Aendra Medita/ ist

CATATAN AENDRA MEDITA *)

KINI ungkapan ramai “Indonesia gelap” hmmm berat sekali membacanya jika ini menjadi kenyataan karena bisa dimaknai dalam berbagai konteks—politik, ekonomi, hukum, sosial atau budaya. Jika melihat kondisi saat ini, ada beberapa aspek yang bisa dianggap sebagai kegelapan bagi demokrasi dan kehidupan bernegara, pertama kita melihat Demokrasi yang Semakin Dirusak, kebebasan berpendapat semakin terancam dengan regulasi yang cenderung membungkam kritik. Misalnya, revisi berbagai undang-undang yang justru mempersempit ruang publik untuk berbicara. Ketidakadilan Hukum dimana penegakan hukum sering kali tajam ke bawah, tumpul ke atas. Kasus-kasus korupsi besar sering kali menguap, sementara rakyat kecil justru dihukum berat untuk pelanggaran ringan dan kelas teri. Adanya Ekonomi yang Tidak Memihak Rakyat, soal ketimpangan ekonomi masih menjadi masalah besar. Harga kebutuhan pokok naik, daya beli menurun, sementara penguasaan ekonomi oleh segelintir elite semakin kuat.

Media yang Tidak Sepenuhnya Bebas

Kini banyak media yang kehilangan independensi, lebih memilih menjadi corong kekuasaan atau tunduk pada pemilik modal. Akibatnya, banyak isu penting yang tidak diberitakan atau sengaja dibelokkan. Makanya lari ke medsos dan ingin harus selalu diviralkan, setelah itu ada jawaba gerakan.

Jika ini terus terjadi, maka “Indonesia gelap” bukan sekadar metafora, tetapi realitas yang harus dihadapi. Namun, sejarah membuktikan bahwa rakyat selalu punya kekuatan untuk menyalakan kembali cahaya perubahan.

Pertanyaannya sederhana, siapa yang akan menyalakan lilin kembali?

Pusat Kajian Komunikasi Politik Indonesia (PKKPI) adalah lembaga yang berfokus pada penelitian dan pengembangan ilmu komunikasi politik di Indonesia. Salah satu tokoh utama di balik PKKPI adalah Dr. Gede Moenanto Soekawati, yang meraih gelar Doktor Ilmu Komunikasi dari Universitas Padjadjaran dan bicara dengan saya dalam diskusi mengenai peran media dalam masyarakat saat ini memang masyarakat merindukan media yang berfungsi sebagai watchdog, sesuai dengan elemen jurnalisme yang dikemukakan oleh Bill Kovach. Menurutnya, peran media saat ini telah bergeser dan tidak lagi menjalankan fungsi pengawasan tersebut secara optimal.

Kasus demo “Indonesia Gelap” karena rejim Prabowo Baru 100 memerintah yang katanya 80% puas tapi kenapa aksi demontrasi mahasiswa akhinya mereba. Aksi demo  “Indonesia Gelap” merupakan meluapkan ekspresi ketidakpuasan.

Terkait itu, ANDRIANTO, aktivis 98 dan juga mantan Sekjen PRODEM memberikan pandangan bahwa pergerakan eskalasi Mahasiswa yang dimotori BEM SI yang berpusat di kampus UI cukup menggetarkan. Ribuan mahasiswa turun ke Istana menggugat Rezim Prabowo yang baru saja berumur 100 hari. Padahal angka kepuasan publik survei mencapai 80 %, sebuah rekor tertinggi selama rezim Indonesia ada.

Andri juga menekankan dari pidato di  HUT Gerindra, Presiden Prabowo sepertinya melawan arus kehendak rakyat, ketika memuji dan membela koruptor besar Jokowi (OCCRP lembaga Internasional yang concern tentang Korupsi, Jokowi runner up pemimpin dunia terkorup 2024). “Padahal nyata-nyata rakyat menginginkan kerusakan yang diciptakan rezim Jokowi diselesai kan secara hukum. Apalagi sedang bermunculan grafitti dan aksi masif tuntutan Jokowi di adili,” jelas Andri. (Selasa, 18 Feb 2025, Jakartasatu.com)

Sesungguhnya, akan terhormat bila Presiden menerapkan Equality Before  The Law, merujuk pada UUD 45 Pasal 27 ayat 1, yakni azas kesamaan dimata hukum buat semua warganegara, termasuk mantan presiden Jokowi.

