ylbhi.or.id
JAKARTASATU.COM – YLBHI berpendapat putusan MK yang diketuk awal tahun ini, menunjukan harapan baru untuk perbaikan sistem demokrasi dan negara hukum. Selama satu dekade terakhir, demokrasi dan negara hukum terus mengalami regresi dan pembusukan, putusan ini diharapkan mampu mengikis dominasi oligarki yang selama ini merusak sistem politik dan Pemilu Presiden serta membelenggu demokrasi hukum dan ekonomi.
Putusan ini tidak membongkar sepenuhnya problem politik yang tidak berpihak pada kewargaan dan demokrasi yang substantif. Meskipun demikian, putusan penghapusan ambang batas pencalonan presiden ini, mestinya dapat menjadi pintu masuk untuk memperbaiki sistem kepartaian maupun politik indonesia menuju sistem demokrasi dan politik yang lebih partisipatif dan demokratis sesuai mandat konstitusi.
Sebagaimana diketahui, Kamis, 2 Januari 2025. Mahkamah Konstitusi menjatuhkan putusan Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024. Putusan ini terkait uji materi Pasal yang mengatur presedential treshold di dalam Undang-undang Pemilu, yang mengatur dukungan jumlah kursi partai di DPR kepada Calon Presiden untuk dapat mencalonkan diri. Pengaturan tersebut telah dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat oleh MK. Impilikasi hukumnya, setiap partai politik peserta pemilu berhak mengajukan kandidat Presiden dan Wakil Presiden dalam pemilu.
Putusan ini merevisi Putusan MK sebelumnya, yang menolak pembatalan ambang batas pencalonan presiden yang menilai bahwa ambang batas pencalonan presiden adalah kewenangan Pembentuk undang-undang. Sebelumnya, terdapat 36 permohonan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi selama Undang-Undang Pemilu disahkan, permohonan tersebut menghendaki penghapusan penerapan presedential treshold berdasarkan Pasal 222 Undang-undang Pemilu. Namun permohonan-permohonan tersebut tidak pernah dikabulkan oleh MK. YLBHI menduga kuat putusan-putusan MK sebelumnya, tidak lepas dari cengkraman oligarki dan politik penguasa yang tidak tidak menghendaki demokratisasi berjalan dengan baik, sehingga tidak memberikan Independensi kepada hakim MK dalam memeriksa dan mengadili permohonan penghapusan praktik presedential treshold.
Saat ini yang perlu diwaspadai adalah perubahan berbagai undang-undang terkait politik dan kepemiluan. kita masih ingat, bagaimana partai-partai politik di DPR secara serampangan menafsir Putusan MK seenaknya, seperti yang pernah terjadi pada Undang-Undang Pilkada yang lalu. Tidak hanya itu, selama satu dekade, DPR banyak mengesahkan Undang-Undang tanpa memperdulikan Partisipasi Bermakna, yang berdampak pada pengesahan Undang-Undang yang merugikan Rakyat, mengacaukan sistem negara hukum dan melanggar HAM. Untuk itu, YLBHI menyerukan untuk terus mengawal Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XXII/2024.
Berdasarkan hal-hal di atas, YLBHI mendesak:
1. Pentingnya menjaga independensi Mahkamah Konstitusi dan marwah hakim-hakim Mahkamah Konstitusi agar dapat menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman secara Merdeka dengan melaksanakan seleksi mendapatkan yang terbaik, berintegritas, negarawan, dan mencegah intervensi dari kekuasaan;
2. DPR dan Pemerintah mematuhi putusan MK ini;
3. Segera Merevisi regulasi terkait sistem politik yang sejalan dengan nafas dalam putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024,ini untuk memperkuat perlindungan hak politik dan kedaulatan rakyat dalam demokrasi dan negara hukum Indonesia;
4. menyerukan kepada seluruh Rakyat Indonesia untuk bersama-sama mengawal Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024. |RLS-JAKSAT