PIL PAHIT BERNAMA EFISIENSI ANGGARAN
Kemarin, setidaknya ada dua gerakan kelompok mahasiswa di Jakarta yang menyuarakan penolakan terhadap Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang kebijakan penghematan anggaran dalam pelaksanaan APBN dan APBD. Apa yang disuarakan mahasiswa tadi sebenarnya terlihat rancu kalau kita melihat dari perspektif bahwa apa yang dilakukan pemerintah adalah usaha untuk menyelamatkan uang rakyat, yang sebelumnya digunakan secara ugal-ugalan oleh kementrian, lembaga dan birokrasi pemerintahan.
Apa yang dilakukan Prabowo memang sebuah Pil Pahit yang harus dirasakan bersama demi penyehatan keuangan negara. Namun memang Pil Pahit ini tidak akan langsung memberikan dampak instan yang langsung dirasakan kesembuhannya. Pada awalnya kebijakan pemangkasan anggaran ini tentu akan membuat kelompok-kelompok dan oknum dalam birokrasi dan lembaga yang selama ini menikmati kelebihan anggaran mengalami keterkejutan (shock).
Penulis menganggap kebijakan pemangkasan anggaran adalah langkah strategis dalam persoalan menyeimbangkan APBN dan APBD, antara pendapatan dengan target belanja yang semakin besar, sesuai koridor yang tercanangkan dalam program Asta Cita. Jika ditinjau dengan konsep efisiensi dalam pengelolaan anggaran, sebenarnya efisiensi dalam pengelolaan anggaran mengacu pada kemampuan untuk mencapai tujuan atau hasil yang diinginkan dengan menggunakan sumber daya seminimal mungkin. Ini berarti mengurangi pemborosan, baik dalam bentuk pengeluaran yang tidak perlu, maupun dalam bentuk alokasi sumber daya yang tidak optimal. Mahasiswa sebagai elemen yang tidak bisa dipisahkan keberadaannya sebagai corong aspirasi masyarakat extra-perlementer justru harus mengawal program efisiensi ini, agar pemborosan yang dimaksud tidak terus-menerus terjadi di lembaga pemerintahan.
Sebelum kepemimpinan Prabowo, sebenarnya Indonesia telah mengambil berbagai langkah untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan anggaran, terutama melalui reformasi penganggaran dan pengadaan. Kebijakan tersebut telah terbukti efektif, salah satu contoh adalah pengembangan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD), yang memungkinkan pemerintah daerah untuk mengelola anggaran dengan lebih transparan dan efisien. Penggunaan SIPKD telah membantu mengurangi pemborosan dalam pengeluaran daerah dan meningkatkan akuntabilitas. Selain itu, penerapan e-procurement oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) juga telah meningkatkan efisiensi dalam proses pengadaan barang dan jasa di sektor publik. Melalui e-procurement, proses pengadaan menjadi lebih transparan, mengurangi risiko korupsi, dan memastikan bahwa barang dan jasa yang dibeli sesuai dengan kebutuhan dan spesifikasi yang diinginkan.
Efisiensi bukan hanya soal menghemat uang, tetapi juga tentang menggunakan anggaran secara strategis untuk menciptakan dampak yang maksimal. Hal ini tentu memiliki tujuan yang sangat baik jika dampaknya dapat mengurangi pemborosan dan pengelolaan anggaran. Pemborosan anggaran dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti pengeluaran yang tidak sesuai dengan prioritas, duplikasi program, atau inefisiensi dalam pengadaan barang dan jasa.
Melihat besarnya potensi korupsi dan penyalahgunaan anggaran yang tidak efektif, Langkah yang diambil oleh Presiden Prabowo adalah tepat. Penganggaran berbasis kinerja adalah pendekatan di mana alokasi anggaran didasarkan pada hasil atau luaran yang diharapkan. Dengan fokus pada hasil, pemerintah dapat memastikan bahwa anggaran dialokasikan untuk program-program yang benar-benar memberikan dampak positif. Program yang tidak efektif atau tidak efisien dapat dihapus atau disesuaikan.
Meningkatkan kualitas luaran dari penggunaan anggaran berarti memaksimalkan dampak positif yang dapat dihasilkan dari setiap unit anggaran yang dibelanjakan. Beberapa strategi untuk mencapai hal ini meliputi: fokus pada prioritas utama: pemerintah harus memastikan bahwa anggaran dialokasikan untuk program-program yang benar-benar penting dan memberikan dampak besar bagi masyarakat. Program yang mendukung pembangunan berkelanjutan, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar sering kali memiliki dampak jangka panjang yang signifikan. Untuk itu perlu diingat, Program Indonesia Pintar (PIP), dan Anggaran Riset dan Inovasi di 12 organisasi riset BRIN tidak termasuk dalam skema efisiensi anggaran, sehingga jika ada isu yang mengatakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dipotong anggarannya atau bahkan dihilangkan adalah isu yang menyesatkan.
Dalam perspektif Analisa kebijakan, yang dilakukan oleh Prabowo belum dapat di vonis gagal dan tidak berpihak kepada Masyarakat. Karena kebijakan ini memiliki tujuan untuk meminimalisir potensi korupsi anggaran yang ada di dalam tubuh pemerintah, meminimalisir beban hutang dan ketergantungan investasi, serta adanya subsidi anggaran antar lembaga pemerintah yang dianggap sektor lebih prioritas seperti Pendidikan, Kesehatan, dan pelayanan publik, serta beban anggaran lainnya. Mengingat pada tahun 2025 beban hutang negara Indonesia mencapai 8.400 Trilliun. Treatment yang dilakukan dengan menelan Pil Pahit efisiensi anggaran ini diharapkan menampakkan dampaknya pada tahun-tahun yang akan datang dengan sehatnya keuangan negara.
Sebagai kesimpulan penulis menilai bahwa efisiensi dalam pengelolaan anggaran adalah esensial untuk memastikan bahwa sumber daya yang terbatas digunakan dengan cara yang paling produktif dan memberikan dampak positif yang maksimal bagi masyarakat. Dengan mengurangi pemborosan melalui penganggaran berbasis kinerja, pengawasan yang ketat, penggunaan teknologi digital, dan pengadaan yang efisien, pemerintah dapat memastikan bahwa anggaran dialokasikan secara optimal. Di sisi lain, dengan fokus pada prioritas utama, inovasi, dan evaluasi yang rutin, hasil dari penggunaan anggaran dapat ditingkatkan, mendukung tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
Dosen FISIPOL Universitas Medan Area