Misalnya, saat Presiden Gus Dur pernah berusaha menyidangkan Suharto. Memang sidang akhirnya dihentikan karena Suharto sudah uzur usianya. Sebaliknya, Jokowi, masih bugar dan bahkan  mampu berpidato menyanjung Prabowo di HUT Gerindra.

“Selang beberapa waktu usai hari HUT Gerindra, ternyata ribuan Mahasiswa turun ke jalan jalan mengkritik Prabowo. Ini Demo Mahasiswa tercepat dalam sejarah untuk usia awal pemerintahan berlangsung, namun, melihat tuntutan mahasiswa BEM SI yang justru lebih fokus pada masalah efisiensi anggaran, sedikit terkesan aneh.

Mengapa mereka bukan fokus pada isu Adili Jokowi?. Bukankah aspirasi besar rakyat adalah Adili Jokowi? Bukan pada rezim Prabowo yang masih seumur jagung? Bukankah soal efisiensi anggaran masih bisa diperdebatkan baik buruknya?

“Dari sini kita melihat bahwa telah terjadi miskomunikasi antara kebijakan Prabowo yang ideal dengan penerimaan di masyarakat. Kegagalan komunikasi politik Presiden ini sepertinya bersumber dari kegagalan tim komunikasi presiden yang dipimpin Hasan Nasbi. Mereka jelas-jelas tidak mampu menangkap pesan dari presiden dan tidak mampu menyampaikan yang benar pada masyarakat,” beber Andri

Jadi, sudah nyata di mata publik tidak berfungsinya Kantor Komunikasi Presiden pimpinan Hasan Nasbi.

Kegagalan komunikasi presiden harus segera di atasi. Sebab, gerakan mahasiswa akan terus membesar. Presiden Prabowo harus pecat team komunikasinya yang gagal menerjemahkan kebijakan presiden. Apalagi selama era Jokowi, Hasan Nasbi memang di kenal buzzer dan influencer, bukan ahli komunikasi. “Kasihan Presiden Prabowo yang bercita-cita baik, namun tidak dimengerti rakyatnya,” ungkapnya.

Tulisan diatas judulnya jelas “Indonesia gelap”, #KaburAjaDulu, & Hasan Nasbi adalah bahwa ingin diungkapkan bahwa sorotan ke Hasan Nasbi yang  gagal kata Andri sangat disayangkan. Bukannya di banyak negara, tim juru bicara (jubir) presiden biasanya diisi oleh orang-orang yang cerdas, berpengalaman, dan ahli dalam komunikasi politik. Mereka bertugas memastikan pesan presiden tersampaikan dengan jelas, membangun reputasi yang baik, serta meredam krisis politik.

Sebagai perbandingan Amerika Serikat ada  White House Press Secretary Biasanya diisi oleh orang yang berpengalaman di bidang jurnalistik atau komunikasi politik. Bertugas memberikan briefing harian kepada media dan menjelaskan kebijakan presiden dengan transparan dan merespons isu-isu strategis. Harus mampu menghadapi media yang agresif dan menjaga kredibilitas pemerintah. Tim komunikasi sangat strategis dalam mengelola citra Presiden. Saat dikritik keras kebijakan pemerintah tidak populer, tetapi mampu mengatasi dengan komunikasi yang efektif. Saat ini idealnya tim komunikasi presiden juga diisi oleh orang-orang yang punya pemahaman mendalam tentang politik dan opini publik. Bisa merespons krisis dengan cepat dan tepat. Tidak hanya bertugas sebagai buzzer atau sekadar membela tanpa logika. Harus mampu menjembatani komunikasi antara presiden dan rakyat dengan transparan.

Kalau tim komunikasi lemah, maka presiden akan sering salah langkah dalam menyampaikan kebijakan, menyebabkan kegaduhan politik yang tidak perlu. Prabowo harus segera memperbaiki ini jika ingin pemerintahannya stabil dan mendapat kepercayaan publik.

Buang Buzzer, Bangun Komunikasi Politik yang Cerdas

Kalau Prabowo ingin pemerintahannya kuat dan dipercaya rakyat, buzzer harus ditinggalkan. Era komunikasi politik berbasis propaganda buzzer sudah usang. Masyarakat kini lebih kritis dan cepat menangkap kebohongan atau manipulasi informasi.

Mengapa Buzzer Harus Dibuang?

