Aendra MEDITA/ist

CATATAN AENDRA MEDITA *)

DALAM sebuah pertandingan memang dalam akan ada yang menang dan yang kalah. Itu adalah hal yang biasa. Sepertinya ini trerjadi juga di pesta Demokrasi saat Pilkada 2024 ini. 

Saat kita kalah, rasa sedih akan terasa. Namun, jangan terlalu lama. Kita harus bisa bangkit dan semangat untuk kembali berlatih demi mencapai hasil akhir yang sesuai dengan keinginan.

Nah saat pasangan nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno dinyatakan SAH memenangi pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 Daerah Khusus Jakarta (DK Jakarta), dengan raihan suara 2.183.239 suara (50,07%). Di urutan kedua adalah Ridwan Kamil-Suswono suara 1.718.160 suara (39,40%) dan ketiga Dharma Pongrekun-Kun Wardana suara 459.230 suara (10,53%).

Kemenangan Pramono-Rano usai direkap dan disampaikan Komisi Pemilihan Umum Daerah Khusus Jakarta (KPU DK Jakarta) Ahad (8/12/2024).

Anehnya saat dinyakan sah, dua saksi pasangan tidak menandatangani rekapitulasi suara sah. Tim Pemenangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono (RIDO), menyatakan keberatan dan meninggalkan ruang (walk out) rapat rekapitulasi hasil perhitungan suara tingkat Provinsi DKI Jakarta.

Sebelumnya Tim Pemenangan RIDO melakukan itu saat Tim Pemenangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno sedang menyampaikan pendapatnya terkait hasil perhitungan suara. Saksi pihak RIDO menyampaikan tanggapan dalam penetapan rekapitulasi hasil perhitungan suara. Mereka menyampaikan beberapa kejadian khusus selama penyelenggaraan pemilu. Hal itu ditanggapi oleh tim paslon 03 saat mereka mendapatkan giliran.

Saat itu juga Komisioner KPU Jakarta Dody Wijaya  menyebut hal itu tak mempengaruhi legitimasi proses rekapitulasi. “Tetap sah dan tidak mempengaruhi legitimasi dari proses rekapitulasi,” ujar Dody.

Dengan demikian meski tim Rido walk out setelah kalah di Pilkada Jakarta, dan terjadi karena kekecewaan terhadap hasil atau proses pemilu yang dianggap tidak sesuai dengan harapan mereka. Walk out yang dilakukan tak elegan meski kits tahu simbol ketidakpuasan, baik terhadap hasil, dugaan ketidakadilan, atau dinamika politik selama pemilu.

Tapi dalam presepsi besar tindakan walk out juga bisa diartikan sebagai pesan politik untuk menunjukkan ketegasan sikap, ini boleh saja. Apakah ada alasan walk out akan maju ke sebuah gugatan silakan, tentunya.