GAS MELON
Oleh : Girarda
Pemerhati sosial
Di suatu warung terdengar obrolan ringan kelakar ” Sudah kemana mana cari gas melon tidak ada. Mungkin usaha kecil seperti kita ini pelan-pelan biar mati”.
Suatu kelakar ironis yang tidak pantas. Bukankah usaha kecil diutamakan dengan adanya Kementrian yang khusus mengurusnya. Tentu untuk membuktikan bahwa usaha kecil dilindungi dan dikembangkan, perlu hasil nyata.
Ketersediaan gas sebagai salah satu energi adalah sangat penting. Bukan hanya untuk usaha kecil saja tetapi untuk semua rakyat, sebagaimana menjadi program utama pemerintah, ketahanan energi. Bilamana terjadi antrian untuk membeli gas, tentu timbul pertanyaan ada apakah. Ini kan masa normal bukan kondisi perang atau bencana alam. Antrian beli gas, bukan gratis, sesuatu yang tidak pantas ada di negeri gemah ripah loh jinawi, 80 tahun sudah merdeka.
Ketersediaan energi termasuk gas adalah kewajiban pemerintah sebagai penyelenggara negara. Dalam prakteknya oleh Pertamina saja untuk gas melon. Tentu Pertamina punya tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa energi sampai ke rakyat yang membutuhkan, khususnya gas melon, dengan kontinyu dan bisa diandalkan. Bila itu ada gangguan seperti timbul antrian karena langka maka perlu diusut dimana masalahnya. Jadi ingat dimana aparat turun tangan untuk menindak penimbun. Atau perlu dimasalahkan hak eksklusif, monopoli, penyediaan energi khususnya gas melon oleh Pertamina.
Perlu diingat bahwa lahirnya gas melon adalah suatu transformasi panjang dari pemakaian minyak tanah sebagai sumber energi. Tidak mudah untuk merubah kebiasaan yang sudah berjalan turun temurun. Rakyat bisa menerima tanpa ada gejolak. Antrian pembelian gas melon, sebagai simbol kelangkaan sediaan, jangan sampai merusak keberhasilan tranformasi energi dari minyak tanah menjadi gas elpiji.