Teriak Minta Tolong KPK Mabuk Cinta Kepada Jokowi

Damai Hari Lubis
Ketua Aliansi Anak Bangsa/ AAB
– Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212

KPK faktual pembela berat Jokowi dan musuh besar publik (aktivis) yang konsen selaku pemerhati perilaku korupsi.

KPK berubah fungsi tugas wewenang dan dan kewajibannya dikala KPK dibenturkan oleh publik ke diri Jokowi yang masuk dalam daftar OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project) sebagai koruptor ke dua terbesar dari 5 orang finalis daripada 195 kepala negara yang ada di dunia.

Sehingga seolah mengalami kondisi SOS/ gawat darurat, lantas saja KPK berteriak minta tolong kepada publik “agar yang punya bukti pendukung Jokowi korupsi melaporkan kepada KPK.”

Mungkin karena begitu cintanya kepada Jokowi sehingga “takut cintanya diputus”. Selebihnya KPK tahu dan memahami masyarakat tentu bakal kesulitan untuk mendapatkan bukti pendukung yang mereka (KPK) mintakan, selain kendala cost terbang ke Amsterdam/ Belanda. Selain KPK yakin tak mungkin Jokowi, Gibran atau Kesang atau Bobby Nasution, mau memberikan akomodasi kepada publik untuk melakukan investigasi sambil menjemput berkas dokumen OCCRP terkait Jokowi urutan nomor 2 koruptor diantara 5 orang finalis pemimpin terkorup dari 195 kepala negara didunia.

Lalu apakah KPK pantas meminta kepada masyarakat agar yang punya bukti pendukung Jokowi korupsi melaporkan ke KPK. Baiknya kita telusuri tentang tugas dan kewenangan KPK dan peran masyarakat didalam UU. KPK

Fungsi tugas wewenang dan dan kewajiban KPK sesuai sistim hukum terhadap pelaksanaan UU TIPIKOR

Merujuk pasal 6 c undang-undang tentang KPK, fungsi KPK adalah melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi (TPK). Sedangkan;

Peranan publik menurut UU. Tentang KPK terhadap Pelaksanan UU. Tipikor

Vide pasal 41 UU. KPK tegas dinyatakan masyarakat dapat berperan serta dalam pemberantasan korupsi dengan cara mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai dugaan tindak pidana korupsi dan mendapatkan layanan untuk mencari, memperoleh, dan memberikan informasi kepada penegak hukum, menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum, mendapatkan jawaban atas pertanyaan tentang laporannya dalam waktu paling lama 30 hari, serta mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan haknya.

Maka hukum formil UU. Tentang KPK Pasal 6c menuju ketentuan hukum materil/UU. Tipikor dari sisi etimologi cukup terang dan tegas KPK memiliki tugas keharusan menyelidik, menyidik dan menuntut pelaku korupsi.

Sementara terhadap masyarakat terkait perilaku korupsi sesuai fakta pasal 41 UU. KPK untuk melakukan tugas pemberantasa korupsi perspektif hukumnya hanya “DAPAT atau BOLEH”, makna hukumnya bukan fungsi tugas dan kewenangan masyarakat sesuai kriteria pasal 6c. Masyarakat hanya sebagai peran pembantu andai mau dan sanggup, sementara TERHADAP KPK SEBAGAI UNSUR KEHARUSAN. Sehingga kesimpulannya KPK yang harus mencari (investigasi) atau penyelidikan menemukan terkait  bahan OCCRP sehingga dapat menganalisa hukum APAKAH BENAR JOKOWI MALING UANG RAKYAT KE DUA TERBESAR DARI 5 PEMIMPIN DUNIA TERKORUP.

Dan bila saja, makna peran masyarakat sama dengan fungsi KPK? Bisa high risk lahirkan amuk massa dengan pola street justice (eigenrichting) kepada banyak terduga pelaku koruptor, terlebih sanksi hukum terhadap koruptor nyata-nyata banyak melanggar prinsip kepastian hukum (rechtmatigheid) dan jauh dari asas keadilan (gerechtigheid) bahkan ada yang dipetieskan atau menguap “fly on the air” sehingga eksistensi para anggota komisioner KPK dan gedung KPK serasa tidak memenuhi asas manfaat (utility/doelmatigheid)

Akhirnya publik mengibaratkan KPK amat cintai Jokowi dan keluarganya, karena begitu sangat cintanya sehingga tahi kucing pun rasa coklat, sehingga KPK tentu akan bela sampai mati, sehingga untuk berangkat ke amsterdam dengan segala fasilitas KPK enggan, jika urusan hukum untuk sang kekasih (Jokowi). KPK lebih tega berkesan membodohi rakyat untuk mencari bukti si pendusta (pembual besar) atas informasi ilmiah dari OCCRP.

Andai komisioner KPK yang mendapat gaji besar dan diberi ekstra serba serbi fasilitas oleh uang rakyat karena tugasnya yang disadari ekstra berat dan sulit (Extra Ordinary of Crime), maka tidak sepantasnya penerima gaji, menyuruh kerja tuannya? atau kah memang KPK merasa gedung KPK sudah layak diratakan karena tidak mampu bekerja?