Korban Ganti Rugi Gusuran PIK 2 Dapat Kembali Menempati Tanah Dan Bangunan Miliknya
Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum Mujahid 212
Berkembang beberapa informasi terkait PIK-2 ternyata bukan area PSN ditambah dengan statemen hukum dari seorang pejabat resmi penyelenggara negara yang menjabat Wakil Utusan Daerah di lembaga legislatif, Senayan Jakarta bahwasanya, “lokasi PSN hanya berada di lokasi proyek PIK 1. Artinya bukan di area PIK 2. “
Oleh karenanya dan oleh sebab hukum, pemilik usaha property (para stake holder), telah melakukan delik biasa dengan kategori delik formil dan delik materil
1. Delik biasa, tidak harus dilaporkan oleh para korban, namun aparatur negara sudah bisa dengan sendirinya mengusut dan memproses hukum terhadap temuan adanya perilaku delik, oleh sebab peristiwa ini merupakan notoire feiten atau peristiwa yang disebut sudah sepengetahuan umum tentang adanya perilaku para konglomerat Aguan Cs a quo dengan maraknya pemberitaan;
2. Delik formil, pelaku delik telah selesai melakukan perbuatan ketika mengadakan transaksional dan atau penyerahan uang dalam rangka proses ganti rugi kepada para pemilik tanah yang menguasai fisik tanah atas hak mendiami diatas tanah atau kekitir/ girik AJB serta atas dasar sertipikat apapun jenisnya dan tingkatannya (HGU, HGB dan atau Hak Pakai) dll hak alas pakainya;
3. Delik materil, telah terjadi kerugian negara, penggusuran tanah negara (hutan bakau) atau kerusakan lingkungan alam serta telah jelas jo. data empirik telah menimbulkan kegaduhan luar biasa ditengah kehidupan sosial masyarakat, termasuk implementasi delik adanya lapor melapor kepada Penyidik Polri antara subjek hukum berikut intimidasi, sehingga menimbulkan bentuk kerugian moral dengan implikasi tekanan batin kepada masyarakat yang merasa teraniaya, dan rasa marah dan timbulnya rasa ketakutan atau kegalauan di masyarakat khusunya yang berdampak langsung dan secara luas.
Lalu kesimpulan yang bisa diambil dari sisi pelanggaran hukum merujuk yuridisnya atas perbuatan para pengembang (property) pada PIK 2. yang dihubungkan dengan rekayasa PSN “palsu” sebagai perbuatan delik formil dan materil ini:
1. Para stake holder baik aktif (direksi) yang tahu tentang adanya pelanggaran hukum terkait tentang PENYEROBOTAN HAK ATAS TANAH MILIK NEGARA dan pengrusakan lingkungan hidup (Hutan bakau) yang mereka lakukan dapat disebut selaku pelaku delik (dader/ pleger);
2. Para Stake holder pasif (komisaris) atau para pemilik modal yang mendapatkan keuntungan atas kepemilikan saham;
3. Pengurus APDESI yang turut membantu kejahatan (penyerta Jo. Pasal 55 KUHP) dari para stake holder;
4. Bupati, camat dan kepala desa areal pembebasan PIK 2 dan atau panitia pembebasan tanah;
Dan kausalitas hukumnya dari para pelaku delik disebabkan oleh karena adanya surat perjanjian atau transaksi jual beli atau pelepasan hak atas dasar perbuatan permufakatan jahat atau SETIDAK-TIDAKNYA PEMBELI ATAU SALAH SATU PIHAK TIDAK BERITIKAD BAIK atau OLEH SEBAB SESUATU HAL YANG TIDAK HALAL SEHINGGA PERJANJIAN PELEPASAN HAK MENJADI BATAL DEMI HUKUM Jo. 1320 BW/ KUHPerdata, dan akibat hukum lainnya maka penjual atau pelepas hak dapat menguasai objek tanah kembali terlebih pelepasan hak dimaksud berawal bukan berdasarkan suka sama suka (bukan oleh sebab yang halal) melainkan melalui intimidasi dengan nilai pelepasan hak yang tidak pantas dari pihak pembeli (konpirasi kejahatan ekonomi antara penguasa dan pengusaha) serta melibatkan para pembantu penyerta delik (medelpleger)