Karena merusak Kredibilitas Pemerintah, Buzzer sering menyebarkan narasi yang tidak berdasarkan fakta, membuat pemerintah tampak defensif dan tidak transparan. Menambah Polarisasi Publik, Alih-alih mendukung pemerintah, buzzer justru memecah belah rakyat dengan propaganda dan serangan terhadap oposisi atau pengkritik. Karena nukan Ahli Komunikasi maka jadinya mereka tidak paham strategi komunikasi politik, hanya fokus menyerang dan membentuk opini dengan cara yang sering tidak etis. Menghambat Dialog Publik akibatnya buzzer menekan kebebasan berpendapat, menyebabkan rakyat semakin antipati terhadap pemerintah.

Harusnya membangun Komunikasi Politik yang Cerdas dan elok dan ini akan jadi pemerintah harus mengganti strategi komunikasi dari propaganda ke pendekatan yang lebih cerdas, transparan, dan berbasis dialog. Baiknya Gunakan Juru Bicara yang Kompeten Bukan sekadar orang yang pandai berbicara, tetapi harus paham politik, hukum, ekonomi, dan komunikasi krisis. Contoh model jubir yang sukses, cerdas dalam menjawab pertanyaan kritis media. Mampu membuat strategis dalam menjaga reputasi dan citra pemimpin negara. Bangun Dialog Publik, Bukan Hanya Monolog. Pemerintah harus aktif berdiskusi dengan rakyat, mahasiswa, dan tokoh masyarakat, bukan hanya sekadar mengeluarkan pernyataan sepihak.

Bikin  forum resmi di mana publik bisa memberikan masukan langsung. Gunakan Media Sosial Secara Profesional, berhentilah menggunakan buzzer untuk menyerang lawan politik. Fokus pada edukasi kebijakan dan transparansi informasi. dan siapkan Narasi yang Konsisten dan Jujur, jangan memuji tokoh yang sedang dipertanyakan kredibilitasnya, dalam konteks korupsi atau adanya cela yang membuat rakyat kecewa dan menyesal.

Sampaikan kebijakan dengan bahasa yang mudah dipahami rakyat, tanpa jargon kosong.Respons Cepat terhadap Isu Strategis, jangan membiarkan isu seperti isu besar mengambang tanpa respons yang jelas. Jika memang ingin menegakkan hukum secara adil, sampaikan langkah konkret yang akan diambil.

Dalam komunikais politik yang baik baiknya pemerintahan Prabowo harus segera memilih: tetap menggunakan buzzer dan kehilangan kepercayaan publik, atau membangun komunikasi politik yang cerdas dan dihormati rakyat. Ada dua pilihan apa hapus peran buzzer, ganti dengan tim komunikasi yang profesional. Jangan hanya bicara, tapi buka ruang dialog dengan rakyat. Jangan takut kritik, hadapi dengan transparansi dan kebijakan yang nyata. Kalau ini tidak dilakukan, bukan hanya komunikasi politik yang gagal, tetapi stabilitas pemerintahan bisa terancam.

Sedikit ke AS, di Gedung Putih era Obama memang dikenal memiliki komunikasi politik yang cerdas, strategis, dan transparan. Salah satu kunci suksesnya adalah tim komunikasi yang profesional dan responsif, bukan berbasis propaganda atau buzzer.

Mengapa Komunikasi Gedung Putih Zaman Obama Keren?

Juru Bicara yang Kompeten, orang seperti Robert Gibbs, Jay Carney, dan Josh Earnest adalah ahli komunikasi yang bisa menjawab pertanyaan media dengan tenang, lugas, dan berbasis data. Mereka tidak asal menyerang lawan politik, tetapi membangun narasi yang kuat.

Jadi  jika gunakan Media Sosial dengan Elegan saat Obama adalah presiden AS pertama yang benar-benar memanfaatkan media sosial untuk komunikasi langsung dengan rakyat. Bukan hanya sekadar postingan formal, tapi juga interaksi yang humoris, inspiratif, dan edukatif. Dan intinya fokus pada Narasi Positif dan Inspiratif, alih-alih menyerang oposisi, Gedung Putih Obama lebih banyak menyampaikan pesan optimisme, persatuan, dan perubahan. Mereka membingkai kebijakan dalam narasi yang menyentuh emosi rakyat. Kan nampaknya Indonesia bisa seperti ini.

