Petisi Batalkan Penetapan Tersangka Tiga Pejuang Rempang: Hentikan Kriminalisasi Masyarakat Adat

JAKARTASATU.COM— Pulau Rempang, yang telah dihuni oleh masyarakat adat selama berabad-abad, kini berada dalam ancaman besar akibat Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City.

Proyek ini menggandeng Xinyi Group, sebuah perusahaan asal Tiongkok yang berencana melakukan investasi besar di Rempang Eco City, melalui PT Makmur Elok Graha (MEG) dan BP Batam. Proyek ini akan mengembangkan kawasan industri dan pariwisata, namun mengabaikan keberadaan serta hak-hak masyarakat yang telah lama tinggal di sana.

Masyarakat Rempang menolak proyek ini karena akan menggusur mereka dari tanah leluhur tanpa mekanisme konsultasi yang adil dan transparan. Upaya perlawanan telah dilakukan sejak awal melalui aksi damai, pemasangan spanduk penolakan, hingga pelaporan berbagai intimidasi yang mereka alami. Namun, bukannya mendapat perlindungan, mereka justru menjadi sasaran kriminalisasi dan kekerasan aparat serta pihak perusahaan.

Pada 17 Desember 2024, masyarakat Pulau Rempang mengalami serangan brutal dari Tim Keamanan PT MEG. Serangan ini berawal dari upaya masyarakat mempertahankan hak atas tanah mereka yang terancam oleh PSN Rempang Eco-City. Warga yang mencoba menghentikan pengrusakan spanduk penolakan terhadap proyek ini justru mendapat intimidasi dan kekerasan.

Malam itu, puluhan karyawan PT MEG datang dengan kendaraan tanpa plat nomor dan menyerang warga yang berada di Posko Sembulang Hulu. Mereka tidak hanya menghancurkan posko dan kendaraan warga, tetapi juga melakukan pengeroyokan terhadap masyarakat. Akibatnya, beberapa warga mengalami luka serius, bahkan harus dirawat di rumah sakit.

Alih-alih menindak pelaku kekerasan, kepolisian justru menetapkan tiga warga sebagai tersangka, yaitu Siti Hawa (alias Nenek Awe, 67 tahun), Sani Rio (37 tahun), dan Abu Bakar (alias Pak Aceh, 54 tahun). Ketiganya dituduh melakukan perampasan kemerdekaan melalui jeratan pasal 333 KUHP, sementara hanya dua orang dari 30 pelaku penyerangan dari PT MEG yang dijadikan tersangka.

HENTIKAN KRIMINALISASI MASYARAKAT ADAT PULAU REMPANG! CABUT STATUS TERSANGKA SITI HAWA, ABU BAKAR, DAN SANI RIO!

Kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat Rempang adalah bukti nyata bagaimana hukum diperalat untuk membungkam perjuangan rakyat yang mempertahankan tanah dan ruang hidupnya. Penetapan tersangka terhadap Siti Hawa, Sani Rio, dan Abu Bakar bukan sekadar tindakan hukum, tetapi bagian dari strategi sistematis untuk menyingkirkan masyarakat adat dari tanah leluhurnya!

Kriminalisasi ini menunjukkan ketimpangan dalam penegakan hukum. Saat puluhan orang dari Tim Keamanan PT. MEG menyerang, menghancurkan posko, dan melukai warga, hanya dua orang yang diproses hukum. Sementara itu, tiga warga yang hanya membela haknya malah dituduh melakukan kejahatan!

Selain itu, kriminalisasi ini juga merupakan bukti kekerasan struktural! Penyerangan yang dilakukan oleh Tim Keamanan PT. MEG bersifat terorganisir, sistematis, dan bertujuan untuk menakut-nakuti warga agar pergi dari tanah mereka sendiri. Lebih parah lagi, aparat kepolisian justru berpihak kepada perusahaan dengan menangkap korban dan membiarkan para pelaku kekerasan bebas berkeliaran!

Kriminalisasi ini adalah pelanggaran hak asasi manusia! Masyarakat adat Rempang berhak atas tanah dan ruang hidupnya, berhak untuk menolak penggusuran paksa, dan berhak untuk hidup tanpa intimidasi. Negara seharusnya melindungi rakyatnya, bukan menjadi alat kepentingan investasi!.

Sementara itu akun WalhiRiau di media sosial X mengunggah seruan tanda tangan petisi “Batalkan Penetapan Tersangka Tiga Pejuang Rempang: Hentikan Kriminalisasi Masyarakat Adat!”
Tandatangani petisi sekarang: 👉 chng.it/W8hxfLkrVV. (Yoss)

Sumber : www.change.org/p/