Ketum DPP APIB Erick Sitompul : Sarankan Kejagung Ungkap Kasus Kasus Mega Korupsi Bernilai Ratusan Trilyun saja. Kasus Tom Lembong Agak Sumir Alat Buktinya Lemah, Lebih Baik Dihentikan.
JAKARTASATU.COM — Ketua Umum DPP APIB ( Aliansi Profesional Indonesia Bangkit ) Erick Sitompul menilai kinerja Kejagung diawal era Pemerintahan Presiden Prabowo cukup mengesankan setelah penangkapan Makelar kasus MA Jaror Rikard dan menemukan duit suap mafia peradilan hampir 1 Trilyun beserta 41 Kg emas batangan. Gebrakan Kejagung ini cukup menarik setelah sehari sebelumnya menangkap 3 hakim penerima suap kasus pembunuhan di Surabaya, yang melibatkan pelakunya putra mantan anggota DPR.
Kinerja Kejagung setahun terakhir ini juga cukup memuaskan. Terlihat dari pengungkapan kasus penyerobotan hutan lindung seluas 17 ribu hektar dibangun perkebunan sawit selama puluhan tahun oleh PT. Duta Palma di Riau. Perbuatan perusahaan itu merugikan negara senilai 110 Trilyun. Areal perkebunan dan aset perusahaan itu juga telah disita pihak Kejagung.
Demikian juga penindakan hukum kasus manipulasi jumlah produksi dan pembelian jutaan ton PT. Timah di Babel yang merugikan keuangan negara dan kerusakan lingkungan senilai 300 Trilyun juga turut dibongkar Kejagung.
Sayangnya penangkapan Tom Lembong yang kontroversial, telah mengganggu prestasi Kejagung diatas. Karena senada dengan pengamat hukum lain, Erick juga melihat sangkaan kasus nya cukup Sumir karena tidak ada bukti suap kepada Tom Lembong yang bisa ditunjukkan. Kesalahan prosedur yang diperkirakan tidak merugikan keuangan negara juga sulit di masukkan sebagai sangkaan korupsi mengacu pada UU Tipikor kepada Lembong. Mungkin sebaiknya dihentikan saja, karena akan mengganggu kinerja Kejagung dimata publik.
Saya pribadi tidak kenal Lembong dan Organisasi Kalangan Profesional yang saya pimpin juga tidak pernah berurusan dengannya. Namun kasus ini sebaiknya tidak perlu diteruskan, kata Erick.
Erick berpendapat, jauh lebih penting Kejagung fokus saja dulu dalam gebrakan Law Enforcement sebagaimana instruksi Presiden Prabowo saat rapat perdana kabinet. Kasus kasus skala puluhan hingga ratusan Trilyun yang merugikan negara lebih diinginkan masyarakat luas untuk di bongkar oleh Kejagung.
Itu kasus korupsi raksasa yang bernilai ratusan Trilyun yang melibatkan kalangan pejabat Ditjen Pajak dan pernah diungkap oleh mantan Menko Polkam Mahfud MD didepan DPR awal 2023 yang lalu sebaiknya mulai dibuka kembali oleh Kejagung.
Erick juga menyinggung kasus penggelapan produksi jutaan ton PT. Timah di Babel juga belom diungkap semua pelakunya. Diduga masih banyak pejabat elit perusahaan swasta dan pemilliknya yang pasti terlibat dan diduga juga para backing dari kalangan pejabat negara yang belom tersentuh hukum. Kasus ini juga baru menindak beberapa direksi PT.Timah dan pelaku korupsi dilevel middle management perusahaan swasta seperti Emir Moeis, Helena Lim dan lainnya, kata Erick .
Dalam skala jauh lebih besar, kasus korupsi super jumbo dan sudah pernah diungkap mantan Menko Menivest LBP ke publik dan sudah dirilis juga oleh pihak Gapki. Hal ini sudah dilaporkan LBP kepada Presiden terpilih Prabowo adalah terkait adanya hasil audit total dari pemerintah terhadap total luas perkebunan sawit secara nasional dan ditemukan lebih dari 2 juta hektar Perkebunan Sawit Swasta melakukakan penanaman di kawasan hutan.
Selama ini, data total perkebunan sawit nasional planted, yang resmi dilaporkan hingga 2024 adalah 16,38 juta hektar. Berdasar Audit pihak Kementerian LHK terdapat 2,45 juta hektar masuk dalam Kawasan Hutan dengan 2,13 juta ha adalah milik 2.128 perusahaan. Tindakan yang dilakukan pemerintah adalah penyelesaian denda sesuai UU Omnibuslaw. Mestinya ribuan perusahaan itu juga bisa dikenakan UU Tipikor karena adanya niat jahat penguasaan areal hutan selama belasan hingga puluhan tahun dan itu kerugiannya bisa mencapai ribuan Trilyun.
Bandingkan saja kasus Izin ilegal kawasan hutan lindung PT Duta Palma milik Apeng seluas 17 ribu hektar saja sudah merugikan negara lebih 110 Trilyun, apalagi dengan kerugian negara pada luas lebih 2 juta hektar, kata Erick.
Demikian juga kasus Blok Medan yang melakukan eksport ilegal sebanyak 5,2 juta ton ore nikel yang diungkap alm Faisal Basri dan juga di suarakan Ka. Dinas Pertambangan Propinsi Maluku Utara agar dibuka segera. Hitung aja kerugian negara 5,2 juta ton X $ 40 USA /ton, sudah berapa belas Trilyun kerugian negara disitu.
Pendapat saya apabila pengungkapan kasus kasus korupsi skala raksasa ini dilakukan dengan konsisten terus menerus, maka kepercayaan rakyat Indonesia terhadap Kejagung dan pemerintah akan pulih kembali dan dapat memberikan efek Jera terhadap kejahatan korporasi yang semakin berani melanggar hukum negara kita, kata Erick yang alumni S2 Hukum Unpad tersebut. (JKT/RTS)