Kekuatan Umat ada pada Persatuan
Imam Shamsi Ali
Saya apresiasi dan sepakat dengan Presiden Prabowo Subianto. Dalam pidatonya di pertemuan tingkat tinggi negara-negara anggota D8, Presiden RI ini menyampaikan pernyataan yang saya anggap keluhan batin. Seolah beliau mengeluh kok umat Islam ini yang jumlahnya demikian besar tapi selalu berada pada posisi yang termarjinalkan? Umat ini seolah lemah dan naif melakukan sesuatu yang “riil“ untuk membela dan membantu saudara-saudaranya yang teraniaya di berbagai belahan dunia. Terkhusus lagi mereka yang di Gaza, Palestina.
Presiden Prabowo dalam pidatonya dengan terbuka mempertanyakan “kenapa para pemimpin umat belum juga mampu membantu bangsa Palestina? What’s wrong with us?”.
Jumlah umat yang sangat besar, baik secara bilangan negara (57 negara) maupun bilangan penduduk sekitar 1.8 hingga 2 milyar manusia. Negara-negara Islam berada pada daerah-daerah subur dan kaya raya secara sumber daya alam (natural resources). Tapi dengan semua itu umat nampak sangat lemah dan naif untuk membantu dan menyelamatkan saudara-saudara seiman di Palestina dan berbagai belahan dunia lainnya.
Presiden Prabowo dengan sangat gamblang seolah mengatakan (dalam ekspresi saya): “kita hanya bisa ngomong doang”. Maksimal bisa mengirimkan bantuan-bantuan kemanusiaan yang sangat terbatas dan biasanya juga diperuntukkan “mempoles imej” para pemimpin-pemimpin di negara-negara Muslim itu. Presiden Prabowo mengajak semua untuk melihat realita di lapangan untuk melihat jika respon negara-negara Islam selama ini belum efektif. Sementara penderitaan saudara-saudara kita telah sampai pada tingkatan yang di luar kemampuan nalar memahaminya (beyond comprehension).
Presiden Prabowo mengatakan bahwa arogansi penjajah dan para sekutunya telah merendahkan dan menginjak-nginjak martabat dan kehormatan umat Islam. Ragam resolusi dan kesepakatan pada berbagai forum dan tingkatan termasuk di PBB telah disepakati. Tapi semua itu seolah tak berarti dan dengan seenaknya tak dihiraukan dan dilanggar. Sementara pemimpin oumat juga tidak mampu berbuat apa-apa kecuali sekedar “omon-omon”. Biasanya hanya dengan ragam deklarasi dan kutukan-kutukan dalam pertemuan-pertemuan tingkat tinggi yang Presiden Prabowo juga ikuti.
Tapi satu hal yang Presiden Prabowo sampaikan dan sangat mengena dengan realita umat, khususnya mereka yang berada pada posisi kepemimpinan adalah bahwa penyebab utama krisis dan kelemahan umat Islam saat ini adalah karena pemimpin-pemimpin umat tidak mampu membangun persatuan. Para pemimpin umat saling bertengkar (quarrel) di antara mereka. Presiden Prabowo menyebutkan contoh-contoh seperti Sudan dan Yaman. Walau yang hadir di situ ada Turki dan Mesir di satu sisi. Juga Iran dan Saudi Arabia di sisi lain.
Apa yang disampaikan oleh Presiden Prabowo itu mewakili perasaan saya, realita yang sering saya sampaikan di mana-mana. Dalam berbagai kesempatan saya sampaikan bahwa “penderitaan-penderitaan yang dialami oleh saudara-saudara kita di berbagai belahan dunia, khususnya di Palestina, bukan karena lawan-lawan itu kuat. Bahkan bukan karena kekuatan Amerika yang memang kuat. Tapi karena kelemahan umat ini. Dan kelemahan umat ini terutama disebabkan oleh gagalnya umat, khususnya para penguasa membangun persatuan di antara mereka.”
Pidato Presiden Prabowo sesungguhnya, tanpa disadari, adalah penafsiran dari berbagai ayat Al-Qur’an maupun hadits-hadits Rasulullah SAW. Betapa banyak ayat-ayat maupun hadits Rasulullah yang mengajarkan tentang pentingnya persatuan dan bahaya perpecahan.
Satu di antaranya adalah Allah berfirman di Surah Al-Anfal:
وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنَٰزَعُواْ فَتَفۡشَلُواْ وَتَذۡهَبَ رِيحُكُمۡ ۖ وَٱصۡبِرُوٓاْ ۚ
“Dan taati Allah dan RasulNya dan jangan saling terpecah belah. Karena dengan itu kamu akan gagal dan kekuatanmu hilang”.
Hanya saja Presiden Prabowo lupa menyebutkan permulaan ayat itu. Bahwa untuk terwujudnya persatuan di antara sesama umat, termasuk pemimpinnya, harus dengan “dan taatilah Allah dan RasulNya”. Selama umat ini dan para pemimpinnya tidak mentaati Allah, termasuk dalam kepemimpinan dan dalam pembangunan bangsanya, persatuan dan kebersamaan itu akan tetap menjadi impian abadi.
Karenanya harapan dan doa saya semoga para pemimpin Islam, termasuk Presiden Indonesia, bisa semakin mendekatkan diri kepada Allah dalam ketaatan. Jika para pemimpin itu memiliki “hati yang sama dalam ketaatan” maka insya Allah juga akan terbangun secata alami kebersamaan dalam melakukan pembelaan lepada Saudara-Saudara seiman yang terzholimi di berbagai belahan dunia seperti Rohingyah, Uighur, Kashmir dan India, dan terkhusus lagi di Palestina.
Jika seruan kepada persatuan itu tidak terbangun di atas fondasi ketaatan kepada Allah, saya khawatir seruan itu sekedar “omon-omon” yang tak terhiraukan. Hopefully not!
Manhattan, 23 Desember 2024
*Poetra Kajang di kota New York