KORUPSI ALA PRABOWO (1)

Abdullah Hehamahua

         Prabowo, seperti biasa, berapi-api ketika menyampaikan pidato. Prabowo, memang beda dengan bosnya, Jokowi, jika berada di depan wartawan atau suatu pertemuan. Sebab, Jokowi berpenampilan lembut, sederhana, bahkan “ndeso” ketika pidato atau memberi sambutan. Wajar jika sebagian rakyat Indonesia, termasuk profesor, doktor dan sarjana, tertipu selama 10 tahun. Masyarakat baru sadar kalau Jokowi itu koruptor atau pembohong setelah beliau lengser.

         Prabowo, berbeda dengan Jokowi. Sebab, baru menyampaikan pidato, langsung diketahui, Prabowo, seorang koruptor. Hal tersebut diketahui ketika Prabowo mengatakan akan memaafkan koruptor kalau mereka kembalikan hasil korupsi ke pemerintah. “Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kami maafkan,” kata Prabowo dalam pertemuan dengan mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir, 18 Desember 2024.

         “Tapi kembalikan dong. Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya, bisa diam-diam supaya tidak ketahuan,” tambah Prabowo.

         Prabowo tidak sadar bahwa, menurut Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, mengembalikan kerugian keuangan negara, tidak menggugurkan pidana. Hal tersebut tercantum dalam pasal 4 UU No. 31/99 yang berbunyi sebagai berikut: “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.”

        Prabowo, bahkan, dengan pernyataan tersebut, dapat dijerat dengan pasal 15 UU Tipikor sebagai percobaan tindak pidana korupsi. Sebab, “percobaan” melakukan tindak pidana korupsi adalah delik yang belum selesai atau belum sempurna. Pernyataan Prabowo di Kairo tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana yang belum selesai. Jika Prabowo betul-betul melaksanakan hal tersebut maka beliau dikenakan pasal 2, 3, 5 sampai dengan pasal 14 UU Tipikor.

        Pasal tentang percobaan tindak pidana korupsi itu berbunyi sebagai berikut: “Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.”

        Pernyataan Prabowo tersebut di atas, selain dapat dikategorikan sebagai melindungi koruptor dan melakukan percobaan korupsi juga bisa dijerat dengan pasal “obstruction of justice” seperti yang tercantum dalam pasal 221 KUHP. Sebab, pasal tersebut menyebutkan, “obstruction of justice” adalah tindak pidana yang dilakukan pelaku yang berupaya untuk menghalang-halangi suatu proses hukum.

Ta’rif Korupsi

      Korupsi berasal dari perkataan Latin, corruptio atau corruptus yang berarti rusak, kebobrokan, atau perbuatan yang tidak baik. Kata korupsi juga diserap ke dalam bahasa lain, seperti: bahasa Belanda menjadi corruptie. Bahasa Inggrisnya, “corruption.” Bahasa Indonesianya, korupsi.

         Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan, kata korupsi merupakan kata benda yang berarti penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Maknanya, korupsi diartikan sebagai perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya. Korupsi merupakan tindak pidana yang merugikan negara, perekonomian negara, dan masyarakat.

        Black Law Dictionary KPK menyebutkan, korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya.”Sesuatu perbuatan dari suatu yang resmi atau kepercayaan seseorang yang mana dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan memakai sejumlah keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan tugas dan kebenaran-kebenaran lainnya.”

         Syed Hussein Alatas dari Singapura mengatakan, korupsi adalah subordinasi kepentingan umum yang digunakan untuk kepentingan pribadi yang mencakup pelanggaran norma, tugas, dan kesejahteraan umum yang telah diakui dengan kerahasiaannya, makar, penipuan, dan tidak mengetahui konsekwensi yang diderita oleh masyakat.

       UU No 31/99 jo UU No 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi tidak menyebutkan definisi korupsi. Namun, undang-undang tersebut hanya menyebutkan 30 perbuatan Korupsi. Tiga puluh jenis korupsi tersebut dalam bukuku “Jihad Memberantas Korupsi” (2014), kusebutkan tujuh keluarga besar korupsi, yakni: (1) Perbuatan yang merugikan keuangan/perekonomian negara; (2) Suap – Menyuap; (3) Penggelapan; (4) Pemerasan; (5) Perbuatan Curang; (6) Benturan Kepentingan dalam Pengadaan Barang dan Jas; dan (7) Gratifikasi.
Ketujuh jenis korupsi ini akan dibahas satu per satu dalam seri-seri berikutnya.

KPK Harus Turun Tangan

      KPK edisi baru bisa memulai debutnya dengan mengundang Prabowo ke KPK untuk dimintai klarifikasi atas pernyataannya tersebut. Prabowo, belajar dari kejahatan yang dilakukan Jokowi, hendaknya datang ke KPK, diundang atau tidak,  guna membuktikan keseriusannya dalam memberantas korupsi. Langkah pertama yang perlu dilakukan Prabowo, baik diundang KPK maupun tidak, segera menerbitkan Perppu yang memberlakukan kembali UU KPK yang lama, yakni UU No 30/2002.

       Langkah kedua, Prabowo menyarankan Pimpinan baru KPK agar memanggil kembali 57 mantan pegawai KPK yang dipecat Firli melalui skenario Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

        Jika Prabowo melakukan hal tersebut, maka negara akan mencatat beliau sebagai “Bapak Pemberantas Korupsi.” Tidak seperti Jokowi yang merupakan Bapak Pelindung Koruptor. Semoga  !!!

(Depok, 26 Desember 2024)