JAHATNYA ULAMA YANG ‘MEMPERKOSA SUNNAH’ UNTUK KEPENTINGAN MEMBELA PROYEK PSN PIK-2 MILIK AGUAN & ANTHONI SALIM

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat,

[Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat/ TA- MOR PTR]

Dari Umar ra. bahwa Nabi saw. bersabda,

« مَنْ أَحْيَا أَرْضاً مَيْتَةً فَهِيَ لَهُ »

“Barang siapa menghidupkan tanah yang mati (Ihya’ Al Mawat, maka tanah itu (menjadi) miliknya.” (HR Bukhari).

Nabi saw. bersabda,

“Barang siapa membatasi (memagari) tanah yang mati, maka tanah itu (menjadi) miliknya.” (HR Ahmad).

Nabi saw. juga bersabda,

« مَنْ سَبَقَ إِلَى مَا لَمْ يَسْبِقْ إِلَيْهِ مُسْلِمٌ فَهُوَ لَهُ »

“Barang siapa terlebih dahulu (mengelola atau mengerjakan tanah yang mati) yang belum dimiliki (didahului) oleh seorang muslim, maka tanah itu (menjadi) miliknya.” (HR Thabrani dalam Al-Kabīr).

Allah Swt. telah menentukan cara memperoleh harta dan juga telah mengatur dengan berbagai ketentuan hukum mengenai kepemilikan harta kekayaan, seperti ketentuan hukum mengenai berburu, ihyāul mawāt  (menghidupkan tanah yang mati), ketentuan hukum sewa, dan istishnā’ (industri), serta ketentuan hukum mengenai warisan, hibah, dan wasiat.

Dalam kitab Al-Nizhām al-Iqtishādī (Sistem Ekonomi) karya ulama terkemuka Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, semoga Allah merahmatinya, dalam bab “Ihyā’ al-Mawāt” disebutkan sebagai berikut:

“Tanah mati adalah tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan oleh satu orang pun. Sedangkan yang dimaksud dengan menghidupkannya adalah mengolahnya dengan cara menanaminya, baik dengan tanaman maupun pepohonan, atau dengan mendirikan bangunan di atasnya. Dengan kata lain, menghidupkan tanah mati adalah memanfaatkan tanah untuk keperluan apa pun, yang bisa menghidupkannya. Dengan adanya upaya seseorang untuk menghidupkan tanah, berarti upaya seseorang tadi telah menjadikan tanah tersebut sebagai miliknya.”

Menurut ketentuan hukum Islam, seseorang dapat memiliki tanah dan diakui secara syar’i hak kepemilikan atas tanah jika sebab kepemilikannya syar’i. Seseorang memiliki tanah secara syar’i jika sebab kepemilikannya salah satu diantara beberapa sebab, yaitu:

1. Membeli (Al Bai’)
2. Mewarisi
3. Hibah/hadiah
4. Wasiat
5. Menghidupkan tanah mati (Ikhya Al Mawat)
6. Memagari tanah mati (Tahjir).

Dalam kasus perampasan tanah rakyat Banten di proyek PSN PIK-2, siapapun yang mengklaim proyek PIK-2 ini sah menurut syariat dengan dalih ihya’ Al Mawat (menghidupkan tanah mati), atau mengelola Tanah yang terlantar, adalah pendapat yang batil disebabkan:

Pertama, para pendahulu Rakyat Banten, atau kakek buyut Rakyat Banten, adalah pihak yang pertama kali mengelola tanah Banten. Dalam konsep ‘Ihya Al Mawat’, maka kakek buyut Rakyat Banten inilah, yang telah terlebih dahulu menghidupkan dan mengolah tanah Banten, sehingga menjadi pemilik awal yang sah secara syar’i. Sehingga, penerapan konsep ‘Ihya’ Al Mawat’ dalam kasus PIK-2 untuk membela AGUAN adalah pendapat yang batil, karena sama saja hendak melegitimasi perampasan tanah rakyat Banten berdalih as Sunnah (Hadits Nabi Muhammad Saw).

Kedua, di Banten sudah tidak ada tanah mati, tidak ada tanah terlantar yang sesuai definisi syar’i. Seluruh tanah di Banten yang menjadi lokasi proyek PIK-2 adalah tanah yang sudah dimiliki oleh rakyat Banten, baik karena sebab waris maupun membeli. Sehingga, penerapan konsep ‘Ihya’ Al Mawat’ dalam kasus PIK-2 untuk membela AGUAN adalah pendapat yang batil, karena sama saja hendak melegitimasi perampasan tanah rakyat Banten berdalih as Sunnah (Hadits Nabi Muhammad Saw).

Ketiga, Kakek Buyut AGUAN & ANTHONY SALIM tidak pernah menghidupkan dan mengelola tanah Banten. Mereka, juga tidak mewarisi tanah Banten. Sehingga, penerapan konsep ‘Ihya’ Al Mawat’ dalam kasus PIK-2 untuk membela AGUAN adalah pendapat yang batil, karena sama saja hendak melegitimasi perampasan tanah rakyat Banten berdalih as Sunnah (Hadits Nabi Muhammad Saw).

Keempat, meskipun rakyat Banten ada yang belum memiliki sertifikat, tugas negara lah yang menerbitkan sertifikat untuk rakyat Banten sesuai amanat UUPA melalui pendaftaran tanah secara sistematis (UU No 5/1960). Bukan malah melegitimasi perampasan tanah rakyat Banten dengan menerbitkan status PSN untuk proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim.

Kelima, PSN PIK-2 juga telah merampas hak publik, yang sudah dilakukan Hima’ (proteksi) oleh Negara, yaitu 1.500 ha lahan hutan lindung. Lahan hutan lindung yang diproteksi oleh Negara, haram diberikan kepada swasta atau korporasi, sehingga AGUAN A& ANTHONY SALIM tak punya hak mengambil hutan lindung untuk dijadikan lapak bisnis mereka.

Karena itu, penulis sangat menyayangkan ada orang yang mengklaim Ulama, bukan Ulama Banten, tapi menggunakan kaidah ‘Ihya’ Al Mawat’, untuk melegitimasi perampasan tanah rakyat Banten oleh proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim. Ulama seperti ini, telah menjual Sunnah Rasulullah Saw yang agung, hanya untuk ditukar dengan sekerat tulang dunia yang tidak mengenyangkan. [].