Andri P Kantaprawira: Hati-Hati Menyikapi Persoalan Yayasan Margasatwa Tamansari (Kebon Binatang Bandung)

JAKARTASATU.COM– Ketua Gerakan Pilihan Sunda yang juga Ketua Badan Pekerja MMS Andri P Kantaprawira,S.IP,MM, melakukan komunikasi lewat WA ke Walikota  bandung terpilih M.Farhan agar hati hati nenyikapi persoalan Yayasan Margasatwa Tamansari (Kebon Binatang Bandung) karena hasil pertemuan Pinisepuh, Pakar, dan Badan Pekerja Majelis Musyawarah Sunda dengan keluarga dan pengacara Perdata dan Pidana Ibu Sri dan Bhisma Bratakoesoemah yang merupakan pembina dan ketua yayasan yang sedang mengalami musibah di “kriminalisasi” pada tuduhan kasus korupsi yang belum jelas benar apakah sudah siap dilimpahkan ke Pengadilan atau tidak menunjukkan bahwa kasus ini penuh anomali.

“Kebon Binatang merupakan kawasan konservasi satwa dan fauna yang telah berdiri sejak tahun 1933 dan tidak pernah terlepas Yayasannya di bawah pengelolaan keluarga Almarhum Rd.Ema Bratakoesoema seorang pejuang nasional dan pejuang Sunda yang mana Prof Dr Eddy S.Ekajati menulis memoarnya “Gan Ema sagala jang Sunda”.,”ungkap Andri  kepada Redaksi, Selasa, 18 Februari 2025.

Fakta Hak Pengelolaan Lahan yang baru keluar tanggal 5 Februari 2025 adalah hal yang membuktikan bahwa kepemilikan tanah oleh pemerintah kota adalah anomali dan sewa menyewa yang tidak dibayarkan yang menjadi tuduhan korupsi adalah absurd apalagi Perdata mengenai sewa menyewa ini masih berlangsung dan sudah 8 bulan persidangan, jadi aneh ada peristiwa pidana.

“Harusnya nanti setelah resmi jadi walikota tanggal 20 Februari 2025 dan melakukan reatret di Magelang, Walikota definitif dengan kewenangannya mempelajari secara holistik dan komparatif tentang kasus yang telah muncul kembali sejak zaman Walikota M.Ridwan Kamil,” jelas Andri.

Pernyataan M.Farhan di harian nasional kompas.com bisa dipersepsi oleh pihak pihak yang sedang mempelajari hal ini secara obyektif dan komperehensif sebagai indikasi M.Farhan dapat pesanan untuk berbicara publik yang bisa berindikasi sedang ada hubungan gelap yg mengarah ke KKN dari pihak yang memesan tanah kebon binatang paska keluarnya Hak Pengelolaan Lahan.

Kebun Binatang Bandung merupakan salah satu objek wisata alam flora dan fauna di Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Kebun Binatang Bandung terletak berdampingan dengan kampus Institut Teknologi Bandung dan Sungai Cikapundung.

Dengan pemberitaan yang beragam tentang hal ini, tentunya polemik keberadaan Kebun Binatang Bandung yang telah berprestasi mengonversi banyak hewan langka jadi “terganggu”.

Sementara itu Advokat senior Dindin S. Maolani yang juga penggerak Majelis Masyarakat Sunda (MMS) merasa prihatin.

“Saya memperhatikan sekali terkait dengan kasus Kebun Binatang yang bersengketa cukup lama. Saking cukup lamanya, kami baru mendengar ada korban dari kasus ini yaitu Ketua Pengurus dan Ketua Pembina Yayasan Margasatwa Tamansari ditahan oleh pihak yang berwajib. Menurut saya, kasus ini lebih banyak nuansa ke perdatanya yang menyinggung hal yakni status tanah Kebun Binatang di sini,” ungkapnya.

“Sebagai informasi, masalah tanah di sini tidak ada yang memiliki sebenarnya karena perlu diketahui bahwa tanah Kebun Binatang Bandung ini ada sejak tahun 1933 dimana pada saat itu kepemilikannya adalah orang Belanda, Hoogland pecinta satwa dan juga orang pribumi dan salah satunya adalah R.Ema Bratakoesoema,” tutur Dindin, Senin (17/2/2025).

Dindin pun menerangkan bahwa dari perjalanan Hoogland dan Raden Ema dahulu, maka pengurusan dan pengelolaan Kebun Binatang Bandung selanjutnya beralih kepada pengurus Yayasan Margasatwa Tamansari yakni Kang Romly (Alm.) hingga sekarang terus berjalan ke pengurus yayasannya yakni Bisma.
Ia juga mengungkapkan bahwa sebetulnya Yayasan Margasatwa berhak memiliki tanah ini yaitu dengan catatan harus mengajukan hak kepemilikannya. Dan apabila yayasan belum mengajukan hak tersebut, hal ini tidak menjadi alasan tiba-tiba seseorang yang menjadikan Ketua Yayasan Margasatwa sebagai pidana.

Aktivis Majelis Masyarakat Sunda menjelaskan ketidaksukaannya berkaitan dengan kasus tanah/perdata dialihkan menjadi kasus pidana. Hal ini karena biasanya jika ada pengalihan kasus dari perdata melibatkan nuansa penegak hukum seperti kasus pidana, dibelakang pengalihan ini ada penggeraknya yakni pengusaha yang berniat untuk ngagadabah aset urang Sunda (mengambil aset warga Sunda).

“Yayasan Margasatwa Tamansari ini dikelola oleh orang-orang terhormat dari kalangan kesundaan. Jadi, tolonglah selesaikan persoalan ini dengan baik, kesampingkan hal-hal yang menyangkut pribadi. Karena jika tidak diindahkan, kami, Majelis Masyarakat Sunda beserta jajarannya beserta pini sepuh juga tidak akan tinggal diam akan turun turut membantu persoalan ini selesai,” tegas Dindin yang menyepakati pernyataan Andri. (Yoss)