ERA TRANSISI PASCA JOKOWI (10): Dari Hendri Saparini: Pemerataan Pendapatan, UMKM, dan Struktur Industri yang Jeblok… (2)

Sri-Bintang Pamungkas

Di Amerika Serikat pada masa lalu, semacam KLINIK Administrasi Bisnis UMKM juga ada; dan disebar di seluruh negeri dengan nama Small Business Administration. Penunjangnya terutama Lembaga2 Keuangan Kecil Simpan-Pinjam, atau Savings & Loans yang berserakan di seluruh negeri.

Di jaman Pak Harto pernah marak Usaha-usaha Pedesaan seperti Simpedes, Kupedes, Koperasi Simpan-Pinjam, dan lain-lain dengan akses  sukubunga rendah. Mereka hilang semuanya dibabat Pakto (Paket Oktober) 88 oleh Tim Keuangan Mafia Berkeley. Lalu dimunculkan Perbankan Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada awal 90-an. Tapi mereka juga kehilangan kemampuan yang cukup untuk membantu UMKM.

Perhatian Bank Indonesia, sesuai fungsinya dalam pemerataan, dan membantu keuangan UMKM juga ikut menghilang. Dunia Bank Komersial dan BI pun berubah menjadi Binatang Buas yang justru melahap Kekayaan dan Keuangan Rakyat, dan menjadi Pendukung dan Pelindung, bahkan Jongos dan Kaki Tangan, Usaha-Usaha Besar dan Konglomerat Hitam.

Karenanya, harus ada perubahan revolusioner untuk mengembalikan Tugas dan Fungsi Perbankan dan Moneter sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Perbankan Indonesia lebih suka menghabiskan uangnya untuk membangun Gedung-gedung, Hotel, Apartemen, Mall-mall dan Rumah-rumah Elit, Jalan-jalan Tol Komersial, BSD, PIK, PSN-PSN, Pulo-pulo Reklamasi dan IKN daripada membangun Pabrik-pabrik baru untuk Industri…

Hal lain yang disampaikan Hendri Saparini adalah sumbangan sektor Industri Manufaktur terhadap Pendapatan Nasional, yang terus-menerus menurun. Dalam jangka menengah-panjang tentu berakibat pada gagalnya Indonesia menjadi Negara Industri, dan akan tetap menenggelamkannya sebagai Negara Miskin.

Melalui Model Makro Industri berupa 10 Persamaan Simultan, (tentu dengan 10 Variabel Endogen), mahasiswa bimbingan saya (2014) mengkonfirmasi penurunan sumbangan Sektor Manufaktur terhadap Pendapatan Nasional tersebut.

Dari tahun 2000 (mestinya juga sejak 1970-an) sampai 2004/05, sumbangan tersebut masih naik dari  24.2% menjadi 25.4%. Tapi sesudah itu menurun terus sampai 20% pada 2014, yaitu 10 tahun di Era SBY.

Simulasi Normal (tanpa melakukan perubahan pertumbuhan Variabel Exogen) terhadap model tersebut menunjukkan penurunan sampai 13.4% pada 2017. Sekarang sampai akhir Era Jokowi tentu menurun menjadi lebih kecil lagi.

Dari data 2000 sampai 2014 tersebut memang terlihat, bahwa Pendapatan Nasional didominasi oleh Konsumsi sekitar 40-50%; sekarang sangat mungkin sudah menjadi 60%.

Kontribusi sektor Manufaktur samasekali tidak menampakkan pengaruh yg cukup. Sekalipun lewat simulasi sudah digenjot dengan penambahan Impor Bahan Baku dan Mesin-mesin (dua Variabel Exogen, sebagai proxi “teknologi”) sampai 30% pun, tetap tidak tampak ada peningkatan dalam kontribusi Sektor Manufaktur.

Artinya, selama 10 tahun (bahkan berlanjut 20 tahun) terakhir sejak 2004/5, penduduk Indonesia lebih banyak beraktifitas foya-foya makan-minum (konsumtif, sekalipun ada puluhan juta yang kelaparan) dan bermewah-mewah, daripada bergiat memproduksi barang di pabrik-pabrik. Pabrik-pabrik di Kawasan Industri Pulogadung pun sudah banyak yang tutup.

Dengan kontribusi Konsumsi yang tinggi itu, kenaikan tax ratio lewat PPN 12%, tentu akan menggerus pula disposable income yang mengakibatkan menurunnya Pendapatan Nasional. Justru lebih baik mengganti PPN dengan PPn dan menerapkan pajak progresif, serta memperbaiki Iklim Investasi dengan membersihkan Negara dari Korupsi, Pungli dan segala Pemborosan  demi membayar Utang, akan berakibat positif.

Kalau ada pepatah Gajah Mati meninggalkan Gading; dan Harimau Mati meninggalkan Belang; maka para Doktor-Insinyur kita itu Mati meninggalkan Utang Besar. Mereka sibuk mencari-cari Cum (penilaian kumulatif) untuk mendapatkan jabatan Guru Besar… daripada membangun Pabrik Mobil Made In Indonesia.

Perlu diingat pula, tahun 1995 itu masih ditandai dengan munculnya CN-235 dari IPTN dan CNC (Computerized Numerical Control) Machine dari Texmaco di Pavilyun Indonesia di Hannover Fair, Jerman. Mereka adalah di antara produk-produk manufaktur luar biasa. Mestinya, 8 Jenis Mobil Carnesia Texmaco juga hadir… (tapi mosok memamerkan “mobil”… yang bagi Eropa sudah merupakan produk “kacang goreng”)…

Jakarta, 26 Desember 2024
@SBP
Hizbullah Indonesia