kalau ditanya bahwa itu cukup atau tidak, B35 sampai B40 itu kan kita habiskan kurang lebih sekitar 14 juta kiloliter. Nah, sementara ekspor kita masih banyak. Nah, kalau ditanya kapasitas Crude Palm Oil (CPO) kita cukup atau tidak, pasti cukup . Nah, tinggal kita lihat adalah teknologinya, teknologinya ini harus melalui proses untuk kita uji coba. Agar ketika itu diimplementasikan, B50-B60 itu benar-benar sudah lewat uji coba yang baik.,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengungkapkan bahwa realisasi pemanfaatan biodiesel dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren peningkatan.
Tren peningkatan tersebut menunjukkan komitmen dan keseriusan pemerintah dalam mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil dan meningkatkan ketahanan energi dengan memanfaatkan biodiesel, rasio yang campurannya juga akan terus ditingkatkan, yang sekarang sudah B35, akan menjadi B40, kemudian B50 hingga B60, Tandas Agus ditemui di Jakarta , Sabtu (26/10).
Berdasarkan data Kementerian ESDM, pada tahun 2021 realisasi biodiesel mencapai 9,3 juta KL dan pada tahun 2022 realisasi biodiesel mencapai 10,45 juta KL. Sementara tahun 2023 meningkat menjadi 12,2 juta KL dengan mandatori B35 yang dimulai Agustus 2023. Sebagai manfaat ekonomi dari realisasi biodiesel pada tahun 2023 tersebut, terjadi penghematan devisa negara sebesar Rp120,54 triliun, peningkatan nilai tambah CPO menjadi biodiesel sebesar Rp15,82 triliun , serta penyerapan tenaga kerja lebih dari 11.000 orang (off-farm) dan 1,5 juta orang (on-farm).