PECAT HASAN NASBI !! 

OLEH ANDRIANTO ANDRI
(AKTIVIS 98 , MANTAN SEKJEN PRODEM)..

Pergerakan eskalasi Mahasiswa yang dimotori BEM SI yang berpusat di kampus UI cukup menggetarkan. Ribuan mahasiswa turun ke Istana menggugat Rezim Prabowo yang baru saja berumur 100 hari. Padahal angka kepuasan publik survei mencapai 80 %, sebuah rekor tertinggi selama rezim yang ada.

Penulis beranggapan dari pidato di  HUT Gerindra, Presiden Prabowo sepertinya melawan arus kehendak rakyat, ketika memuji dan membela koruptor besar Jokowi.

(OCCRP lembaga Internasional yang concern tentang Korupsi, Jokowi runner up pemimpin dunia terkorup 2024 )
Padahal nyata-nyata rakyat menginginkan kerusakan yang diciptakan rezim Jokowi diselesai kan secara hukum. Apalagi sedang bermunculan grafitti dan aksi masif tuntutan Jokowi di adili.

Sesungguhnya, akan terhormat bila Presiden menerapkan Equality Before  The Law, merujuk pada UUD 45 Pasal 27 ayat 1, yakni azas kesamaan dimata hukum buat semua warganegara, termasuk mantan presiden Jokowi.

Misalnya, saat Presiden Gus Dur pernah berusaha menyidangkan Suharto. Memang sidang akhirnya dihentikan karena Suharto sudah uzur usianya. Sebaliknya, Jokowi, masih bugar dan bahkan  mampu berpidato menyanjung Prabowo di HUT Gerindra.

Selang beberapa waktu usai hari HUT Gerindra, ternyata ribuan Mahasiswa turun ke jalan jalan mengkritik Prabowo. Ini Demo Mahasiswa tercepat dalam sejarah untuk usia awal pemerintahan berlangsung.

Namun, melihat tuntutan mahasiswa BEM SI yang justru lebih fokus pada masalah efisiensi anggaran, sedikit terkesan aneh.

Mengapa mereka bukan fokus pada isu Adili Jokowi?. Bukankah aspirasi besar rakyat adalah Adili Jokowi?

Bukan pada rezim Prabowo yang masih seumur jagung? Bukankah soal efisiensi anggaran masih bisa diperdebatkan baik buruknya?

Dari sini kita melihat bahwa telah terjadi miskomunikasi antara kebijakan Prabowo yang ideal dengan penerimaan di masyarakat. Kegagalan komunikasi politik Presiden ini sepertinya bersumber dari kegagalan tim komunikasi presiden yang dipimpin Hasan Nasbi. Mereka jelas-jelas tidak mampu menangkap pesan dari presiden dan tidak mampu menyampaikan yang benar pada masyarakat.

Bukan hanya pada kasus efisiensi anggaran. Misalnya pula, beberapa waktu lalu, tim komunikasi Presiden membela kebijakan Bahlil soal pembahasan pemasaran LPG 3 kg di warung-warung. Padahal presiden tidak setuju kebijakan tersebut.

Jadi, sudah nyata di mata publik tidak berfungsinya Kantor Komunikasi Presiden pimpinan Hasan Nasbi.

Kegagalan komunikasi presiden harus segera di atasi. Sebab, gerakan mahasiswa akan terus membesar. Presiden Prabowo harus pecat team komunikasinya yang gagal menerjemahkan kebijakan presiden. Apalagi selama era Jokowi, Hasan Nasbi memang di kenal buzzer dan influencer, bukan ahli komunikasi. Kasihan Presiden Prabowo yang bercita-cita baik, namun tidak dimengerti rakyatnya.