Terkait Efisiensi Anggaran, Dahnil Anzar: Minta Para Menteri Mendengarkan Seksama Perintah Presiden
JAKARTASATU.COM— Kebijakan efisiensi anggaran pemerintahan Presiden Prabowo telah tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025 dan Keputusan Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025 tentang Efisiensi Belanja K/L dalam Pelaksanaan APBN 2025
Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Dahnil Anzar Simanjuntak meminta para menteri mendengarkan secara seksama perintah Presiden Prabowo terkait efisiensi anggaran. Hal tersebut disampaikan melalui akun X-nya pada Kamis, 13/2/2025.
“Ada baiknya para Menteri yang komentar terkait efisiensi bisa berdampak pada beasiswa, biaya sekolah, biaya kuliah, gaji honorer, PHK dll. Mendengarkan dengan seksama perintah Presiden,” kata Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Dahnil Anzar Simanjuntak.
“Efisiensi hanya dilakukan terhadap alokasi anggaran yang tidak tepat dan tidak terkait langsung pelayanan publik atau pun SDM,” sambungnya
“Perintah Presiden sangat terang dan jelas. Bahkan telah dilakukan restrukturisasi kalau-kalau masih ada yang salah sasaran,” Dahnil menegaskan.
Diketahui, Kompas, “Hampir Semua Kementerian dan Lembaga Kena Efisiensi Anggaran”, 12/2/2025. Setelah sempat mengecualikan sejumlah kementerian dan lembaga dari kewajiban efisiensi anggaran, kini hampir semua kementerian dan lembaga akhirnya tetap dikenai efisiensi anggaran. Lembaga itu termasuk instansi penegak hukum, lembaga legislatif-yudikatif, dan lembaga audit negara yang sebelumnya lolos dari pemangkasan.
Kebijakan tersebut berubah setelah pemerintah melakukan rekonstruksi atau evaluasi ulang terhadap kebijakan efisiensi anggaran yang sebelumnya diperintahkan Prabowo lewat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025.
Sepanjang Rabu (12/2/2025) sampai Kamis (13/2), semua kementerian dan lembaga (K/L) pun menggelar rapat dengan mitra kerja masing-masing di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Itu karena semua K/L mesti menyerahkan hasil rencana efisiensi anggarannya yang sudah disetujui DPR ke Kementerian Keuangan paling lambat pada 14 Februari 2025.
Ketua Badan Anggaran DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Said Abdullah mengatakan, meskipun ada rekonstruksi efisiensi anggaran, total nilai efisiensi anggaran tetap Rp 306,7 triliun sesuai Inpres No 1/2025. Namun, sebagai gantinya, semua K/L kali ini terkena efisiensi, kecuali Badan Gizi Nasional. Berubah dari kebijakan awal di mana ada 16 K/L lolos dari pemangkasan.
Sebelumnya, 16 K/L yang lolos dari efisiensi anggaran itu adalah lembaga penegak hukum, lembaga audit negara, lembaga yudikatif dan legislatif, dan sejumlah kementerian.
”Besaran efisiensi tetap saja Rp 306,7 triliun. Seluruh K/L semuanya kena, kecuali Badan Gizi Nasional. Supaya fair, dong, kalau semua K/L kena. Biar adil,” kata Said saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/2).
Menurut dia, angka efisiensi sebesar Rp 306,7 triliun muncul dari hasil perbincangan antara Prabowo dengan Kemenkeu.
”Itu angka yang didapat setelah menyisir pos belanja barang, belanja modal, termasuk transfer ke daerah (TKD). Semestinya (dari) Kemenkeu, bahwa Kemenkeu bicarakan itu dengan Presiden karena otoritasnya Kemenkeu langsung di bawah Presiden,” ucap Said.
Besaran efisiensi berubah
Berdasarkan hasil rapat antara pemerintah dan DPR sepanjang Rabu siang, beberapa lembaga penegak hukum dan lembaga audit yang sebelumnya dikecualikan dari efisiensi akhirnya ikut diminta memangkas anggaran.
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) akhirnya memangkas Rp 20 triliun, Kejaksaan Agung Rp 5,4 triliun, dan Mahkamah Agung Rp 2,2 triliun.
Ada pula Badan Narkotika Nasional (BNN) yang memangkas Rp 998,6 miliar, Mahkamah Konstitusi Rp 226 miliar, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rp 200 miliar, dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transasksi Keuangan (PPATK) Rp 109,8 miliar.
Tak hanya itu, lembaga audit seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga akhirnya terkena pemangkasan Rp 471,4 miliar.
Besaran efisiensi anggaran juga berkurang untuk berbagai K/L lainnya yang sebelumnya memang sudah kena pemangkasan. Misalnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi turun dari efisiensi Rp 219 miliar menjadi Rp 184 miliar; Badan Kepegawaian Negara (BKN) turun dari efisiensi Rp 285 miliar menjadi Rp 195 miliar.
Efisiensi yang dilakukan Kementerian Koperasi juga turun dari Rp 288 miliar menjadi Rp 155 miliar. Demikian pula Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) yang awalnya dipangkas Rp 200 miliar akhirnya turun menjadi Rp 93 miliar.
Mengapa berubah?
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR dari Fraksi Partai Gerindra Wihadi Wiyanto menuturkan, Presiden Prabowo meminta kebijakan efisiensi anggaran direkonstruksi ulang agar pemangkasan anggaran di berbagai K/L itu tidak mengganggu layanan kepada masyarakat.
Pasalnya, efisiensi yang semula dilakukan sejumlah K/L ternyata mengganggu sejumlah tugas pokok fungsi (tupoksi) dan program penting pemerintah yang berdampak pada publik.
Oleh karena itu, setelah rekonstruksi anggaran, pemangkasan yang dilakukan di tiap K/L mesti mengikuti item-item belanja yang sudah ditetapkan Kemenkeu agar hasil efisiensi tidak berdampak pada program esensial.
”Dulu di awal rencana efisiensi di K/L itu tidak per item program anggaran. Kan, awalnya surat Menkeu masih dalam bentuk gelondongan. Sekarang ini sudah.
Jadi, Kemenkeu memberikan per item program anggaran mana saja yang harus dipotong di tiap K/L. Intinya agar jangan sampai pelayanan kepada masyarakat terganggu meski ada efisiensi,” tutur Wihadi. (Yoss)