Respon Cepat dan Transparan terhadap Isu

Setiap ada krisis, baiknya Istana harus langsung merespons dengan cepat dan jelas. Mereka tidak membiarkan isu berkembang liar tanpa arah. Membangun Dialog dengan Publik baiknya Presiden harus sering mengadakan town hall meeting dan sesi tanya-jawab langsung dengan rakyat, baik secara fisik maupun digital.

Bisa Diterapkan kalau Prabowo ingin membangun komunikasi politik yang kuat seperti Obama, maka, Hapus peran buzzer yang hanya bikin gaduh. Gunakan juru bicara yang paham politik, hukum, dan komunikasi krisis. Fokus pada komunikasi dua arah, bukan sekadar propaganda. Gunakan media sosial untuk edukasi kebijakan, bukan menyerang oposisi. Jangan takut transparansi, karena rakyat semakin cerdas.

Kalau komunikasi politiknya cerdas seperti ini akan senang karena rakyat akan lebih percaya dan pemerintahan lebih stabil. Makanya  jika masih pake Buzzer itu pemborosan anggaran dan merugikan bangsa. Alih-alih membangun komunikasi politik yang sehat, mereka justru menciptakan polarisasi, hoaks, dan distrust (ketidakpercayaan) publik.

Jadi kenapa Buzzer Harus Dibuang? Jawabny Membakar Uang Tanpa Manfaat Nyata. Jika Dana besar yang digunakan untuk membayar buzzer bisa dialokasikan ke hal yang lebih produktif, seperti pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur digital. Pemerintah tidak butuh pasukan siber untuk menyerang kritik, tapi butuh komunikasi jujur dan transparan. Memperburuk reputasi Pemerintah setiap kebijakan yang dikritik, buzzer malah menyerang balik rakyat. Ini menjauhkan pemerintah dari rakyat.

Negara maju seperti AS, Jerman, atau Jepang tidak mengandalkan buzzer untuk komunikasi politik, tapi narasi berbasis fakta dan kebijakan nyata. Ini malah menciptakan Ketidakpercayaan Publik. Karena banyak narasi buzzer yang berisi manipulasi, Akibatnya nanti masyarakat jadi tidak percaya lagi pada komunikasi resmi pemerintah. Ini bahaya. Ketika rakyat tidak percaya, pemerintah akan kehilangan legitimasi dan stabilitas politik bisa terguncang. Jadi harusnya solusi bangun Komunikasi Politik yang Cerdas saja. Alihkan Anggaran untuk Tim Komunikasi Profesional, Rekrut ahli komunikasi yang paham strategi politik, bukan sekadar influencer atau buzzer bayaran. Gunakan pendekatan seperti Gedung Putih era Obama: responsif, transparan, dan edukatif. Tapi bukan harus meniru juga pasti Indonesia masih punya cara yang lebih santun dan beradab.

Gunakan Media Sosial dengan Strategi yang Benar

Jika fokus pada penjelasan kebijakan yang masuk akal dan berbasis data. Maka, gunakan media sosial untuk mendekatkan pemerintah ke rakyat, bukan untuk menyerang oposisi atau rakyat. Buka Dialog dengan Publik, Bentuk forum publik di mana rakyat bisa bertanya langsung kepada pejabat pemerintah. Jawab kritik dengan argumentasi yang cerdas, bukan serangan personal. Respons Cepat dan Transparan terhadap Isu. Jangan biarkan isu berkembang liar. Segera buat pernyataan resmi yang jelas dan tidak bertele-tele.

Komunikasi politik yang cerdas lebih murah, lebih efektif, dan lebih terpercaya. Jika Prabowo benar-benar ingin pemerintahan yang kuat dan dipercaya rakyat, langkah pertama yang harus diambil adalah membuang buzzer dan membangun tim komunikasi yang profesional. Presiden harus tegas, tapi tetap berbicara dengan elok dan bijak. Kesalahan komunikasi bisa menjadi bumerang yang memperburuk citra dan menurunkan kepercayaan publik.

Jika Prabowo ingin pemerintahan yang sukses, dia harus memastikan bahwa komunikasi politiknya cerdas, transparan, dan elegan.

