JAKARTASATU.COM– Terkait frasa “merugikan keuangan negara” dalam kasus korupsi, ada pertanyaan paling mendasar yang harus dijawab. Demikian politisi Benny K Harman menanyakan.
“Yaitu lembaga atau institusi atau orang macam apakah yang diberi kewenangan dlm UUD dan atau dlm UU utk menghitung ada tidaknya kerugian negara dalam suatu proyek yang dibiayai dana APBN/APBD?” tanyanya di akun X-nya, Senin.
“Faktanya aparat penegak hukum bisa minta BPK, bisa BPKP, bisa ahli dari Perguruan Tinggi, bisa juga Akuntan Publik. NGO juga bisa. Masyarakat juga bisa. Lalu? Selanjutnya menjadi kewenangan hakim di Pengadilan lah utk menentukannya,” lanjutannya.
Hakim kata Benny juga bisa menghitung sendiri. Tapi kata dia, yang bikin rumit adalah jika perhitungan kerugian keuangan negara dari lembaga-lembaga atau orang-orang yang diberi kewenangan tersebut bertentangan satu sama lain.
“Yg lain bilang ada kerugian, yang lain bilang tidak ada. Apakah APH bisa mentersangkakan orang tanpa ada bukti kerugian negara yg ditentukan terlebih dahulu?” tanyanya.
Namun faktanya kata Benny, aparat penegak hukum menetapkan dahulu orang menjadi Tersangka lalu mencari bukti kerugian negara. Akibatnya, banyak orang tersandera.
“Menjadi TSK bertahun-tahun karena bukti kerugian negara belum ada. Kok bisa? Itu lah negeri kita. Negeri yg sama2 kita cintai,” tukasnya.
Benny tidak menjelaskan terang siapa yang dimaksudnya atas hal tersebut. (RIS)