Hizbullah Indonesia:
ERA TRANSISI JOKOWI (12): PSN dan PIK dan PIK adalah Agresor. Gagal Membela Rakyat, Wowok Pasti Jatuh…
Sri-Bintang Pamungkas
Multatuli atau nama aslinya Eduard Douwes Dekker, adalah orang Bule Belanda-Perancis yang hidup pada 1800-an di Hindia Belanda. Dia menulis buku Max Havelaar yang menceritakan penderitaan Pribumi Hindia Belanda akibat penjajahan Belanda.
Dalam bukunya itu Douwes Dekker mencontohkan politik Tanam Paksa yang dilakukan oleh Belanda. Yang menarik, dari situ Multatuli mendefinisikan arti Penjajahan.
Menurut dia, Penjajahan tidak lain adalah upaya “menguasai tanah penduduk”, lalu mengolah dan memanfaatkannya untuk kepentingan si Penjajah sendiri. Begitulah Multatuli yang acap pula disebut Setiabudi menyebut Belanda telah melakukan penjajahan atas Pribumi Hindia Belanda.
Maka tidaklah heran, kalau A Gwan (Guo Zai Yuan; Agung Sedayu); bersama para Konco-konconya yang berprofesi sebagai pengembang, seperti Ciputra (Citra Land, dll); Trihatma Haliman (Agung Podomoro); Mochtar Riyadi (Lie Moe Tie; Lippo); Sutjipto Nagaria (Liong Sie Tjien; Sumarecon); dan Eka Tjipta Wijaya (Oey Ek Tjong; Sinarmas Land) pertama-tama menguasai tanah, lalu membangunnya untuk kepentingan usahanya.
Akan tetapi, tanah yang dikuasainya itu luasnya mencapai ribuan hektar, dan itu pun terasa belum cukup. Perambahan tanah Rakyat dan Adat terus berlanjut ke mana-mana… mengabaikan kebersamaan.
Demikian pula cara menguasai tanah-tanahnya itu adalah dengan “menggusur paksa” rakyat Pribumi yang hidup dari tanah tersebut sebagai sumber matapencahariannya, dengan tanpa memperhatikan rasa keadilan. Oleh sebab itu, dari kacamata Multatuli, apa yang dilakukan A Gwan dan lain-lain itu adalah suatu Penjajahan, atau Agresi.
Di jaman Orde Baru, Pemerintah Pak Harto memberi kesempatan berlangsungnya konversi dari wilayah “kumuh” menjadi wilayah “maju”… dari wilayah “tidak sehat” ke wilayah “maju”, yaitu dengan membangun “rumah-rumah sehat”. Tetapi ada persyaratannya… Antara lain, tidak boleh mengabaikan nasib dan kehidupan Rakyat Pribumi, atau si Miskin, yang selama itu telah bertahun-tahun menetap di atas lahannya.
Memang mestinya, ada beberapa model “konversi” yang harus disepakati bersama, agar terwujud pikiran-pikiran Pancasilais, sehingga tidak terjadi Agresi oleh si Kaya kepada si Miskin… oleh si Kuat kepada si Lemah…
Memang tidak bisa diingkari, bahwa pada masa Orde Baru penggusuran tanah-tanah Rakyat oleh Penguasa pun sudah terjadi… Termasuk oleh Keluarga Cendana dan Prabowo Subianto. Apa pun alasannya, Agresi semacam itu harus dihentikan, karena bertentangan dengan peri Kemanusiaan dan peri Keadilan sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi UUD 1945.
Akan tetapi rupanya, Wowok tidak pernah mau belajar untuk mencintai Rakyat, Bangsa dan Negaranya. Wowok hanya Omong Besar. Nafsunya menjadi RI-1 merelakan dirinya menjadi kelompok Drakula Pengisap Darah seperti Drakula Wiwik. Dan bersama-sama Kabinetnya membangun kelompok the Walking Dead. Setelah Rakyat Banten, Rempang dan lain-lain berteriak-teriak berbulan-bulan dan bertahun-tahun akibat penindasan para Agresor, Wowok tetap bungkam seribu basa.
Dalam situasi ketidakwarasannya itu, Wowok sadar, bahwa tanpa bantuan Wiwik dan para Konglomerat Hitam itu, tidak mungkin dia bisa menduduki jabatan tinggi…. Hanya saja dia lupa, bahwa semua bentuk Penjajahan itu pasti berakhir.
Para Agresor di PSN dan PIK dan PIK dan Pulo-pulo Reklamasi itu pasti akan kalah, dan Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Kuasa pasti menang. Semata-mata, karena Kemerdekaan adalah Hak setiap Bangsa…
Wowok pasti akan jatuh; dan Wiwik pun akan tamat… The Walking Dead pasti akan sirna… dan Indonesia akan membentuk Pemerintahan Baru berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Ini sebuah peringatan!
Jakarta, 7 Januari 2025
@SBP