DWIWARGAKENAGARAAN, GAK BAHAYA?

Oleh : Girarda
Pemerhati sosial

Wacana dwikewarganegaraan atau kewarganegaraan ganda disampaikan Menteri Koordinator Hukum, HAM dan Imigrasi Yusril Ihza Mahendra dalam sebuah wawancara di kanal podcast Dip Talk  Kumparan tanggal 16 Pebruari 2025.
Dalam wawancara tersebut, Yusril mengatakan,
“Kalau kita lihat, Filipina, India, Pakistan, dan negara lain sudah lama menerapkan dwikewarganegaraan, dan lebih banyak untungnya bagi mereka daripada ruginya,” kata Yusril.

“Siapa tahu nanti ada orang keturunan Indonesia yang jadi presiden Amerika. Orang Pakistan atau India sudah ada yang jadi perdana menteri Inggris atau wali kota London,” tambahnya.

Kalau ada keturunan Indonesia jadi presiden di luar negeri bagus, kalau sebaliknya? Orang Indonesia yang sudah jadi warga negara asing terus kemudian punya kewarganegaraan ganda kemudian jadi presiden Indonesia, apa tidak runyam. Orang yang sudah menjadi warga negara asing pasti terikat dengan aturan di negara tersebut. Misal wajib militer. Bayangkan orang yang masuk militer asing kemudian  jadi presiden Indonesia apa tidak bawa kepentingan negaranya tersebut. Andai hasil dwikenegaraan tersebut benar jadi presiden Indonesia dan itu juga warganegara China ini menyentuh hal yang sangat sensitif. Apakah ide dwikenegaraan itu sebagai kelanjutan amandemen UUD 45 yang merubah ketentuan syarat presiden, Indonesia asli?

Tentang keuntungan bila ada dwikenegaraan apa betul bisa dicapai. Saat ini devisa dan uang hasil kejahatan yang parkir di luar negeri apa mudah  ditarik. Apalagi apabila nanti pelakunya punya dwikewargenagaraan dan uang itu diparkir di negaranya pasti akan lebih susah untuk ditarik. Untuk meningkatkan peningkatan pemasukan negara kenapa tidak dirubah saja undang undang tentang minerba, sehingga semua tambang, hutan, laut itu sepenuhnya dikuasai negara sedang yang sekarang punya hak usaha diganti menjadi sekedar kontraktor saja.

Tentang wacana dwikewarganegaraan menurut hemat penulis tidak perlu dilanjutkan mengingat lebih banyak mudharat dibanding manfaatnya.