Judul Buku: Jus Soema di Pradja, Sang Jurnalis Pembakar Semangat Penulis: Aendra Medita Sampul Buku: Lukisan AR Tanjung Tata letak: Arie Penerbit: Meprindo Communication Tahun Terbit: Februari, 2025
Buku “Jus Soema di Pradja, Sang Jurnalis Pembakar Semangat” merupakan sebuah karya biografi yang tidak hanya mengisahkan perjalanan hidup seorang wartawan kawakan, tetapi juga menggambarkan dinamika pers dan politik Indonesia dari era Republik Pasundan hingga era reformasi. Jus Soema di Pradja bukan sekadar jurnalis; ia adalah saksi dan pelaku dalam sejarah panjang perjuangan kebebasan pers di Indonesia.
Buku ini mengisahkan lika-liku kehidupan Jus sejak masa kecilnya, dimana dirinya hidup dalam keluarga yang dekat dan akrab dengan dunia politik. Ayahnya, Ma’mun Soemadipradja, merupakan tokoh penting dalam Republik Pasundan dan pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri di masa awal kemerdekaan di Bawah kepemimpinan Presiden Soekarno. Lingkungan keseharian yang sarat dengan diskusi politik sejak dini akhirnya membentuk karakter Jus sebagai sosok yang kritis dan berani menyuarakan kebenaran.
Perjalanan jurnalistik Jus sendiri dimulai saat irinya mulai bekerja di Harian Indonesia Raya, sebuah media yang dikenal karena keberaniannya dalam mengungkap isu-isu politik dan sosial. Di sana, Jus tumbuh sebagai wartawan investigatif yang tak gentar menyingkap kasus-kasus korupsi dan ketidakadilan, meskipun berisiko menghadapi represi dari pemerintah.
Setelah Indonesia Raya dibredel oleh pemerintah ng berkuasa pada Waktu itu, Jus akhirnya diterima kerja di harian Kompas. Di situlah puncak keteguhan sikap Jus dibuktikan ketika ia memilih keluar dari Harian Kompas pada tahun 1978. Keputusan ini didasarkan pada kekecewaan Jus terhadap kompromi yang dilakukan media dalam menghadapi tekanan rezim Orde Baru yang berkuasa saat itu. Surat pengunduran dirinya bukan sekadar dokumen administratif, melainkan pernyataan moral seorang jurnalis yang menolak tunduk pada kekuasaan.
Buku ini juga menyoroti peran Jus dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI), sebuah organisasi wartawan yang lahir sebagai bentuk perlawanan terhadap lembaga tunggal PWI. Keprihatinannya terhadap media masa kini yang semakin kehilangan independensi menjadi benang merah dalam narasi buku ini. Jus melihat bahwa meskipun era reformasi telah membawa kebebasan pers, banyak media justru lebih tunduk kepada kepentingan pemilik modal dan penguasa ketimbang menyuarakan kepentingan publik.
Narasi yang kuat dan inspiratif adalah salah satu kelebihan buku ini– Kisah hidup Jus diceritakan dengan gaya yang mengalir, sehingga pembaca dapat merasakan semangat perjuangannya dalam setiap lembaran.
Buku ini juga menjadi seperti potret sejarah yang hidup – bukan hanya biografi, tetapi juga rekaman sejarah pers Indonesia dalam berbagai rezim yang terjadi dalam tiga zaman.
Selain menawarkan tulisan sebagai biografi dan catatan sejarah, buku ini juga menjadi kritik yang relevan – Pandangan Jus terhadap pers modern menjadi refleksi penting bagi para jurnalis dan pembaca yang peduli terhadap kebebasan berekspresi.
Dus, sudah selayaknya buku ini menjadi sumber wawasan bagi jurnalis muda – Buku ini memberikan gambaran nyata tentang dunia jurnalistik, termasuk tantangan dan konsekuensi dari mempertahankan idealisme.
Sedikit kekurangan yang ada dari buku ini adalah gaya bahasa yang cenderung didominasi gaya Bahasa jurnalistik – bahkan eberapa bagian buku mengandung analisis yang cukup berat, sehingga mungkin akan menjadi kurang menarik bagi pembaca dari kalangan awam.
Kekurangan lain yang layak dilengkapi penulis adalah minimnya dokumentasi visual yang disajikan untuk mempermanis tmpilan buku dan menghibur pembacanya. Sebagai buku biografi, tambahan foto-foto dokumentasi akan memberikan pengalaman membaca yang lebih mendalam dan menyenangkan.
Untungnya, untuk mengobati sedikit kekurangan dokumentasi visual yang disajikan untuk melengkapi buku ini, cover buku ini disajikan dengan sangat artistik dan estetik dengan lukisan potret dari Jus Soema di Pradja yang digoreskan oleh AR Tanjung –seorang seniman pelukis poster film tahun 80-90-an yang sudah langka dan kini kabarnya tinggal 10 orang seniman saja yang masih ada di Indonesia.
Akhir kata, Buku “Jus Soema di Pradja, Sang Jurnalis Pembakar Semangat” adalah buku yang wajib dibaca oleh siapa pun yang tertarik dengan dunia jurnalistik dan sejarah pers Indonesia. Kisah Jus mengingatkan kita bahwa keberanian dan integritas adalah dua hal yang tidak bisa ditukar dalam profesi ini. Dengan gaya bercerita yang kuat dan substansi yang kaya, buku ini bukan hanya penghormatan bagi seorang jurnalis legendaris, tetapi juga sebuah pengingat akan pentingnya kebebasan pers di negeri ini. | WAW-JAKSAT
JAKARTASATU.COM — Dalam sebuah operasi penyelamatan yang monumental, sebanyak 554 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban perdagangan orang di sektor penipuan daring (online...
Gaung Perempuan Gelar Audiensi dengan Wamenaker Immanuel Ebenezer Bahas Persoalan Pekerja Perempuan di Sektor Informal
JAKARTASATU.COM-- Organisasi Gaung Perempuan mengadakan audiensi dengan Wakil Menteri Ketenagakerjaan...
CSR Ala PIK-2, Modus Operandi Korporasi Mengokohkan Penjajahan & Dominasi Ala Kapitalisme
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat
Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat...
Yayasan 98 Peduli Bersama Coway Wujudkan Akses Air Bersih di Sekolah dan Pesantren
JAKARTASATU.COM– Dalam upaya memastikan akses air minum bersih dan sehat bagi anak-anak...
JAKARTASATU.COM- Revisi UU TNI (RUU TNI) membawa berbagai dampak yang dapat melemahkan supremasi sipil, meningkatkan risiko kembalinya Dwifungsi TNI, serta membuka celah bagi penyalahgunaan...