Partai Perseorangan
Oleh Uten Sutendy
Dalam kamus politik nasional belum dikenal ada Partai Perseorangan. Yang ada adalah partai politik dan jalur independen. Keduanya resmi tercatat sebagai institusi yang boleh dan diperbolehkan ikut serta dalam kegiatan pemilihan umum (Pemilu) sebagaimana sudah berlangsung selama ini dimana pemilu digelar tiap lima tahun sekali. Sedangkan partai perseorangan tidak pernah ada.
Istilah Partai Perseorangan mulai muncul dan populer belakangan setelah Presiden RI ketujuh Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan istilah Partai Perseorangan di kediamanya yang asri di Kota Solo. Beliau menyatakan hal itu saat ditanya oleh wartawan tentang sikap politiknya setelah dipecat dari anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bersama putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka dan menantunya Boby Nasution.
“Kalau begitu partainya Partai Perseorangan dong..!,” kata Jokowi waktu itu dengan raut muka yang agak serius, tidak seperti biasanya yang sering menyebar senyum dan menampilkan wajah sumringah
“Nanti waktu yang akan menjawab,” katanya lagi melanjutkan pembicaraan mensikapi pemecatannya.
Selama ini para jurnalis dan banyak pengamat meraba-raba saat membuat tafsir tentang kalimat yang diucapkan Jokowi. Ada yang bilang apa yang diucapkan Jokowi itu menunjukkan sikap percaya diri yang kuat dari seorang mantan Gubernur DKI dan Walikota Solo, bahwa dirinya masih mempunyai kekuatan politik yang didukung oleh jaringan loyalis dan kekuatan rakyat Indonesia. Di akhir jabatannya sebagai Presiden RI tingkat kepuasan rakyat Indonesia kepada Jokowi mencapai angka cukup tinggi di atas 70 persen.
Selain itu, pernyataan di atas juga mengisyaratkan bahwa Jokowi mempunyai keyakinan yang kuat bahwa apa yang dilakukan selama dua periode menjadi presiden sudah berada di jalur yang benar dan tak melanggar hukum, oleh karena itu ia sangat siap menerima segala bentuk serangan apapun dari luar dirinya yang mempersoalkan sikap politiknya saat menjadi presiden.
Ada juga yang menyimpulkan bahwa pernyataan Jokowi itu mengisyaratkan bahwa beliau akan melakukan perlawanan terhadap sikap PDIP yang terus menyerangnya.
Sebagaimana sudah diketahui, partai berlambang banteng bukan saja berani memecat Jokowi, tetapi juga para oknum partai tersebut terus menerus menyerang pribadi dan keluarga Jokowi meskipun beliau sudah tidak lagi menjabat sebagai Presiden RI. Serangan dimulai dari mempersoalkan kebijakan- kebijakan politik dan ekonomi saat menjadi presiden, soal dugaan permintaan tiga periode, soal proses Gibran Rakabuming Raka bisa menjadi wakil presiden, sampai tuduhan ada tindakan korupsi yang dilakukan oleh Jokowi dan keluarga.
Sejumlah media dan institusi NGO ikut menjadi kendaraan para mengkritik dari “musuh musuhi” Jokowi baik dari lingkungan PDIP maupun dari mereka yang kalah pilpres atau kurang diuntungkan, untuk memperkuat bobot politik serangan kepada seorang yang menyandang mantan Presiden RI terbaik versi sebagian besar rakyat Indonesia.
Serangan itu makin menjadi-jadi terutama setelah KPK menetapkan Sekjend PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka yang cepat atau lambat akan segera ditangkap.
Yang paling mengejutkan serangan datang dari sebuah jaringan media internasional, Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Secara tiba-tiba non government organization (NGO) itu mengumumkan beberapa nama tokoh dan pemimpin dunia yang dianggap paling korup. Nama Jokowi masuk menjadi salah satu tokoh yang disebut di dalam list.
