JAKARTASATU.COM– Salah satu dari pemohon uji ambang batas pencalonan pilpres yang pada akhirnya dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK) Titi Anggraini mengaku tercengang dengn putusan itu.
“Di luar bayangan kami bahwa MK akan mampu melangkah seprogresif itu setelah 30 kali mementalkan dan mementahkan pengujian pasal ambang batas pencalonan pilpres (24 tidak dapat diterima dan 6 perkara ditolak). MK bukan hanya mengubah pendirian hukum soal kedudukan hukum pemohon tapi juga 180 derajat berubah soal pendirian hukum menyangkut inkonstitusionalitas ambang batas pencalonan,” terang Titi di akun X-nya, Jumat (3/1/2025).
“Meski ini putusan yang mencengangkan (yang amat sangat terlambat membuaat MK siuman dan ‘bertobat’), namun amat sangat patut kita syukuri,” tambah Titi.
Menurut dia, putusan MK terbaru itu adalah kado awal tahun yang sangat indah bagi demokrasi Indonesia. “Bak musim semi setelah sekian lama kebekuan menyelimuti pilpres kita,” katanya.
Ia sendiri dan Hadar Nafis Gumay sebelum Perkara (perkara 101/PUU-XXII/2024), sudah dua kali menguji pasal ambang batas ke MK. Pada 2017 dan 2019.
“Argumen kami mirip dengan argumen MK dalam Putusan 62. Namun, ketika itu permohonan kami belum mampu menggoyahkan ‘iman’ pendirian hukum MK,” kenangnya.
“Saat kembali mengajukan uji materi, saya bilang kepada Pak Hadar, Pak ayo kita coba lagi. Pasca 2024 masa sih MK tidak mau berubah setelah banyak dinamika pilpres yang terjadi. Voila… Pak Hadar setuju. Beruntungnya lagi, kami ditemani 3 orang muda pembelajar hukum yang semuanya hebat dan punya critical thinking yang sangat kuat,” ia menambahkan.
Total 100 halaman permohonan yang disetor ke MK. Belajar dari permohonan terdahulu, ia dkk mencoba berdamai dengan kekerasan hati MK.
“Ekspektasi kami turunkan dengan meminta dilakukan rekonstruksi ambang batas menjadi: semua parpol parlemen boleh mencalonkan sendiri paslonnya dan parpol nonparlemen bisa mengusulkan paslon dengan ambang batas yang dirumuskan pembentuk UU. Eureka! Ternyata justru putusan MK melampaui prediksi kami,” tandasnya. (RIS)