EDITORIAL JAKARTASATU.COM: Pilkada, Sebuah Cermin atau Politik Absurditas?
Judul diatas adalah menyiratkan pendekatan kritis terhadap proses politik di tanah air, dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah alias (Pilkada). Ada beberapa perspektif yang dapat dieksplorasi terkait ini.
Cermin yang dimaksud adalah sebagai Representasi Demokrasi: Pilkada dapat mencerminkan dinamika demokrasi Indonesia, dengan segala kompleksitasnya. Dari partisipasi pemilih hingga munculnya tokoh-tokoh yang menjadi ikon politik nasional baru. terkait ini munculnya tokoh-tokoh ini seperti sedang persiapan untuk 5-10 tahun kedepan langkahnya.
Ada juga soal keragaman sosial dan politik: Indonesia sebagai miniatur dunia arahnya ke mana apakah ikut “sering” merefleksikan pluralitas, konflik kepentingan, dan dinamika antar golongan? Yang jelas Indonesia masih dipersimpangan yang selalu merapa arah, dan mestinya sudah harus mandiri…. Bukan begitu?
Jika kita mencari kualitas Pemimpin dan Pemilih yang cerdas apakah benar Pilkada juga menunjukkan sejauh mana masyarakat sudah memilih berdasarkan program atau visi, atau malah justru lebih dipengaruhi oleh isu-isu sangat fanatisme.
Sementara apakah benar ini sebuah Absurditas?
Kalau liha Pragmatisme Politik maka nilai Absurditas terlihat banyak dari politik transaksional, fenomena “karpet merah” bagi kandidat tertentu, dan elite politik yang mengutamakan kekuasaan daripada rakyat. Bahkan mantan-mantan ikut cawe-cawe. Ada Mantan Presiden dan juga ada mantan caon presiden yang juga mantan kepala daerah. Hmmm Ini Indonesia Gitu loh….
Pada Polarisasi dan informasi dalam Pilkada seringkali menjadi panggung polarisasi akut dan penyebaran info yang kadang juga disinformasi yang mengarah ke memecah belah publik, sedang memang tapi kini mungkin publik atau masyarakat ini sudah makin cerdas tahu milah dan milih. Jadi janganlah memain kan dra absurd tadi itu. Kita realis saja. Sudah capek publik disumpal.
Selain itu kapitalisasi jadi alasan alih-alih menawarkan solusi, kadang kandidat dan tim sukses (belakangan relawan) kerap menggunakan isu identitas (agama, suku, atau kelas sosial) untuk tujuannya jadi kepentingan elektoral,nampaknya harus lebih bijak juga, dan juga pelaksana pemilihan juga harus lebih benar, bukan mau di beli, bahkan beli suara. Kalau sekadar pasang slogan itu basi
Akhirnya sebagai Refleksi dan Relevansi yang ada dalam pemilihan di daerah se Indonesia ini yang menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pilkada serentak 2024 digelar di 545 daerah di seluruh Indonesia dimana akan digelar di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota dan berlangsung pada 27 November 2024. Semoga Pilkada ini mencerminkan harapan rakyat terhadap demokrasi yang sehat?
Yang harapannya semoga bukan menjadi panggung absurditas politik yang tidak berkesudahan?
Bagaimana menurut Anda, apakah Pilkada lebih mencerminkan harapan atau justru menampilkan sisi gelap politik? Tabik..!!! (ame)