Sontak saja publisitas list OCCRP meramaikan jagat maya dan medan pertempuran politik di tanah air. Bagaimana mungkin seorang Jokowi yang disukai oleh lebih dari 70 persen rakyat Indonesia dan meraih sejumlah penghargaan Internasional di dunia bisa masuk ke dalam daftar hitam OCCRP. Sungguh tidak masuk logika.
Oleh karena itu, para elite politik, pendukung, loyalis, dan juga para pengamat melakukan serangan balik ke tubuh OCCRP dan para pendukung OCCRP di tanah air. Mereka mempertanyakan metodologi pengambilan kesimpulan dari hasil pengumpulan opini yang dilakukan oleh pihak OCCRP. Lembaga yang didukung oleh donatur global negara- negara Barat itu ternyata tak bisa membuktikan bahwa Jokowi telah melakukan tindakan korupsi. Lalu, bagaimana mungkin bisa langsung disebut pemimpin paling korup. Ada dugaan kuat bahwa OCCRP telah berkonspirasi dengan musuh-musuh politik Jokowi di dalam negeri dengan cara memaksa memasukan nama Jokowi di dalam list.
Serangan kedua yang tak kalah menarik dilakukan oleh pihak Hasto Kristiyanto dan Connie Rahakundini Bakrie (Sebelumnya Connie dikenal sebagai pengamat militer tapi belakangan menjadi pengkritik Jokowi paling rajin). Keduanya mengaku telah memegang dokumen rahasia yang sekarang kata mereka sudah diamankan di negara Rusia. Jika dokumen tersebut dibuka ke ruang publik konon akan menjadi “bom atom” politik di dalam negeri. Di dalam dokumen disebut-sebut banyak nama elite negeri terlibat terutama nama Jokowi dan keluarga.
Publik dan para elite serta pribadi Jokowi meminta agar isi dokumen dibuktikan saja secara terbuka di ruang publik dalam negeri, kenapa harus disimpan dan diamankan di negara Rusia. Itu kan urusan dalam negeri bangsa sendiri.
Kemungkinan besar “serangan bom” jarak jauh yang hendak dilakukan Connie itupun akan dengan mudah dapat ditangkis dan kandas sendiri sebelum diledakkan atau meledak di atas tanah air NKRI. Alasannya, selain ada kelemahan legal standing dari pihak pemegang dokumen, juga publik mulai meragukan kapasitas, reputasi dan integritas pribadi para pemegang dokumen. Nama Hasto dan Connie adalah dua pribadi yang belakangan dianggap mempunyai potensi masalah hukum. Hasto dinilai publik terlalu banyak bicara yang tak perlu sehingga merusak dan merugikan nama besar PDIP sendiri. Selain itu, Hasto juga sudah menjadi tersangka di KPK. Sedangkan Connie dianggap sering membuat isue-isue politik yang kurang menyenangkan publik dan lemah dalam menyajikan bukti dan fakta. Selain itu, Connie dianggap tidak loyal kepada NKRI, mengapa harus membawa dokumen masalah dalam negeri ke negara lain.
Apakah Jokowi mau melakukan perlawanan,? Ya. Tapi Serangan balik yang dilakukan Jokowi sangat elegan. Yakni tidak melawan apalagi menyerang. Tetap diam, berada di rumahnya di Solo, tidak reaktif, malah sibuk menerima kunjungan banyak tamu yang datang ke rumahnya.
Kalau diibaratkan batu, sikap politik Jokowi adalah batu magnit yang besar dan keras. Banyak orang bermunculan memukul dan menendangnya dari berbagai sudut. Tapi ia diam saja seperti batu yang keras. Malah yang memukul dan menendangnya kesakitan sendiri dan sebagian mental menjauh.
Makin banyak diserang dan dipukul oleh lawan-lawan politik malah makin banyak orang yang mencintai. Namanya makin kokoh di atas puncak popularitas sebagai politisi perorangan yang dicintai rakyat. Rumahnya di Solo makin banyak dikunjungi para elite dan warga biasa. Rumah itu malah menjadi semacam destinasi wisata baru tempat dimana warga berkunjung untuk bertemu dan poto selfi.
