JAKARTASATU.COM – Pergantian Direktur Utama Subholding PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) berkode PGAS oleh Menteri BUMN Erick Thohir pada RUPST PGN pada 30 Mei 2023 dari M Haryo Yunianto kepada Arief Setiawan Handoko, awalnya menimbulkan harapan besar bagi semua stakeholder untuk bisa menyelesaikan sengkarut gagalnya PGAS merealisasi pengiriman 32 kargo LNG kepada Gunvor Singapore PTE Ltd. Namun, ternyata sengkarut ini berujung pada diseretnya PGAS oleh Gunvor ke The London Court of International Arbitration sejak awal September 2024.
Demikian diungkap Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, Senin (12/1/2025) di Jakarta.
“Pasalnya, PGAS berdalih telah terjadi force majeur sejak November 2023 akibat tidak mampu mengirim 1 kargo LNG pun dari seharusnya 8 kargo LNG setiap tahunnya dari mulai Januari 2024 hingga Desember 2027, klaim force majeur tentu tegas ditolak Gunvor,” ungkap Yusri.
Persoalannya, lanjut Yusri, Gunvor beranggapan PGAS melakukan wanprestasi atas ketentuan Master LNG Sale and Purchase Agreement (MSPA) serta Confirmation Notice (CN) yang sudah ditanda tangani sebelumnya antara PGAS dengan Gunvor pada 23 Juni 2022 di Jenewa, Swiss.
“Awalnya Dirut Pertamina Nicke Widyawati kala itu sempat memuji-muji langkah Dirut PGN Haryo Yunianto berhasil membuat kontrak dengan Gunvor di hadapan rapat Direksi Pertamina Holding. Belakangan terungkap kontrak tersebut berpotensi merugikan PGN ratusan juta Dollar Amerika,” beber Yusri.
Sebab, kata Yusri, kargo LNG yang dijual ini merupakan notifikasi kargo LNG Pertamina holding dengan Woodside Ltd Australia, cilakanya harganya lebih mahal dari harga yang telah disepakati antara PGAS dengan Gunvor.
“Fakta yang tak terbantahkan hingga hari ini bahwa Pertamina meraih untung besar sekitar USD 100 juta hingga akhir 2024 dalam berkontrak LNG Corpus Cristy Limited USA, hanya ironisnya Karen Agustiawan harusnya sebagai pahlawan bagi Pertamina malah bernasib tragis meringkuk dalam tahanan sebagai terpidana,” ungkap Yusri.
Yusri menjelaskan, meskipun manajemen PGN sudah mendatangkan ahli dari SKK Migas dan Pertamina serta konsultan hukum bertaraf internasional dengan konsekwensi merogoh banyak kocek PGN untuk menghindari pemenuhan kewajiban PGN terhadap Gunvor dengan strategi “force majeur”, namun menurut banyak konsultan hukum bahwa strategi “force majeur” diajukan itu dianggap aneh, lantaran belum memiliki aset tetapi sudah dijual ke pihak ketiga.
“Sehingga bisa timbul spekulasi di antara mereka bahwa disinyalir bahwa ahli-ahli itu hanya sekedar mencari manfaat dalam kesulitan perusahaan,” ungkap Yusri.
Sementara itu, lanjut Yusri, di saat belum ada kepastian berapa besar kerugian yang akan dialami PGN atas keteledoran dalam berkontrak dengan Gunvor, ternyata PGN mengalami penurunan pasokan gas dari lapangan KKKS khususnya di Jawa Bagian Barat mulai akhir tahun 2024 hingga tahun 2029.
“Di tahun 2025 untuk industri Jawa Bagian Barat mengalami penurunan pasokan gas hampir separuh dari sebelumnya. Hal tersebut berdasarkan surat PGN pada akhir tahun 2024 kepada kalangan industri yang menyatakan akan membatasi konsumsi gas pipa ke pelanggan hanya sampai sekitar 45 persen hingga 55 persen, kekurangan akan disupply dari gas regasifikasi (LNG) dengan harga hampir dua kali lipat dari harga gas pipa,” beber Yusri.
Namun anehnya, kata Yusri, hingga hari ini belum ada informasi dari PGN yang menjelaskan dari mana sumber pasokan LNG didapat yang akan digunakan untuk menambal kekurangan pasokan gas pipa, termasuk belum ada penjelasan berapa harga belinya.
“Sebab, belakangan muncul kecurigaan dari kalangan industri pengguna gas bahwa diduga jangan-jangan PGN menggunakan pasokan LNG sebagai alat untuk menaikan harga meskipun disuply ke pelanggan tetap gas pipa, bukan LNG,” ungkap Yusri.
Menurut Yusri, kabarnya kecurigaan itu muncul akibat volume tagihan LNG PGN ke pelanggan industri jauh lebih besar dari kontrak pasok LNG-nya.
“Sehingga kejelasan dan keterbukaan informasi atas kondisi pasokan gas industri sangat dibutuhkan para pengusaha masing-masing industri dari manajemen PGN agar tidak berkembang spekulasi bernada negatif. Apalagi di saat pengusaha dihadapkan dalam kondisi yang sulit, yaitu akibat naiknya PPN sekaligus penurunan daya beli masyarakat,” ulas Yusri.
Sayangnya, lanjut Yusri, di akahir tahun 2024, PGN tidak mengungkapkan fakta material tersebut ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai keterbukaan informasi sebagaimana diatur menurut UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
“Khususnya harus dijelaskan dari mana PGN bisa menutup penurunan pasokan gas dari 410 BBTUD menjadi 270 BBTUD. PGN juga harus terbuka soal apakah sudah memiliki kontrak LNG untuk menutupi defisit pasokannya,” ungkap Yusri.
Dikatakan Yusri, jika hal tersebut tidak dijelaskan, maka dapat menimbulkan distorsi dalam pengambilan keputusan investasi para investor dan dampaknya sangat bisa merugikan pemegang saham.
*Surat Kaleng Yayang Bebeb Beredar Luas*
Ironisnya, ungkap Yusri, di saat begitu banyak persoalan yang lagi dihadapi oleh manajemen PGN selama ini, termasuk menumpuknya beberapa kasus dugaan korupsi warisan mantan Dirut PGN Hendi Priyo dkk di KPK yang sejak April 2023 telah dilaporkan resmi oleh BPK- RI yang berdasarkan LHP BPK periode 2017 sd 2022 ada 16 temuan besar potensi kerugian, malah di awal tahun 2025 CERI mendapatkan kiriman pesan berantai dari SP Karyawan PGN lewat whatsapp soal beredarnya perbuatan tidak senonoh dari pejabat PGN soal “yayang dan bebeb berselemak wine di berbagai negara”.
“Meskipun belakangan pesan berantai tersebut dibantah oleh SP PGN dan menyatakan bahwa pesan itu hoax, tapi mohon maaf kami CERI bukan lembaga abal abal yang mudah percaya saja, akan tetapi berdasarkan jaringan informasi kami yang sangat luas dan kami melakukan check dan richeck setiap informasi, maka malah agak mempercayai adanya informasi tersebut termasuk adanya dugaan cawe cawe Mr James dalam mengatur jabatan di PGN,” pungkas Yusri.
Tapi kawan kawan bersabarlah bahwa dalam hitungan hari pembentukan PT Danantara akan ditetapkan Presiden Prabowo, setelah itu Pertamina bukan dibawah kendali Kementerian BUMN, tutup Yusri. (*)