ColonUS
Oleh Agung Marsudi
DURI INSTITUTE
USAI mengikuti peluncuran buku berjudul “Neokolonialisme AS di Asia: Perspektif Indonesia” di Wisma Daria, Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (20/12). Gayung bersambut, seorang sahabat lama mengajak melanjutkan diskusi di Pondok Ranggi.
Obrolan renyah, bersama para pengamat global, dan penulis spesialis Jepang, Eka Hindra, di kantor Global Future Institute (GFI) harus saya tinggalkan, seiring kepulan asap rokok yang membubung tinggi, menari, meliuk ke luar jendela, lurung ventilasi.
Narasi neokolonialisme, di mata Rahadi Teguh Wiratama, peneraju Indonesia Consulting Group yang ia sebut sebagai “penghisapan” menemukan jalannya sendiri, dihisap dari tiga kata kunci; hegemoni, dominasi, invasi.
Domino dominasi asing, seperti permainan di labirin kekuasaan, yang dampaknya menggurita di lini masa. Geopolitik adalah bahan bakar sejarah, yang membuat berapi sejarah. Obrolan tentang Kanaan, sebagai “babon” geopolitik, sepertinya mulai relevan. Titik getar dunia, negeri Kanaan, tanah yang dijanjikan.
Dalam perspektif Indonesia, khususnya terkait penguasaan sumberdaya daya alam, neokolonialisme Amerika itu nyata. Bisa ditelisik dari invasi AS di ladang-ladang minyak dan gas bumi dari pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan hingga tambang emas Papua. Pompa angguk “penghisapan” eksploitasinya melebihi usia sejarah kemerdekaan. Investasi, dengan rantai eksploitasi sumber daya alam di perut bumi, yang tidak bisa diperbaharui, lebih dari 50 tahun adalah invasi.
Mau rezim kontrak, atau rezim perijinan, sumber daya alam tak semestinya diserahkan dengan konspirasi murahan, sembunyi di balik tangan. Gaya baru “penjajahan”.
Masih segar dalam ingatan, pernyataan Menhan AS Lloyd Austin pada KTT Dialog Shangri-La ke-20 di Singapura pada 3 Juni 2023, “AS akan aman, jika Asia aman”.
Amerika itu, colonUS.
Neokolonialisme Amerika di Asia, bukan soal kekuatan, dan senjata. Tapi soal ketakutan yang dibeli dengan pinjaman, kesehatan yang diperjualbelikan, di balik standar ganda kemanusiaan, atas nama demokrasi dan HAM.
Senarai acara peluncuran buku, yang ditandai dengan pemotongan tumpeng dan diskusi itu, dihadiri oleh mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, mantan Wamenlu Triyono Wibowo, mantan Dirut Pertamina Martiono, akademisi, mahasiswa, civil society organization, dan lain-lain.
Buku setebal 403 halaman tersebut ditulis oleh Hendrajit, Rahadi Teguh Wiratama, M. Abriyanto, Satrio Arismunandar, Agung Marsudi D. Susanto dan Dina Y. Sulaeman.
Jakarta, 20 Desember 2024