TRAGIS DAN SADIS – LEMBAGA PERADILAN SEPERTI VAMPIR
Sutoyo Abadi
“Vampir makhluk mitologi yang hidup dengan memakan darah kehidupan makhluk hidup lain, yang gentayangan keluar dari kuburnya mencari mangsa”
“Sebaliknya massa akan mulai membakar dan membunuh, ketika keadilan gagal, opini publik mengambil alih. Ketika hukum tersesat pada kejumudan Undang-Undang atau bengkok karena uang”
Organ hukum di Indonesia sudah hancur lebur, metamorfosa menjadi komoditas bisnis yang bisa di perdagangkan dengan harga yang bisa dinego.
Bagi memilik modal seperti Oligarki ( pencetak dan pengendali uang ) organ konstitusi hukum tidak hanya di beli sebagian tetapi bisa di borong semua pelaksana hukum tanpa sisa.
Cuap cuap bahwa hukum terminal ahir untuk mendapatkan keadilan, hanya omong kosong, karena ketok palu fonis di pengadilan akan mengayun sesuai pesanan yang telah di sepakati bersama.
Tidak heran jika tidak ada seorang pun saat ini masyarakat yang benar-benar dapat memercayai hukum di Indonesia.
Gemuruh tuntutan hukum untuk Jokowi diadili, yang sudah terang benderang gendruwo pelanggaran hukum kekuasaan dengan dampak kerusakan dimana mana ( menjual kedaulatan negara ), masih tampak percaya diri, bahkan seperti tanpa beban dan merasa berdosa mengelak telah membuat kejahatan.
Ketika negara telah berlaku hukum rimba, wajar mantan penguasa memelihara monyet monyet menyerupai Buser dan influenzer bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan untuk menggonggong dan menggigit kepada siapapun yang akan menghalangi kejahatannya.
Dalam berbagai kesempatan Presiden Prabowo Subianto ( PS ) berjanji akan “menyikat” koruptor sekalipun sampai ke antartika. Dicibir hanya omon-omon oleh masyarakat ketika PS apa salah alamat , memburu koruptor ke antartika arahnya ke Solo, ternyata kompromi makan bersama dengan gembong korupsi.
Isu korupsi dan menjual kedaulatan negara nempel pada Jokowi dan gerbongnya justru membuat kita mengernyitkan dahi, ternyata kasusnya membelit saling terkait dengan para pelaku kekuasaan.
“Korupsi di Indonesia hampir tidak mungkin bisa di atasi kerena beresiko membahayakan kekuasaan bahkan bisa membunuh satu sama lain dengan jaringan yang sangat luas”.
Hakim, Polisi , MA dan KPK semacam stempel pos untuk memutus perkara korupsi di pengadilan harus sesuai alamat pos yang sudah di tempel di meja kerjanya.
“Tragis dan sadis benar bangsa ini, otoritas hak-hak kewargaannya terpenjara sistem yang buruk, yang tak bermodal kesalehan sosial, keadilan untuk tegaknya daulat rakyat, yang terjadi lembaga keadilan telah menjadi Vampir” (*)