PERNYATAAN BERSAMA, PERSAUDARAAN RAJA & SULTAN NUSANTARA
TENTANG
“TARIK KEMBALI KEPERCAYAAN PENGELOLAAN TANAH RAKYAT OLEH NEGARA, KEMBALIKAN KEDAULATAN TANAH RAKYAT KEPADA PEMILIKNYA”
Sehubungan dengan maraknya kezaliman yang menimpa Rakyat atas tanah adat mereka, khususnya apa yang baru saja menimpa Masyarakat Muslim Melayu Rempang, Masyarakat Adat di IKN dan Rakyat Banten akibat Proyek PSN Rempang Eco City, PSN IKN dan Proyek PSN PIK-2, termasuk diberbagai wilayah Indonesia yang diterapkan status PSN, maka Kami Persaudaraan Raja & Sultan Nusantara, menyampaikan pandangan sebagai berikut:
Pertama, lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak lepas dari peran Para Raja, Sultan, Datuk, Penglingsir, Pemangku Adat terdahulu, yang telah secara sukarela, tulus, ikhlas, menyerahkan Kedaulatan Wilayah dan Rakyatnya, untuk menundukkan diri pada yurisdiksi kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia, yang pertama kali dipimpin oleh Bung Karno.
Kedua, pada tahun 1946 bertempat di Bali, Bung Karno mengundang 54 Raja, Sultan, Datuk, Penglingsir, Pemangku Adat se Nusantara untuk membantu persoalan yang dihadapi Negara, yakni secara de jure Republik Indonesia telah diproklamirkan namun secara de facto Republik Indonesia belum memiliki kedaulatan wilayah dan rakyat untuk dipimpin, dan bersinergi membangun bangsa dan negara.
Atas kesepakatan para Raja, Sultan, Datuk, Penglingsir, Pemangku Adat se Nusantara dalam pertemuan tersebut, maka seluruh kedaulatan wilayah dan rakyat yang berada dalam yurisdiksi kekuasan para Raja, Sultan, Datuk, Penglingsir, Pemangku Adat se Nusantara, termasuk tanah, air, udara serta seluruh kekayaan yang terkandung didalamnya, dipercayakan kepada Bung Karno untuk dijadikan bagian dari yurisdiksi kedaulatan Wilayah Republik Indonesia, dikelola dan memanfaatkan seluruh potensi kekayaan tanah, air, udara serta seluruh kekayaan yang terkandung didalamnya untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (Referensi Raja Samu Samu VI).
Ketiga, atas komitmen penggabungan kedaulatan wilayah dan rakyat 54 Raja, Sultan, Datuk, Penglingsir, Pemangku Adat, Bung Karno mengadopsi ketentuan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang esensinya Negara bukan pemilik, melainkan hanya menguasai dan mengelola tanah, air, dan udara, serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat, selaku pemilik tanah.
Keempat, bahwa dalam perjalanannya saat ini pengelolaan tanah, air, udara serta seluruh kekayaan yang terkandung didalamnya telah melenceng jauh dari amanah para Raja, Sultan, Datuk, Penglingsir, Pemangku Adat terdahulu. Tanah dan kekayaan yang terkandung didalamnya, tidak lagi digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, malah dikuasai dan dieksploitasi untuk keuntungan segelintir orang, baik pribadi, korporasi, swasta bahkan asing.
Kelima, fenomena maraknya perampasan tanah rakyat berdalih Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti yang terjadi di Rempang, lokasi IKN Nusantara hingga apa yang dialami Rakyat di wilayah Kesultanan Banten, juga diberbagai wilayah Indonesia dengan modus status PSN tidak bisa didiamkan. Karena praktik perampasan tanah hanya untuk kepentingan oligarki ini jelas-jelas telah mengkhianati amanah dari para Raja, Sultan, Datuk, Penglingsir, Pemangku Adat terdahulu.
Keenam, karena itu perlu diambil evaluasi dan langkah tegas atas adanya penyimpangan amanah, dan mengembalikan tanah kepada yang berhak, untuk diperjuangkan kembali sesuai dengan amanah para Raja, Sultan, Datuk, Penglingsir, Pemangku Adat terdahulu.
Berdasarkan hal-hal yang telah kami kemukakan diatas, maka kami menyatakan:
1. Menarik kembali amanah atas tanah Wilayah Kerajaan, Kesultanan, Wilayah Datuk, Penglingsir, tanah Pemangku Adat terdahulu yang telah diberikan kepada Negara, dan agar amanah Para Raja, Sultan, Datuk, Penglingsir, Pemangku Adat terdahulu dapat kembali diperjuangkan, yakni agar tanah rakyat dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat.
2. Secara khusus menarik amanah tanah Wilayah Kesultanan Banten dari Negara, dan menyerahkan kembali amanah/kepercayaan tersebut kepada yang mulia Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni Soerjaatmadja, MBA, atau yang bergelar Sultan Syarif Muhammad ash-Shafiuddin, untuk menerima kembali amanah mengelola Tanah Kesultanan Banten, agar dapat diperjuangkan bersama segenap rakyat Banten, untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Banten.
Demikian pernyataan dan penyerahan amanah/kepercayaan disampaikan.
Kampung Kramat, Pakuhaji, Banten, 08 Januari 2025.
TTD
Mayjen TNI (Purn.) Dr. Syamsu Djalal, S.H., M.H.
(Ketua Dewan Penasehat Persaudaraan Raja & Kesultanan Nusantara).