Foto: dok. akun X LBH Jakarta

JAKARTASATU.COM– Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) lewat akun X-nya, Ahad (9/2/2025) malam, menginfokan bahwa puluhan polisi dengan brutal mengacak-acak kampung warga dan lingkungan pesantren. Mereka bahkan melepaskan tembakan yang membuat warga ketakutan.

Tidak hanya itu, menurut laporan LBH Jakarta, polisi juga melakukan tindak kekerasan dan penangkapan kepada warga.

“Hingga kini, 9 warga ditahan secara sewenang-wenang, termasuk anak-anak, tanpa akses bantuan hukum. Kami mendesak Kapolri dan lembaga terkait untuk membebaskan warga, menghentikan intimidasi, serta mengusut tindakan represif aparat. Jangan biarkan ketidakadilan terus terjadi!” tulis akun LBH Jakarta, dikutip jakartasatu.com, Selasa (11/2/2025).

Polda Banten Lakukan Penangkapan Sewenang-wenang dan Tindakan Kekerasan

LBH Jakarta menginfokan bahwa tindakan brutal polisi terjadi pada hari Jumat, 7 Februari 2025 pukul 00.30 WIB. Puluhan polisi dari Polda Banten menggeruduk dan mendobrak rumah warga tanpa menunjukkan surat tugas dan tanpa menjelaskan masalah apa pun.

Kepolisian juga membombardir Pondok Pesantren dan menangkap anak-anak santri yang sedang beristirahat. Polisi juga sempat menodongkan senjata api kepada warga.

Warga Diintimidasi Polisi

Setelah kejadian itu, LBH Jakarta melaporkan beberapa warga masih mengalami trauma. Hingga sekarang, situasi di Kampung Cibetus, Padarincang, Banten masih mencekam karena banyak polisi dengan senjata lengkap yang berkeliaran.

Tindakan arogan polisi tersebut malah diikuti dengan banyaknya polisi yang mengintimidasi warga agar menyatakan bahwa kebrutalan polisi yang terjadi adalah hoax.

Penangkapan dan Penahanan Tidak Sah

Hingga kini, sudah ada 9 (sembilan) orang warga yang ditangkap, ditetapkan sebagai tersangka, dan ditahan secara sewenang-wenang oleh Polda Banten, di antaranya tiga laki- laki dewasa, satu perempuan, dan lima orang santri anak.

Kesemuanya ditahan di Rumah Tahanan Polda Banten oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Subdit III Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) dengan dugaan melanggar Pasal 170 jo, Pasal 55 KUHP tentang kekerasan yang dilakukan di muka

umum.

Polda Menghalang-halangi Akses Bantuan Hukum

Hingga kini, Polda Banten tidak membuka akses pendampingan atau bantuan hukum. Selain itu, anak-anak yang menjadi tersangka tidak didampingi oleh Petugas dari Balai Pemasyarakatan sebagaimana diatur dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak.

LBH Jakarta dan atau Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) mendesak:

1. Kapolri memerintahkan Kapolda Banten untuk membuka akses bantuan hukum dan membebaskan seluruh warga yang ditangkap;

2. Kapolri memerintahkan Kapolda Banten agar seluruh polisi yang masih berada di Padarincang meninggalkan lokasi karena menimbulkan ketakutan dan berpotensi menimbulkan tindakan sewenang-wenang lebih lanjut;

3. Kapolri memerintahkan Kapolda Banten untuk melakukan pemulihan kondisi fisik dan psikis masyarakat yang menjadi korban tindak kekerasan polisi;

4.Kapolri memerintahkan Kepala Divisi Propam untuk memeriksa Kapolda Banten dan semua polisi yang terlibat dalam tindakan sewenang-wenang di Padarincang;

5. Kompolnas, Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, untuk memberikan perlindungan dan pemulihan kepada warga Padarincang yang menjadi korban atau berpotensi menjadi korban dalam peristiwa tersebut.

“@DivHumas_Polri @ListyoSigitP @ahriesonta segera bebaskan warga dan ulama! Jangan hadap-hadapkan mereka dengan brutalitas dan kesewenang-wenangan polisi!” (RIS)