Menghindari Kesalahan Komunikasi yang Bisa Jadi Bumerang, Salah ucap, salah strategi komunikasi bisa memperburuk citra pemerintah. Mengedukasi pemerintah agar berbicara jelas, transparan, dan sesuai harapan publik. Mendorong Pemerintah Membuang Buzzer dan Menggunakan Strategi Komunikasi yang Cerdas, Komunikasi politik seharusnya berbasis fakta dan kebijakan, bukan propaganda murahan. Soal kritik yang membangun harus diterima, bukan dilawan dengan serangan personal. Pemerintah harus mendengar dan merespon kritik dengan bijak, bukan dengan represi. Mengedukasi Pemerintah Tentang Komunikasi Krisis

Saat ada krisis politik atau ekonomi, komunikasi yang baik bisa mengendalikan situasi. Ini membantu menyusun strategi komunikasi yang cepat, akurat, dan menenangkan.

Kalau melihat dinamika politik saat ini, rezim Prabowo harusnya tidak bisa disebut sebagai kelanjutan langsung dari rezim Jokowi.

Mengapa Rezim Ini Bukan Lanjutan Langsung? Prabowo Punya Gaya dan Agenda Berbeda. Prabowo punya visi sendiri yang lebih condong ke nasionalisme ekonomi dan militerisme. Beberapa kebijakan Jokowi mungkin akan diteruskan, tapi tidak semua. Ya… tidak?

Relasi dengan Oposisi Berbeda, Jokowi dulu banyak dikritik karena dianggap mengkondisikan oposisi agar lemah. Prabowo masih harus membuktikan apakah dia akan lebih terbuka terhadap oposisi atau tetap menggunakan gaya yang sama.

Jangan sampai resistensi Publik dan Dinamika Baru. Sejak awal, banyak mahasiswa dan kelompok masyarakat sudah kritis terhadap Prabowo. Aksi massa cepat muncul, menunjukkan bahwa ada ketidakpuasan yang mungkin lebih besar dibanding era Jokowi.

Maka baiknya Komunikasi Politik yang Harus Berubah, Strategi komunikasi Prabowo harus lebih cerdas dan profesional, bukan sekadar meneruskan gaya Jokowi. Kalau hanya mengandalkan buzzer dan propaganda, akan sulit mendapat legitimasi dari rakyat.

Kesimpulan

Harusnya Prabowo bukan sekadar kelanjutan Jokowi, tapi menghadapi tantangan baru. Harus ada komunikasi politik yang lebih terbuka dan responsif. Jika ingin sukses, Prabowo harus menciptakan gaya kepemimpinan dan komunikasi yang berbeda. Kalau rezim ini tetap menggunakan cara lama tanpa perubahan, bukan tidak mungkin legitimasi Prabowo akan cepat tergerus.

Karena Rezim Prabowo bukan sekadar kelanjutan Jokowi, tetapi menghadapi tantangan baru yang lebih besar.

Untuk itu Komunikasi politik harus dirombak: dari propaganda dan buzzer ke transparansi dan dialog dengan rakyat. Jika Prabowo ingin sukses, ia harus membangun kepemimpinan yang tegas, adil, dan bisa merangkul semua elemen bangsa.

Lembaga kajian atau apapun ahli komunikasi politik lain harus berani memberi masukan strategis agar komunikasi pemerintah tidak menjadi bumerang. Tanpa perubahan yang nyata, legitimasi Prabowo bisa cepat runtuh di tengah resistensi publik yang sudah muncul sejak awal.

Dalam artian Prabowo harus cerdas membaca aspirasi rakyat, atau risikonya adalah kehilangan kepercayaan sejak awal pemerintahannya. Dan langkah Strategis untuk Rezim Prabowo, Agar tidak kehilangan legitimasi dan bisa membangun pemerintahan yang kuat, Prabowo harus mengambil langkah-langkah Rombak Strategi Komunikasi Politik. Gunakan pendekatan komunikasi yang terbuka, berbasis fakta, dan edukatif.  Bentuk tim komunikasi yang profesional, bukan sekadar loyalis. Tegakkan Prinsip “Equality Before the Law”. Tunjukkan bahwa hukum berlaku untuk semua, tanpa tebang pilih. Jika ada dugaan korupsi di rezim sebelumnya, selesaikan secara hukum dengan transparan. Bangun sistem hukum yang independen, bukan alat politik kekuasaan. Dengarkan Kritik dan Dialog dengan Publik. Jangan hanya mengandalkan pencitraan, tapi aktif berdialog dengan rakyat. Libatkan akademisi, mahasiswa, dan masyarakat sipil dalam kebijakan publik. Hadapi kritik dengan argumentasi, bukan represi. Sekali lagi Fokus pada Kebijakan yang Berdampak Nyata. Efisiensi anggaran harus dilakukan, tetapi jangan hanya sekadar wacana. Pastikan kebijakan ekonomi dan sosial benar-benar dirasakan oleh rakyat. Hindari kebijakan yang kontroversial tanpa komunikasi publik yang matang.

