Refleksi Isra Miraj Dalam Kehidupan
BACHTIAR
Alumni Youth Islamic Study Club (YISC) Al Azhar Angkatan’70an
Pada hakekatnya peristiwa isra miraj adalah perjumpaan seorang hamba dengan sang penciptaNya, yaitu Allah SWT di sidratul muntaha.
Allah SWT adalah sebagai Khalik yang meciptakan makhluknya dengan segala aturannya. Manusia sebagai khalifah di muka bumi pada akhirnya akan kembali kepadaNya dengan membawa amal perbuatanya selama kehidupan di muka bumi.
Petemuan dengan Allah SWT adalah merupakan pencapaian puncak tertinggi bagi makhluknya.
Pertemuan ini hanya dapat dicapai ketika seorang hamba masuk ke surga sebagaimana di dalam surat Al Qiyamah ayat 22-23 Wajah-wajah orang mukmin pada hari itu berseri-seri, (karena) memandang Tuhannya dan hadist Bukhari yang menjelaskan bahwa orang-orang beriman akan melihat Allah SWT secara langsung di akhirat. Hal ini terjadi ketika hambanya sudah tidak dalam kehidupan di dunia.
Pertemuan langsung Allah SWT kepada hambanya yang masih dalam kehidupan di dunia adalah 1. Nabi Musa as, 2. Muhammad Rasulullah saw.
Pertemuan ini di tempat yang berbeda. Nabi as Musa di bukit Tursina sedangkan Rasulullah di sidratul muntaha (langit ke 7).
Tempat perjumpaan kedua hamba Allah tersebut juga memberikan isyarat kualifikasi hambanya untuk bertemu denganNya.
Pada pertemuan tersebut Rasulullah SAW mendapat perintah untuk mengerjakan sholat beserta umatnya dalam 5 waktu sehari.
Ada istilah shalat sebagai mi’rajul mukminin atau shalat adalah miraj seorang muknim bejumpa dengan Maha Penciptanya yaitu Allah SWT.
Di sela-sela kehidupan keseharian kita melakukan shalat 5 waktu. Hal ini kita lakukan adalah dalam rangka menjaga hubungan (perjumpaan) kita dengan Allah SWT. Dalam perjumpaan itu kita berjanji seluruh aktivitas kehidupan kita hanya beribadah kapadanya serta memohon ampunan atas kesalahan yang kita perbuat serta memohon petunjuk dan bimbingan dalam rangka mendapatkan ridhaNya.
Perjunpaan dengan Allah SWT dengan shalat hanya dapat memenuhi syarat bilamana kesucian secara fisik maupun bantin sebagaimana persiapan Rasulullah ketika akan isra miraj. Beliau dibersihkan hatinya terlebih dahulu oleh Jibril.
Dalam satu tulisan diinformasikan bahwa Jibril mengisi hati Rasulullah dengan iman dan hikmah dan juga membersihkan dari kotoran hati, seperi ujub, takabur, riya dan hasad.
Dengan memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut, maka in sya Allah kita dapat berjumpa dengan Allah SWT.
Untuk menjadi makhluk manusia yang sehat secara jasmani, kita perlu memkonsumsi makanan yang sehat dari apa yang ada di bumi ini. Sedangkan konsumsi rohani kita dalah bagaimana menjaga hubungan kita Allah SWT melalui shalat yang benar. Selepas shalat hati, cara berpikr dan tindakan kita ada perubahan atau meningkat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dan pada akhirnya bermuara kepada akhlaq.
Bilamana tidak ada perubahan setelah shalat bahkan melakukan perbuatan sebaliknya, maka perlu dipertanykan kualitas shalatnya.
Perjalanan isra miraj dilakukan malam hari, dimana suasana dalam keadaan hening sehingga memungkinkan kosentrasi semakin terpusat.
Mungkin ini yang diajurkan ke umat islam untuk melakukan shalat malam (tahajud) agar suasananya mendukung untuk bermunajat kepada Allah SWT. agar kita mendapakan ridhaNya untuk selamat di dunia dam akhirat.
والله أعلم بالصواب
PR 27 Jan’25