Secara pribadi Jokowi memang tidak memiliki partai atau menjadi pengurus salah satu partai yang ada di tanah air. Namun secara pribadi ia memiliki kekuatan politik bak sebuah institusi partai politik resmi. Ucapannya selalu didengar seolah menjadi “titah” bagi para pendukung dan loyalis. Gerakan tubuhnya senantiasa menjadi daya tarik bagi kerumunan banyak warga kemana dan dimanapun ia pergi dan berada. Diamnya beliau di rumah menjadi batu magnit yang menarik bagi para politisi, elite politik, dan warga masyarakat biasa dari berbagai golongan untuk datang kepadanya.
Dalam posisinya yang bukan lagi menjadi siapa-siapa secara struktural di pemerintahan, beliau bermetamorfosis menjadi pribadi tanpa jabatan formal yang memiliki pengaruh besar bagi para elite negeri. Presiden, para ketua partai, ketua MPR dan politisi berdatangan ke rumahnya. Endorse-endorse politiknya kepada sejumlah peserta pilkada dan pilgub kemarin membuahkan hasil yang menggembirakan.
Itulah mungkin yang dimaksud oleh Jokowi sendiri bahwa dirinya adalah pemeran atau pemain politik perorangan. Sebuah kekuatan politik pribadi yang melampaui batas kekuatan dan pengaruh banyak partai politik formal.
Apa yang membuat individu Jokowi bisa memiliki kekuatan dan pengaruh begitu besar dalam politik di negeri ini?
Dalam sejarah manusia, selalu muncul pribadi-pribadi unggul dan hebat yang memiliki pengaruh besar bagi banyak individu, bagi masyarakat maupun bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada negarawan, politisi, seniman, penyair, penulis, budayawan, aktor, aktivis sosial dan lingkungan, juga para agamawan serta spiritualis yang mempunyai nama besar karena kekuatan pribadi yang unggul, memiliki karya besar dan monumental, menerapkan moralitas tinggi, kejujuran dan keikhlasan, serta menjungjung nilai-nilai luhur hingga bisa . mempengaruhi pemikiran dan cara pandang banyak orang dalam melihat dunia (saya tak bersedia menyebut nama tokoh tokoh berpengaruh di dunia, khawatir dianggap mensejajarkan dengan Jokowi).
Dan Jokowi di mata sebagian besar rakyat Indonesia terutama para loyalis dan pendukungnya termasuk orang besar yang berpengaruh karena beberapa faktor:
Diantaranya pertama, Jokowi pernah menjadi Presiden RI dua periode yang sukses, banyak melakukan perubahan dan kemajuan di bidang infrastruktur, membangun. pertumbuhan ekonomi, menyelamatkan aset negara dari ancaman dikuasai pihak asing, serta membangun dan menciptakan demokrasi politik yang damai- kondusif.
Kedua, Jokowi dinilai sebagai pribadi yang yang berahlak baik, santun, nerimo, sederhana, religius, dan tawadhu di tengah hingar-bingar bujukan dan rayuan untuk bisa menikmati hidup mewah sebagai seorang mantan presiden.
Ketiga, Jokowi saat menjadi presiden, gubernur, dan walikota, adalah pekerja keras yang sangat fokus berkarya sehingga hampir tak punya waktu untuk membalas atau merespon sikap dan komentar apapun yang negatif tentang dirinya. Dia begitu yakin jika kekuatan waktu yang akan menjawab semuanya. Yang benar akan tetap menjadi benar dan yang bohong akan terbunuh sendiri oleh waktu.
Apakah dengan begitu Jokowi luput dari kesalahan? Oh tentu saja tidak. Manusia biasa saja tidak bisa luput dari kesalahan, apalagi seorang mantan presiden, gubernur dan walikota, yang mengemban tanggung jawab mengurus segala hal berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Pasti ada saja kesalahannya. Namanya juga masih jadi manusia.
Get the feeling
*) Warga negara biasa, pecinta tanah air NKRI.
6/1/2025