Perkuat Posisi sebagai Pemimpin, Bukan Bayang-Bayang Rezim Lama. Prabowo harus menunjukkan bahwa ia adalah pemimpin dengan visi sendiri. Jangan hanya mengikuti jejak Jokowi, tetapi berani membuat keputusan yang berbeda jika memang diperlukan. Bangun pemerintahan yang kuat, bukan hanya koalisi politik yang pragmatis.

Akhirnya jika Prabowo ingin sukses, ia harus berani mengambil langkah nyata dalam komunikasi politik, penegakan hukum, serta kebijakan yang pro-rakyat. Jika tidak, resistensi publik bisa semakin membesar dan mengancam stabilitas pemerintahannya sejak awal. dan semua adalah Ekosistem Komunikasi Politik untuk Rezim Prabowo agar pemerintahan Prabowo bisa berjalan efektif dan mendapat legitimasi kuat, ekosistem komunikasi politik harus dibangun dengan prinsip keterbukaan, kepercayaan publik, dan strategi yang cerdas. Untuk semua itu perlu, Pilar-Pilar Ekosistem Komunikasi Politik yang Sehat, Transparansi & Akuntabilitas, Pemerintah harus menyampaikan informasi yang jujur, akurat, dan tidak manipulatif. Setiap kebijakan harus dijelaskan dengan data dan argumen yang kuat. Partisipasi Publik & Dialog Terbuka, Bukan hanya komunikasi satu arah dari pemerintah ke rakyat, tetapi harus ada ruang bagi publik untuk menyampaikan aspirasi dan kritik. Semua itu pemerintah harus menggunakan strategi komunikasi berbasis edukasi, bukan sekadar membentuk opini dengan narasi kosong. Gunakan strategi komunikasi krisis agar isu tidak melebar menjadi konflik yang lebih besar.

Yang perlu juga Media Independen & Kebebasan Pers yang Dijamin, Pers yang kritis bukan musuh pemerintah, tetapi alat kontrol sosial yang penting dalam demokrasi. Pemerintah harus merangkul media independen, bukan malah membungkam atau mengkriminalisasi jurnalis. Strategi Implementasi Ekosistem Komunikasi Politik yang Efektif, Membangun Tim Komunikasi yang Profesional. Gantikan buzzer dengan komunikator politik yang memiliki kredibilitas dan keahlian. Susun strategi komunikasi yang lebih edukatif dan informatif. Memperkuat Peran Juru Bicara Presiden & Kementerian karena juru bicara harus aktif menjelaskan kebijakan dengan bahasa yang mudah dipahami publik. Hindari pernyataan yang ambigu atau terkesan menutupi realitas.

Jika mengunakan media sosial dan platform digital untuk memberikan informasi akurat, bukan sekadar propaganda politik. Pastikan ada komunikasi dua arah yang memungkinkan rakyat berpartisipasi. Menghadapi Kritik dengan Bijak dari oposisi, akademisi, atau masyarakat sipil harus dijawab dengan argumen, bukan serangan balik. Bangun budaya komunikasi yang menghormati perbedaan pendapat.

Ekosistem komunikasi politik yang sehat adalah kunci keberhasilan pemerintahan Prabowo. Jika pemerintah mampu membangun komunikasi yang transparan, responsif, dan partisipatif, kepercayaan publik akan lebih mudah terjaga.

Jika komunikasi politik tetap menggunakan cara lama (buzzer, propaganda, dan pembungkaman kritik), maka legitimasi pemerintahan akan cepat runtuh. Nah paling tidak agar ini terjadi harusnya cara ini minamal bagaian dari gaya baru rejim Prabowo. Agar semua ini tidak ada lagi “Indonesia gelap”, #KaburAjaDulu itu kan bukan soal nasinalisma tapi soal sikap dan kemandirian untuk bangsa. Tabik..!!!

 

*) Pemerhati sosial – kebudayaan & analis di Pusat Kajian Komunkasi politik Indonesia (PKKPI)

JAKARTA, 19 FEBRUARY 2025