EDITORIAL JAKARTASATU.COM: KENAPA MENTERI SATRYO? MALU DONG PADA NAMA BESAR…
NAMANYA membawa nama bapaknya Profesor Soemantri Brodjonegoro (3 Juni 1926 – 18 Desember 1973), yang pernah manjadi mantan Rektor Universitas Indonesia dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1973 dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia pada tahun 1967 hingga 1973. Ia guru besar teknik kimia Institut Teknologi Bandung.Ia meninggal dunia dalam masa jabatannya sebagai Mendikbud dan digantikan oleh Syarief Thayeb.
Dan kini Satryo Brodjonegoro adalah putra dari Profesor Soemantri Brodjonegoro, menjadi Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Indonesia ke-6 sejak 21 Oktober 2024 dikabinet Presiden Prabowo Subianto dan ada Wakilnya Fauzan dan
Stella Christie.
Lantas ada peristiwa yang termasuk menimbulkan perasaan tidak nyaman, baik bagi pihak yang terlibat langsung maupun bagi publik yang mengetahui situasi tersebut.
Ada tindakan Menteri Satryo yang mengusir Neni Herlina terkait masalah ruang kerja tampaknya bisa dianggap sebagai perilaku yang tidak profesional, mengingat ini menyangkut masalah yang lebih administratif daripada yang seharusnya menjadi alasan pemindahan atau pergeseran tugas seorang pegawai.
Keputusan atau tindakan yang tidak berdasarkan pertimbangan yang matang atau tidak memperhatikan etika komunikasi antar pegawai bisa menciptakan ketegangan yang lebih besar dan merusak hubungan kerja dalam pemerintahan.
Proses administrasi yang melibatkan ASN seharusnya dilakukan dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan sesuai dengan aturan yang ada.
Bawa nama besar seperti ini memang bisa memicu ketegangan antara pemerintah dan pegawai, terutama ketika menyangkut isu pemecatan yang dianggap mendadak atau tidak adil.
Tindakan atau kebijakan yang memengaruhi ASN bisa menciptakan ketidakpuasan, apalagi jika prosesnya tidak transparan atau tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Demo muncul ASN. Dan beredarnya rekaman…sungguh tak pantas.
Bahkan dari demo itu pegawai yang membawa spanduk tersebut menggambarkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap perlakuan yang mereka terima, yang dianggap tidak menghargai martabat mereka sebagai ASN.
Pesan pada spanduk, “Kami ASN dibayar oleh negara, bekerja untuk negara, bukan untuk babu keluarga,” menegaskan perasaan bahwa mereka tidak diperlakukan dengan adil dan profesional, serta menyiratkan kekecewaan terhadap keputusan atau sikap yang dianggap melanggar etika dan nilai-nilai kesetaraan dalam lingkungan kerja pemerintahan.
Situasi semacam ini memang bisa menciptakan ketegangan dan mempengaruhi hubungan antara pegawai dengan pimpinan maka muncul juga akan pemanggilan oleh Komisi X DPR RI untuk meminta klarifikasi bisa menjadi langkah penting untuk memahami konteks dari kebijakan tersebut dan mendengarkan perspektif semua pihak yang terlibat.
Hal ini juga menunjukkan pentingnya penghormatan terhadap peran dan hak-hak ASN, serta perlunya transparansi dan komunikasi yang baik dalam setiap kebijakan yang melibatkan mereka. Jika tidak ditangani dengan bijak, hal ini berpotensi merusak citra institusi pemerintahan di mata publik.
Betul, permintaan maaf dari pihak yang terlibat, dalam hal ini Menteri Satryo, akan sangat membantu meredakan ketegangan dan menunjukkan sikap profesionalisme. Sebuah permintaan maaf yang tulus bisa memperbaiki hubungan kerja yang telah terganggu, serta menciptakan atmosfer yang lebih saling menghormati di tempat kerja. Marah atau bersikap tegas memang perlu dalam beberapa situasi, tetapi tetap harus dilakukan dengan mempertimbangkan etika, rasa hormat, dan cara komunikasi yang baik. Langkah selanjutnya bisa berupa klarifikasi terbuka terkait kejadian tersebut, serta peninjauan kembali kebijakan atau prosedur yang menyebabkan ketidakpuasan di kalangan pegawai. Ini juga bisa menjadi kesempatan untuk memperbaiki budaya kerja yang lebih sehat dan adil.
Dan mestinya juga demo itu untuk jelasnya bukan “Kami ASN dibayar oleh rakyat yang setor pajak ke negara, bekerja untuk Bangsa, bukan untuk babu keluarga Menteri,”… Nah lohhh, jadi menteri yang pernah di karatina sebelum bekerja oleh Presiden itu, bagaimana manfaatnya, kok seperti tak ada yang menempel, dan lebih malu juga sebagai keluarga yang hampir 3 nama pernah menjadi menteri keluarga Brodjonegoro itu, apa tak malu? (ed/jaksat)