Paradigma Baru Transmigrasi

JAKARTASATU.COM– JUDUL di atas, hendak menjawab diksi transmigrasi yang jamak dimengerti arti. Adalah perpindahan penduduk dari daerah padat ke daerah kurang penduduknya.

Kekinian, makna itu sangat berbeda. Transmigrasi sebagai nomenklatur kementerian atau Kementrans melangkah dengan paradigma baru.

Kementrans yang kembali berdiri sendiri dipimpin Muh. Iftitah Sulaiman Suryanegara dengan wakilnya, Viva Yoga Mauladi. Keduanya dikenal maniak gawe dan visioner.

Wamentrans, Viva Yoga menjelaskan serba lintas yang cukup mengurai bernas. Kementeriannya sebagai fasilitator, tak lagi operator yang sentralistik — kini menjadi bersifat desentralisasi. Dengan kata lain, tak setara top down — melainkan buttom up. Itulah sisi penting dan mendasar dalam konteks paradigma baru.

Sebelum ini, Kementrans berorientasi pada jumlah penduduk yang dipindahkan. Sebaliknya, kali ini pada peningkatan kesejahteraan penduduk di kawasan transmigrasi. Tak lagi eksklusif, tapi menjadi inklusif. Tak bersifat sektoral, melainkan kolaboratif — sinerji dengan kementerian lain.

Seputar kegiatan transmigrasi, mengingatkan penulis semasih mahasiswa Unpad pada 1976. Mengikuti kunjungan serupa study tour ke daerah transmigrasi Tulangbawang, Provinsi Lampung.

Menyusuri jalan mirip kubangan   dari titik pemberangkatan terminal Rajabasa ke lokasi sejauh 170 km, waktu tempuh sekira lima jam. Sejauh mata memandang di kawasan transmigrasi Tulangbawang, tampak (masih) kering kerontang. Tampak pula bekas kerusakan hutan dan lingkungan. Kini, Tulangbawang telah menjadi kabupaten sejak 20 Maret 1997. Seluas 4.386 km2 dengan populasi penduduk per 2024 berjumlah 433.570 jiwa. Praktis sudah berkembang dan bermajuan dalam tempo 20 tahun. Bukan lagi kawasan transmigrasi, melainkan daerah pertumbuhan bernama Kabupaten Tulangbawang.

Karena itu pula, Kementrans tak lagi mengolah transmigrasi dalam arti harfiah. Kali, ini lebih pada kebijakan pembangunan berkelanjutan dan pengembangan kawasan transmigrasi. Secara simultan, mencakup pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakatnya.

Kementerian Transmigrasi secara mandiri berlaku, menyusul revisi Undang-undang  Kementerian Negara nomor 61 tahun 2024. Perubahan dari 34 kementerian menjadi 46 kementerian. Sebelumnya selama dua periode pemerintahan (2014 – 2024), menyatu pada Kemendes, PDT & Transmigrasi.

Perubahan nomenklatur Kementerian Transmigrasi, sbb:
– Kantor Menteri Negara Urusan Transmigrasi (1958–1959).
– Departemen Menteri Transmigrasi, Koperasi, dan Pembangunan Masyarakat Desa (1959–1962; 1963–1964)
– Departemen Transmigrasi dan Koperasi (1964–1966).
– Departemen Transmigrasi (1966).
– Departemen Transmigrasi, Veteran, dan Demobilisasi (1967–1968).
– Departemen Transmigrasi dan Koperasi (1968–1973).
– Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi (1973–1978).
– Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (1978–1983)
– Departemen Transmigrasi (1983–1998)
– Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (1998–1999)
– Kantor Menteri Negara Transmigrasi dan Kependudukan (1999–2000), selanjutnya dihapus pada era Presiden Gusdur.
– Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2000–2009).
– Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2009–2014)
– Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (2014–2024).
– Kementerian Transmigrasi (2024–sekarang).
Catatan: Sebutan Kementerian merupakan perubahan dari nama Departemen, berdasarkan Undang-undang 39/2008 dan Perpres 47/2009.

Kegiatan bidang transmigrasi, kembali dipecut Presiden Prabowo Subianto. Tak melulu pada tupoksi bidang kerja. Pun aspek keamanan dalam rangka mengintegrasikan dan melindungi NKRI.

Viva Yoga dalam kapasitas Wamentrans tak merinci. Namun tupoksinya terfragmentasi dan terintegrasi. Meliputi program Swasembada Pangan melalui pengembangan kawasan transmigrasi sebagai lumbung pangan. Khususnya pajale (padi, jagung dan kedelai). Kejaran berdaulat secara pangan, enerji, air dan hilirisasi. Mengingatkan visi strategi Presiden Prabowo, bertajuk Paradigma Baru Transmigrasi. Semoga.***

– imam wahyudi (iW)