JAKARTASATU.COM– Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) memberikan tanggapan atas pengumuman Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, mengenai kenaikan upah minimum sebesar 6,5 persen pada tahun 2025. Kenaikan tersebut diumumkan setelah rapat terbatas dengan Menteri Ketenagakerjaan RI, Prof. Yassierli, dan sejumlah menteri lainnya.
Dalam keterangannya, Presiden ASPEK Indonesia, Muhamad Rusdi, menyampaikan sejumlah catatan penting terkait kebijakan tersebut, yang perlu diperhatikan untuk mendukung kesejahteraan buruh dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.
1. Apresiasi Terhadap Ruang Dialog
ASPEK Indonesia mengapresiasi langkah Presiden Prabowo dan Menteri Ketenagakerjaan RI Prof. Yassierli yang telah membuka ruang dialog dengan buruh dan pengusaha dalam proses penetapan upah minimum. Kami mengapresiasi, karena Pak Prabowo dan Pak Menteri Yassierli mau bertemu dengan buruh dan mendengarkan masukan dari buruh.
2. Penetapan upah 2025 tidak menggunakan formula PP 51
Penetapan upah 2025 tidak menggunakan PP 51 maupun PP 36. Hal ini merupakan langkah positif mengingat bila kenaikan upah minimum tahun 2025 masih menggunakan formula PP 51, kenaikannya hanya sekitar 2% saja. Dan bila kita lihat dalam empat tahun terakhir, kenaikan upah minimum hanya berada pada kisaran 2 hingga 5 persen.
Sebagai contoh, pada tahun 2024, kenaikan upah minimum tercatat hanya 3,27%, tahun 2023 naik 5,6%, tahun 2022 naik 5,1%, tahun 2021 naik 3,27%. Dengan demikian, kenaikan sebesar 6,5% di tahun 2025 dinilai sedikit lebih baik dibandingkan dengan kebijakan sebelumnya.
3. Usulan Penetapan Upah Minimum Sektoral
ASPEK Indonesia mengusulkan agar segera diterbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) untuk penetapan upah minimum sektoral. Pemberlakuan upah sektoral yang lebih tinggi diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas hidup buruh serta daya beli masyarakat.
Sebab, rendahnya kenaikan upah minimum dalam beberapa tahun terakhir berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat, yang turut mempengaruhi sektor UMKM dan industri, karena hasil produksi tidak mampu diserap oleh konsumen.
4. Perlunya Penggunaan Survei KHL sebagai Basis Penetapan Upah Minimum
Penting untuk menggunakan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagai dasar utama dalam penetapan upah minimum ke depan. Presiden Prabowo menyebutkan bahwa upah minimum merupakan “safety net” atau jaring pengaman sosial dari kemiskinan. Oleh karena itu, ASPEK Indonesia menekankan bahwa kenaikan upah harus didasarkan pada survei KHL yang mencerminkan standar hidup layak bagi pekerja.
5. Revisi Komponen KHL
ASPEK Indonesia juga mengusulkan agar Komponen KHL segera direvisi, baik dari sisi jumlah maupun kualitasnya. Beberapa komponen dalam KHL saat ini sudah tidak relevan dengan tuntutan kehidupan buruh yang layak dan bebas dari garis kemiskinan. Revisi ini menjadi penting untuk menyesuaikan standar hidup buruh dengan kondisi ekonomi hari ini yang terus berkembang.
ASPEK Indonesia berharap agar Presiden Prabowo dan Menteri Ketenagakerjaan terus melanjutkan komitmen mereka dalam meningkatkan kesejahteraan buruh dan kualitas upah di Indonesia dengan tidak lagi menjadikan kebijakan upah murah sebagai daya saing Indonesia di pasar global.
ASPEK yakin bahwa dengan meningkatnya upah pekerja formal, sektor pekerja informal juga akan terdorong untuk bangkit, beriringan dengan peningkatan daya beli yang signifikan. Kualitas upah yang lebih baik diharapkan dapat berdampak positif pada pertumbuhan konsumsi masyarakat, yang selama ini menjadi pendorong utama perekonomian Indonesia.
ASPEK Indonesia berkomitmen untuk terus mengawal kebijakan upah minimum yang berpihak pada buruh, serta mendukung reformasi hukum perburuhan di Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo. Diharapkan kebijakan ini dapat menjadi fondasi bagi kebangkitan ekonomi Indonesia yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan.***