CATATAN Aendra MEDITA*)
WADUH…… ada kabar bahwa Kantor Bank Indonesia (BI) penggeledahan terkait Dugaan Korupsi Dana CSR oleh KPK dan diinfokan juga bahwa KPK tengah mengusut dugaan korupsi penggunaan dana CSR di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, dugaan korupsi CSR itu telah masuk ke tahap penyidikan.
“KPK sedang menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait penggunaan dana CSR dari BI dan OJK tahun 2023,” kata Asep, Jumat (13/9/2024) lalu.
Meski sudah masuk tahap penyidikan, KPK belum mengungkap identitas tersangka maupun konstruksi perkara dalam kasus dugaan korupsi terkait penggunaan CSR di BI dan OJK ini
Kok bisa dana CSR kembali mencuat dan jadi kasus?
Ini akan jadi preseden buruk dalam dunia CSR. Sangat memalukan. Sebelumnya kita tahu kasus besar yang dana CSR seperti dalam kasus PT Timah. Kasus korupsi di PT Timah Tbk mengungkap penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai kedok untuk praktik ilegal.
Kasus yang mengungkap bahwa dana CSR PT Timah, yang seharusnya digunakan untuk kepentingan sosial, diduga dialihkan untuk kegiatan pertambangan ilegal dan kepentingan pribadi.
Ada nama Harvey Moeis dan Helena Lim, sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.  Awalnya pengumpulan Dana CSR, Harvey Moeis, meskipun bukan bagian dari PT Timah, menginisiasi pengumpulan dana CSR dari beberapa perusahaan smelter swasta. Ia mengaku bahwa ide ini berasal dari dirinya sendiri, aneh memang. Aliran dana yang terkumpul diduga digunakan untuk menutupi praktik pertambangan ilegal dan pencucian uang.
Beberapa bos smelter swasta mengakui memberikan dana CSR kepada Harvey Moeis tanpa mengetahui tujuan sebenarnya.  Dalam persidangan ada temuan jumlah dana yang fantastis. Salah satu saksi dalam persidangan mengungkap bahwa dana CSR yang disiapkan mencapai Rp 2,2 miliar untuk Harvey Moeis. 
Pengakuan terdakwa Harvey Moeis mengakui bahwa pengumpulan dana CSR dari smelter swasta dilakukan setelah menerima pesan dari mantan Kapolda Bangka Belitung. 
Dampak dan Implikasi Penyalahgunaan dana CSR dalam kasus ini menunjukkan bagaimana program yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat dapat diselewengkan untuk kepentingan pribadi dan kegiatan ilegal.
Hal ini merusak kepercayaan publik terhadap perusahaan dan program CSR secara umum. Maka pentingnya transparansi dalam Pengelolaan Dana CSR Kasus ini menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana CSR.
Perusahaan harus memastikan bahwa dana CSR digunakan sesuai dengan tujuan awalnya dan diawasi secara ketat untuk mencegah penyalahgunaan.
Nah kini KPK sedang mengungkap kasus ada di BI dan OJK Harus KPK bertindak lebih tegas? Setujukan….
Misalnya dengan cara enghentikan Penyalahgunaan Dana CSR untuk kepentingan masyarakat dan keberlanjutan, bukan untuk memperkaya segelintir pihak. KPK harus memastikan dana ini dikelola secara transparan dan tepat sasaran.
Lalu buat efek Jera saja dan penangkapan pelaku korupsi di CSR akan memberikan pesan kuat kepada pelaku lainnya bahwa penyalahgunaan dana publik atau perusahaan tidak akan ditoleransi. Kasus seperti ini merusak kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan dan program CSR. Dengan tindakan tegas KPK dapat membantu memulihkan akan mengangkat citra positif KPK saat ini. Korupsi dalam CSR sering kali melibatkan banyak pihak, termasuk pejabat tinggi dan swasta. Dengan menangkap pelaku utama, KPK dapat mengungkap jaringan lebih luas dan ini akan memutus mata rantai korupsi
Karena dengan mengusut aliran dana kemana dana CSR disalurkan dan siapa saja yang mendapat manfaat dari dana tersebut. Maka ada juga yang masuk menggunakan Pasal TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), jika dana hasil korupsi CSR digunakan untuk pencucian uang, maka dapat dikenakan pasal TPPU untuk menambah hukuman. Bersama lembaga terkait, KPK harus mendorong transparansi dalam pengelolaan CSR di seluruh perusahaan.
