ig@prabowo

Prabowo Harus Mencabut Seruan Penghematan Karena Bisa Menular Ke Anak Buahnya, Ekonomi Bisa Terhenti

Oleh: Salamuddin Daeng
Seruan penghematan Presiden Prabowo itu agak membahayakan karena bisa disalah artikan oleh semua anak buahnya. Ada kekuatiran kalau ketemu anak buah Prabowo mereka akan punya alasan bilang hemat mas, jangan sering sering ngopi! . Karena bagi orang kaya kata hemat itu berarti pangkal lebih kaya. Namun kalau orang miskin mendengarkan orang hemat maka akan dikatakan orang pelit atau medit.
Padahal sejak reformasi aktifitas ngobrol ngobrol di warung kopi, diskusi di kampus kampus, seminar LSM/NGO, bahkan Meok (makan enak omong kosong) dengan teman teman aktivis di semua tingkatan merupakan penyumbang besar ekonomi Indonesia. Lagi pula hal seperti ini selalu menambah kebahagiaan orang Indonesia. Pepatah mangan ora mangan asal kumpul itu bukan statemen biasa, itu adalah teori ekonomi yang hebat.
Dalam dua dekade terakhir ekonomi Indonesia itu sebagian besar ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Tidak main main, antara 50-60 persen dari total GDP. Itulah mengapa PPN yang akan mengeruk sektor konsumsi menimbulkan kekuatiran. Sehingga dorongan untuk belanja selalu menjadi usaha utama pemerintah untuk tetap mempertahankan pertumbuhan yang baik.
Sebagaimana baru baru ini Bank Dunia dan IMF juga telah mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi 5,1 persen itu bisa terjadi dengan prasarat belanja masyarakat tetap dipertahankan kuat, konsumsi tetap bagus dan meningkat, belanja pemerintah tetap efektif, belanja perusahaan tetap bergairah. Tanpa kondisi tersebut mustahil pertumbuhan ekonomi 5,1 persen dapat tercapai.
Jadi sebenarnya ide melakukan pengehamatan itu dari pembisik negara mana? Atau jangan jangan pak Presiden Prabowo salah dengar. Karena dalam situasi ekonomi lesu darah sekarang, seharusnya belanja negara tetap dilonggarkan dengan prasarat tetap transparan, terbuka, akuntabel, sehingga dapat dipertanggung- jawabkan dan tidak banyak Dikorupsi. Seng penting adalah jangan belanja pemerintah dimarkup untuk diambil selisihnya yang besar untuk diri sendiri, lalu ditimbun di rumah, seperti makelar Kejaksaan Agung sampai menimbun 1 triliun di rumah. Buat apa coba?
Selain itu Prabowo juga perlu menyerukan pelonggaran belanja secara bertanggung – jawab kepada semua perusahaan BUMN. Ini dikarenakan total pendapatan BUMN secara keseluruhan mencapai 3200 Triliun rupiah. Jika mereka melakukan banyak pelonggaran dengan belanja di dalambnegeri maka akan dapat menimbulkan getaran atau letupan yang sama dengan belanja pemerintah. Boleh saja gaji pejabat BUMN yang diperbesar namun itu buat diri mereka sendiri. Bagi ekonomi belanja BUMN itu yang harus diperbesar dan dilonggarkan.
Sementara sektor swasta pun demikian, terutama mereka yang berorientasi ekspor komoditas. Pemerintah harus sekuat tenaga mereka didorong belanja di dalam negeri. Kalau mereka tetap pelit dan menimbun uang di luar negeri dan tidak memakainya untuk belanja di dalam negeri, maka ijin tambangnya, sawitnya, ijin migasnya dicabut saja. Orang pelit seperti itu tidak ada gunanya bagi bangsa dan negara Indonesia merdeka.[]