Nonpropaganda

Oleh Taufan S Chandranegara, praktisi seni, penulis

Membaca tanda-tanda alam maka kewajiban manusia hanya tunduk pada iman-Nya. Bukan tunduk pada manusia demi memperoleh jabatan, apalagi carmuk sekadar asal bapak senang. Set dah kagak boleh cuy. Kewajaran, hampir mirip bekal natural. Sebagaimana awal mula dilahirkan dari rahim seorang Ibu. Telanjang serta tangis membuka kehidupan menuju kewajaran pendewasaan kelak.

Komitmen, serupa janji pada kehidupan bukan asal pamajikan senang, demi naik pangkat atau naik gaji, sementara kepiawaian pengusaan keahlian sekadar plagiat dari contekan, hiks. Kalau beriman sekadar nyontek seperti tetangga sebelah apa artinya ruh dalam tubuh dari Ilahi; itu artinya si empunya tubuh tak bersyukur atas segala bentuk karunia telah di rahmatkan Ilahi.

Mencoba menepis fitrah Ilahi; atas segala karunia telah dilimpahkan kepada si empunya ruh dan tubuh. Lantas apakah pantas disebut beriman kalau segala karunia Ilahi, telah menjadi milik takdirnya tak di manfaatkan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan dirinya pun untuk lingkungannya, lantas disebut pengabdian. Kayakinan apa lagi kalau segala karunia Ilahi tak disyukuri.

Pengabdian tak sekadar bentuk kata kerja ataupun kata sifat; esen daya penetrasi jiwa untuk tubuh inheren lingkungannya. Pemanfaat kehidupan bermanfaat bagi sesamanya. Untuk mencapai hal itu tak harus menjadi pemimpin besar bla bla, cukup memberi keteladan kepada anak cucu di rumah, lewat kemaslahatan perilaku edukatif menciptakan ruang-ruang komunikatif santun, iman mumpuni.

Komunikasi, pengabdian ataupun pengabdian komunikasi antar keluarga sungguh kemuliaan untuk berbagai kebutuhan esen kehidupan pendewasaan diri sendiri inheren anak cucu. Barangkali serupa pertemuan rasa syukur atas kelimpahan perjalanan hidup dengan segala pelajaran menuju ujian mnyelesaikan jawaban kewajiban Keilahian, sepanjang waktu hidup bersama keluarga dalam bimbingan hukum Ilahi.

Tak sekadar penyertaan sebagaimana kewajiban melekat pada ruh dan tubuh; melangkah pasti membuka hati dalam keimanan seluas alam raya, sebab di dalamnya esensial kewajiban melaksanakan kewahyuan telah menjadi karunia sejarah pertumbuhan keimanan para kemuliaan penerima Kewahyuan berkat Keilahian.

Kewajiban persaudaraan kedewasaan manusia bersama anak cucu melanjutkan kemuliaan Ilahi telah ditasbihkan langit kepada Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab berkewajiban menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa, melekat dalam ruh di badan. Itu sebabnya pula tak boleh melakukan pelanggaran ketentuan Ketuhanan, sebagaimana telah difitrahkan junjungan kemuliaan untuk melaksanakan kewajiban.

***

Jakartasatu Indonesia, Januari 16, 2025.

Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.