Saya secara pribadi tegas bahwa korupsi, termasuk dalam pengelolaan dana CSR, adalah kejahatan yang menghancurkan tatanan sosial dan ekonomi. KPK harus terus bekerja tanpa pandang bulu untuk menangkap pelaku dan memulihkan hak masyarakat atas dana tersebut. Hukum harus ditegakkan dengan adil dan tegas.
Menghindari korupsi, pengelolaan dana CSR harus transparan, akuntabel, dan diawasi oleh pihak independen. Audit saja dana CSR harus diaudit secara independen untuk memastikan penggunaannya tepat sasaran.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggeledah kantor Bank Indonesia (BI) pada terkait dugaan korupsi dalam penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) memalukan tentunya. Jika KPK menduga bahwa dana CSR dari BI dan OJK disalurkan ke yayasan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, sehingga menimbulkan potensi kerugian negara. Maka usut terus, apalagi Deputi Penindakan KPK, Rudi Setiawan, menyatakan bahwa penggeledahan ini merupakan bagian dari penyidikan atas dugaan penyaluran dana CSR BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke yayasan-yayasan yang tidak tepat sasaran.
KPK menduga bahwa dana CSR dari BI dan OJK disalurkan ke yayasan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, sehingga menimbulkan potensi kerugian negara.
Dalam penggeledahan tersebut, KPK menyita sejumlah barang bukti dari beberapa ruangan, termasuk ruang kerja Gubernur BI. Dan KPK juga membuka kemungkinan untuk menggeledah kantor OJK dalam upaya mengusut tuntas kasus ini.
Pelaksanaan CSR yang jujur adalah fondasi untuk menciptakan kepercayaan, dampak positif, dan keberlanjutan yang nyata bagi masyarakat dan lingkungan. Prinsip-prinsip agar CSR dapat dilaksanakan dengan penuh integritas:
Transparansi, Akuntabilita, Keterlibatan Pemangku Kepentingan, Fokus pada Dampak Nyata, Puhi Aturan dan Etika yang jelas perusahaan harus mematuhi aturan hukum, seperti UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan PP No. 47 Tahun 2012, serta menjalankan etika bisnis yang tinggi. Di Indonesia, pelaksanaan CSR (Corporate Social Responsibility) diatur melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Beberapa poin penting terkait kewajiban CSR dalam UU ini adalah: Dasar Hukum CSR dalam UU PT. Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 dimana Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam diwajibkan melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan harus dimasukkan dalam anggaran perusahaan. Perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban ini dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
Pada soal Peraturan Pelaksana mengenai CSR diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Aspek Penting PP No. 47 Tahun 2012. Kewajiban CSR, CSR diwajibkan untuk semua perusahaan yang bergerak di sektor sumber daya alam, baik secara langsung maupun tidak langsung (misalnya perusahaan pertambangan, perkebunan, dan energi). Perencanaan CSR harus direncanakan, diimplementasikan, dan dipertanggungjawabkan oleh perusahaan melalui RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Sanksi bagi spesifik tidak dirinci dalam UU atau PP, pelanggaran terhadap kewajiban CSR dapat dikenakan sanksi administratif, pidana, atau perdata jika melanggar hukum lain yang relevan.
Akhirnya bahwa manfaat CSR yang jujur adalah kuncinya karena membantu membangun citra positif perusahaan di mata masyarakat. Hubungan Baik dengan Komunitas: Memperkuat hubungan dengan masyarakat sekitar. Ada juga keberlanjutan bisnis: Menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan bisnis jangka panjang. Peningkatan loyalitas karyawan, membuat karyawan bangga menjadi bagian dari perusahaan.
Jadi dari pada progarm yang didunia Corporate Social Responsibility (CSR) muncul tahun 1990-an dan di Indonesia berasal dari dialog antara John Maynard Keyns (pengemuka Mazhab Ekonomi Tangan Terlihat) dengan Milton Friedman (pengemuka Mazhab Ekonomi Harapan Rasional). Keduanya bersumber dari mazhab Neo Classic Adam Smith, pencipta Kapitalisme (hukum pasar). Bahwa awalnya bertanya Keyns kepada Friedman,
“Siapa yang bertanggung jawab terhadap masyarakat yang tersingkir dari pembangunan oleh sistem kapitalisme?” Jawab Friedman, “Kapitalisme itu sendiri”.
Keyns bertanya lagi, “Bagaimana caranya?” dijawab lagi oleh Friedman “Pajak Negatif”. “Sebelumnya saya menulis asal usul CSR. Saya sitir petikannya. Bahwa terbukti dana CSR digunakan jangan dijadikan untuk kampanye yang aneh-aneh dan jauh dari dasar CSR itu sendiri.
*) Penanggung Jawab