Ungkap Pilkada Papua Tengah Penuh Kecurangan, MPPI Ingatkan Potensi Picu Kerusuhan Sosial
JAKARTASATU.COM— Ketua Masyarakat Pemantau Pilkada Indonesia (MPPI), Agus Rihat Manalu, SH menyoroti pelaksanaan Pilkada Papua Tengah dipenuhi tindakan kecurangan. Berdasarkan data dan informasi yang didapat, Diduga terdapat konspirasi busuk antara Paslon tertentu dan penyelengara Pilkada di tingkatan Kabupaten dan Provinsi baik itu KPUD dan Panwaslu.
“Pilkada ini penuh dengan kecurangan oleh salah satu Paslon peserta Pilkada. Modus operandi dipastikan suara dirubah di tengah jalan ketika menuju KPUD atau juga dilakukan perubahan suara di kantor KPUD untuk memenangkan salah satu paslon,,” kata Agus Rihat Manalu dalam keterangannya kepada wartawan pada Jumat,(3/1/2025).
Diungkapkan, Pelanggaran dan kecurangan Pilkada di Papua Tengah khususnya terkait pelaksanaan sistem noken dalam proses rekapitulasi suara.
“Menyangkut ikut campur Penyelenggara KPU, karena Pemilu dilaksanakan sistem noken. Masyarakat sudah sepakat memberikan suaranya, tetapi dari TPS mengalami perubahan dan seterusnya. Dilakukan KPU sama panwas kecamatan, semua kerjasama,” terangnya.
Karena itu, Agus meminta DKPP dan Bawaslu RI serta KPU Pusat harus turun tangan karena hasil Pilkada Papua Tengah yang diduga penuh dengan kecurangan.
“Dari pengalaman yang ada bisa memicu kerusuhan sosial di Papua Tengah,” ujar Agus.
Pihak lain, Lokataru Foundation juga mendeteksi dugaan pelanggaran netralitas dari hasil Penelitian dan pantauan yang dilakukan Lokataru Foundation pada tanggal 7-12 November 2024, ditemukan sejumlah dugaan pelanggaran terkait netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan perangkat penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dalam Pilkada 2024 di Papua Tengah.
Terdapat 9 pelanggaran yang teridentifikasi di sejumlah Provinsi di Tanah Papua, Dengan rincian 1 pelanggaran di Provinsi Papua, 6 pelanggaran di Provinsi Papua Selatan, dan 2 pelanggaran di Provinsi Papua Tengah.
Lokataru Foundation mengidentifikasi Bahwa sejumlah pelanggaran netralitas terjadi melalui penyalahgunaan kewenangan oleh pemegang kekuasaan di tingkat lokal, baik di tingkat Kota/Kabupaten hingga Distrik.
Pelanggaran ini diperparah dengan lemahnya peran pengawasan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang diduga tidak menjalankan fungsi pengawasan dan tindak lanjut terhadap berbagai pelanggaran secara optimal.
“Selain itu, terdapat temuan Bahwa Panitia Pemilihan Distrik (PPD) tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan etika dan prinsip penyelenggaraan Pilkada,” kata Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen.
Delpedro menyatakan, Bahwa temuan ini menunjukkan adanya kelemahan dalam upaya pencegahan dan penindakan pelanggaran Pilkada yang dilakukan oleh penyelenggara dan pengawas.
Ia mendorong agar dilakukan pemeriksaan dan pengusutan lebih lanjut terkait manfaat, baik langsung maupun tidak langsung yang diterima oleh kandidat dalam Pilkada ini.
“Pola yang ditemukan adalah Bahwa bukan hanya Pasangan calon Kepala daerah dalam Pilkada ini yang secara langsung melakukan pelanggaran, melainkan ada aktor lain yang memiliki kewenangan di tingkat lokal yang melakukannya. Oleh karena itu harus didalami juga manfaat yang diterima, baik secara langsung atau tidak langsung, oleh para kandidat tertentu,” pungkas Delpedro.
Pemantauan ini dilakukan melalui metode yang meliputi pemantauan Media lokal, Media nasional, Media sosial serta pengumpulan laporan dari posko aduan masyarakat. Data yang terkumpul kemudian diverifikasi dan diperiksa lebih lanjut untuk memastikan validitasnya.
Setelah proses Verifikasi, dilakukan analisis data secara kualitatif dengan menggunakan indikator pelanggaran Pilkada yang telah disusun oleh Lokataru Foundation.
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Paniai, Stefanus Gobai mengakui adanya kejanggalan dalam proses perolehan suara pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah serta Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Paniai tahun 2024.
Menurut Stefanus, Masyarakat Paniai telah menunjukkan kecerdasan dan kesadaran akan demokrasi serta menjunjung tinggi asas Pemilu. Namun, proses Pemilu tahun ini tidak lepas dari berbagai persoalan yang diduga disebabkan oleh penyelenggara.
“Rakyat Paniai sudah cerdas dan sadar akan Demokrasi tetapi ada persoalan dalam proses yang diduga diciptakan oleh Penyelenggara,” jelasnya.
Stefanus mengatakan, pelaksanaan Pilkada di Papua Tengah termasuk Kabupaten Paniai, menggunakan sistem Noken sesuai dengan amanah PKPU Nomor 18 Tahun 2024. Sistem ini mengharuskan adanya musyawarah dan mufakat bersama kepala Suku dan Masyarakat di Tempat Pemungutan Suara (TPS), sebelum hasilnya direkap oleh Panitia Pemilihan Distrik (PPD).
Namun pihak Bawaslu menemukan adanya perbedaan data antara C-Hasil (Hasil suara di lapangan) dengan D-Hasil (Rekapitulasi di tingkat PPD).
“Kami memantau adanya perubahan data dari C-Hasil ke D-Hasil. Ini menjadi perhatian serius bagi Kami dalam fungsi pengawasan,” ungkap Stefanus. (Yoss)