Sketsa Pilkada Serentak (15)

Saling Klaim Keunggulan

Jakartasatu.com– Menghitung hari, detik demi detik. Senandung KD, senada pilkada saatnya tiba. Praktis tinggal tiga hari lagi menuju the day pencoblosan.

Saling klaim keunggulan mewarnai pekan terakhir Pilkada Serentak 2024. Hal yang jamak terjadi di arena kontestasi demokrasi. Klaim bagai paduan suara di antara timses paslon dan barisan pendukungnya.

Keserentakan sejagat Indonesia dalam pesona angka cantik 545. Sejumlah itu pergelaran pilkada. Meliputi 37 tingkat provinsi (minus Daerah Istimewa Yogyakarta -pen), 415 kabupaten dan 93 kota. Serentak pula, bakal lahir 545 pasangan kepala daerah baru — usai  the day pemilihan Rabu, 27 November pekan depan.

Klaim keunggulan yang tak semata bersandar pada rilis lembaga survei. Entah pesanan atau bersifat independen. Sebaliknya bagi paslon yang tidak dalam posisi diunggulkan, bersikap sebaliknya. Bahwa hasil survei bukanlah kondisi sesungguhnya. Bahkan berdalih, mereka punya hasil berbeda dari survei internal alias mandiri.

Sah-sah saja dalam atmosfir kontestasi yang memuncak panas. Lagi, saling klaim yang semakin nyaring terdengar. Bakal ada pemenang dan akan ada pihak yang kalah. Senang gembira versus yang kecewa. Sebuah konsekuensi kompetisi. Betapa pun ada ruang berlanjut gugatan.

Pilkada, hendaknya tidak semata ritual demokrasi. Setelah itu tak ada apa-apa lagi. Warga menanti harapan seiring janji-janji kampanye. Semua bermuara pada peningkatan kesejahteraan warganya. Bukan lagi mengulang dan kembali ke klaim dan klaim lagi dalam sistem kelola pemerintahan mendatang.

Pilkada tak semata kalkulasi menang dan kalah. Tiba saat memaknai visi dan misi hingga ide dan gagasan dalam implementasi secara memadai. Bila hal itu bersesuaian dengan kondisi faktual daerah, maka dimungkinkan pendekatan saling mengadopsi. Program yang realistis dengan kondisi faktual daerah. Tidak mengawang bayang yang bikin terjengkang.***

– imam wahyudi (iW)