JAKARTASATU.COM– Putusan terbaru MK soal ambang batas pilpres tak lepas dari sederet nama dan organisasi, baik kemasyarakatan maupun partai politik. Hal itu diungkap pemerhati pemilu Titi Anggraini lewat akun X-nya, Jumat.
“Mereka antara lain (Alm) Rizal Ramli, Busyro Muqoddas, Partai Idaman, PBB, Partai Buruh, PKS, Kode Inisiatif, Perludem, Hadar Nafis Gumay, Ferry Juliantono, Muhammad Chatib Basri, Faisal Batubara, Bambang Widjojanto, Rocky Gerung, Robertus Robet, Angga Dwimas, Feri Amsari, Hasan, Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah, sejumlah anggota DPD, dan banyak pejuang penghapusan ambang batas pencalonan pilpres lainnya,” ungkap Titi.
“Bayangkan jika mereka tidak terus memelihara harapan untuk menempuh upaya hukum di MK. Bisa jadi, tidak akan pernah ada Putusan No.62/PUU-XXII/2024 seperti hari ini,” imbuh Titi.
Sebelum keputusan itu, total ada 30 permohonan disebut Titi terkait uji tersebut, yang masing-masing dengan “hasil” tidak dapat diterima atau ditolak.
“Deretan pemohon itu terdiri dari perorangan, politisi, organisasi masyarakat, dan partai politik yang tetap gigih dan kukuh berjuang terus dan terus meskipun berkali-kali ditolak oleh MK,” kata Titi.
Hal 266 Putusan 62/PUU-XXII/2024: “Secara faktual keberadaan ambang batas tersebut tetap menjadi salah satu isu sentral dalam penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden yang tidak pernah berhenti dipersoalkan, baik oleh partai politik, pemilih, politisi, maupun kelompok masyarakat yang concern atas penyelenggaraan pemilu yang demokratis.
Sebagaimana diuraikan dalam Paragraf [3.21] di atas, tercatat terdapat 33 putusan Mahkamah yang telah menguji dan menilai konstitusionalitas norma Pasal 222 UU 7/2017.
Dalam batas-batas tertentu, fakta tersebut dapat dimaknai sebagai gambaran aspirasi pemilih, organisasi masyarakat, politisi, dan partai politik yang secara gigih dan terus-menerus mempersoalkan dan menguji keabsahan konstitusionalitas ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden.
Artinya, terhadap persoalan ambang batas tersebut, jika terdapat salah satu dari alasan untuk mengecualikan dimaksud, Mahkamah dapat menguji konstitusionalitas legal policy, termasuk jika Mahkamah hendak bergeser dari pendirian sebelumnya.” (RIS)