JAKARTASATU.COM– Penulis “Jus Soema Di Pradja, Sang Jurnalis Pembakar Semangat” Aendra Medita mengatakan, bahwa buku yang ia tulis tidak hanya mengisahkan perjalanan karier Jus tetapi juga menyoroti idealisme dan prinsip yang dipegang teguh olehnya.
“Jus dikenal sebagai sosok yang keras kepala dalam mempertahankan integritas jurnalistik. Rekan seangkatannya, Rum Ali, pernah menulis bahwa Jus digelari oleh Mochtar Lubis sebagai ‘Tokoh Kebebasan Pers’,” ungkap Aendra Medita dalam peluncuran buku tersebut, Jumat (14/2/2024), di MULA Galeria Citos, Jakarta Selatan.
“Namun, sayangnya, banyak bukti penting tentang sejarah pers Indonesia masa lalu tidak pernah terpublikasikan secara luas, seolah terkubur oleh waktu,” imbuhnya.
Atas hal itu, Aendra menulisnya. Dipersembahkan untuk publik saat saat ini yang begitu semarak dan penuh dinamika tetapi seorang Jus masih berada dalam ruang idealisme yang kuat.
“Tidak seperti anggapannya kepada media mainstream yang telah kehilangan arah dan lebih memilih bermain aman,” imbuh Aendra.
Padahal menurut Jus, pers saat ini kebebasan yang sangat luas. “Tapi tidak paham apa itu kebebasan. Mereka gagap,” kata Jus.
Ia berharap, buku yang diaktualisasikannya—ditulis oleh Aendra, menjadi referensi penting bagi jurnalis muda tentang idealisme dan perjuangan di dunia media. “Melalui kisah hidup Jus Soema di Pradja, pembaca diajak merenungkan kembali esensi dari kebebasan pers dan tanggung jawab moral seorang jurnalis dalam menyuarakan kebenaran, meski harus berhadapan dengan risiko dan tekanan,” kata Jus, yang berusia 78 tahun.
Perjalanan hidup Jus Soema di Pradja kata Aendra, adalah cerminan dari semangat pantang menyerah dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi dan integritas jurnalistik. Dedikasinya menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus menjaga api semangat dalam dunia pers, memastikan bahwa kebenaran selalu memiliki suara, meski di tengah badai tekanan dan ancaman.
Jus Soema di Pradja: Jurnalis Senior Tiga Zaman
Jus adalah seorang jurnalis senior yang ada di Indonesia, yang dikenal karena idealisme dan prinsipnya dalam memperjuangkan kebebasan pers.
Karir jurnalistiknya dimulai di harian Indonesia Raya, di bawah kepemimpinan Mochtar Lubis, sebuah media yang dikenal kritis terhadap pemerintah. Sayang, Indonesia Raya dibredel. Jus pun akhirnya bergabung ke Kompas pada tahun 1976 hingga 1978. Tapi tidak lama.
Hal itu karena ketidaksetujuannya terhadap kebijakan media yang dianggap terlalu kompromistis dengan pemerintah membuatnya memilih mengundurkan diri dari Kompas.
Pengunduran dirinya sebagai bentuk protes terhadap keputusan pimpinan Kompas yang menandatangani pernyataan dengan pemerintah pasca pembredelan surat kabar tersebut.
Dalam suratnya kepada Pemimpin Redaksi Kompas, Jacob Oetama, Jus menulis: “Setiap penutupan surat kabar oleh pemerintah tentu menimbulkan rasa prihatin dalam diri setiap wartawan yang mencintai profesinya. Akan tetapi keprihatinan yang lebih mendalam dengan ditutupnya surat kabar Kompas baru-baru ini.”
Keputusan Jus untuk mundur didorong oleh keyakinannya bahwa penandatanganan pernyataan tersebut mengancam kebebasan pers dan integritas jurnalistik. Ia merasa bahwa kompromi semacam itu mengikis landasan pers yang bebas dan bertanggung jawab.
Setelah keluar dari Kompas, Jus memilih jalur independen sebagai jurnalis lepas, terus mengamati dan mengkritisi perkembangan pers dan politik di Indonesia.
Sepanjang karier, Jus konsisten mengkritik segala bentuk intervensi pemerintah terhadap media dan terus menyuarakan pentingnya kebebasan pers. Ia juga aktif dalam berbagai diskusi serta wawancara mengenai sejarah dan etika jurnalistik di Indonesia, menjadikannya salah satu tokoh penting dalam dunia pers nasional.
Dengan prinsip yang teguh dan keberanian dalam menyuarakan kebenaran, Jus Soema di Pradja telah meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah jurnalistik Indonesia, menginspirasi generasi wartawan berikutnya untuk tetap memegang teguh kebebasan dan integritas pers.
Tak hanya aktif sebagai wartawan, Jus Soema di Pradja juga menjadi salah satu deklarator Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada 7 Agustus 1994.
AJI didirikan sebagai bentuk perlawanan terhadap pembatasan kebebasan pers di era Orde Baru, sebuah langkah yang menegaskan sikapnya terhadap independensi jurnalistik.
Peluncuran buku “Jus Soema di Pradja, Sang Jurnalis Pembakar Semangat” dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Chaidir Makarim, Zacky Anwar Makarim, dr. Gumilar Kartasasmita, Rum Aly, Sri Bintang Pamungkas, Andi Sahrandi, Syahganda Nainggolan, Dr. Memet Hakim, Paskah Irianto, Adhie Massardi, Uten Sutendy, Albert Kuhon, Hersubeno Arief, Nasihin Masha, Tjahja Gunawan, Damai Hari Lubis, Hendrajit, dan Pryantono Oemar.
Kehadiran mereka mencerminkan penghargaan dan pengakuan atas kontribusi Jus dalam dunia jurnalistik dan aktivisme di Indonesia.
Acara dipersembahkan oleh Meprindo didukung media CSR-INDONESIA.COM, KAN Foundation dan MULA Galeri Jakarta.
MEPRINDO adalah penerbit buku yang juga sebuah lembaga konsultan media dan strategi dalam bidang komunikasi media dan pemasaran.
CSR-INDONESIA.COM adalah media yang khusus membahas soal dunia korporat dan juga aktivitas sosial.
CSR-INDONESIA.COM sudah ada 11 tahun dan kini sudah 8 kali memberikan penghargaan kepada korporat yang programnya sejalan dengan konsep Pembaungan kemandirian sosial, budaya, lingkungan yang melibatkan publik.
Karya Adhi Nuswantoro (KAN Foundation) sebagai sebuah yayasan yang berasaskan pada Pancasila dengan semangat mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai sektor sosial ekonomi di Indonesia. Maka KAN Foundation terpanggil untuk ikut berpartisipasi dan mengakomodir yang berhubungan dengan semangat mensejahterakan masyarakat Indonesia dalam jangka khusus menuju Indonesia emas 2045.
Dengan melibatkan berbagai pihak, keberterimaan program maupun kebijakan akan dapat dirasakan lebih oleh seluruh pemangku kepentingan. Dalam isu partisipasi, tinjauan terkait rencana pembangunan dalam konteks kerja sama antar pemangku kepentingan menekankan pentingnya pelibatan non-state actors dalam upaya peningkatan kerja sama pembangunan baik Nasional maupun Internasional. (RIS)