Ilustrasi AI | WAW

Serdadu Sulap

Cerpen
Wahyu Ari Wicaksono
Warung tegal yang terletak di pinggiran sudut kota ibukota Konoha ini sering menjelma sebagai tempat nongkrong dan ngopi ekonomis bagi rakyat yang sekedar ingin melepas penat. Saat itu nampak tiga orang lelaki duduk melingkar, menyeruput kopi yang warna hitamnya nampak sepekat nasib rakyat kecil yang selalu dirundung gelap. Sambil menyeruput kopi berampas kasar, mereka asik membahas kabar terbaru yang lebih mengejutkan dari seorang pesulap yang lebih dari sekedar bisa mengeluarkan burung dara dari balik jasnya. Bagaimana tidak, seorang pesulap ini benar-benar telah diangkat menjadi Staf Ahli Menteri Pertahanan dan Keamanan negara Konoha!
“Gila! Ini negara atau panggung sulap?” umpat Bejo, lelaki berkumis lebat yang pernah tiga kali ditipu calo proyek.
“Aku menduga, ini bagian dari strategi pertahanan negara. Musuh akan terkecoh. Mereka pikir kita punya persenjataan canggih, padahal kita hanya punya ilusi,” imbuh Tarjo, yang bekerja sebagai tukang reparasi sandal namun sering merasa dirinya seorang filsuf.
“Tapi ini serius, loh. Bayangkan, kalau dulu para hulubalang sakti mandraguna bisa kebal senjata dan menghilang di tengah perang, kini pejabat kita bisa menghilangkan anggaran dalam sekejap lho!” kata Udin, yang hobi membaca sejarah tapi lebih sering ditertawakan karena nilai matematikanya dulu hanya cukup untuk membeli gorengan.
Mereka bertiga tertawa getir, sebelum kembali melanjutkan diskusi serius layaknya pakar kebijakan publik dadakan dalam sebuah talkshow televisi nasional.
“Pesulap ini, kan, terkenal jago bikin orang percaya pada sesuatu yang tak ada. Bisa jadi, ini strategi baru menghadapi krisis kepercayaan rakyat. Misalnya, anggaran pertahanan tiga ratus triliun, tapi wujudnya cuma dua tenda dan satu peluit. Eh, pesulapnya bilang, ‘Tadaaa! Itulah yang disebut anggaran berbasis metafisika!'” Tarjo menjelaskan sambil mengibaskan tangannya seolah-olah sedang melakukan trik sulap.
“Jangan lupakan keahliannya dalam menjalani dan memilih operasi plastik,” sambung Bejo. “Kalau dulu pahlawan bertempur dengan otot dan nyali, sekarang mungkin strategi pertahanan kita adalah mengubah wajah hingga musuh bingung mencari siapa yang harus diserang!”
Mereka bertiga terdiam sejenak. Hanya suara sendok beradu dengan cangkir yang terdengar. Lalu Udin, yang sejak tadi sibuk mencoret-coret sesuatu di buku catatannya, mengangkat kepala dan berkata, “Tapi aku penasaran, kenapa justru pesulap ini yang dipilih? Kan banyak orang lain yang lebih kompeten!”
Bejo dan Tarjo saling berpandangan sebelum menjawab serentak, “Mungkin karena dia jago memarahi anak-anak!”
Mereka pun meledak dalam tawa. Bagaimana tidak? Prestasi paling monumental dari sang pesulap tersebut, sebelum diangkat jadi staf ahli, adalah memarahi seorang anak kecil di podcast digital hanya karena si bocah mengkritik makanan gratis yang rasanya tidak enak di lidahnya.
“Mungkin nanti strategi pertahanan negara juga berbasis omelan,” kata Bejo sambil terkekeh. “Bayangkan kalau negara musuh kirim drone, pesulap ini bisa berdiri di atas gedung kementerian dan teriak, ‘HEH, DASAR PE AAAAK! NGGAK TAU DIRI! GITU AJA NYERANG?!’ Pasti dronenya langsung jatuh!”
Tarjo menepuk dahinya. “Atau mungkin ini bagian dari strategi baru: bukan dengan senjata, tapi dengan hipnosis. Musuh yang menyerang akan dihipnotis hingga lupa kenapa mereka ingin menyerang!”
Mereka bertiga pun terdiam, lalu tertawa lebih keras. Sebab, di negeri yang kian absurd ini, tidak ada lagi yang mustahil. Jika youtuber bisa jadi staf khusus Presiden dan pesulap bisa menjadi staf ahli Menteri Pertahanan dan Keamanan, bukan tidak mungkin suatu hari nanti, dukun akan diangkat menjadi Menteri Keuangan, dan stand-up comedian jadi penasihat hukum.
Sebab di negeri Konoha yang sekarang, yang tidak masuk akal justru yang paling nyata.