Indeks Keselamatan Jurnalis 2024
Indeks Keselamatan Jurnalis 2024

JAKARTASATU.COM – Di balik layar gemuruh politik dan peralihan kekuasaan, ada kisah-kisah yang jarang terdengar namun menyentuh jiwa—kisah para penjaga kebenaran yang setiap hari mempertaruhkan segalanya demi menyinari kegelapan. Laporan Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 mengungkapkan sebuah realita pahit namun penuh harapan: di tengah masa transisi yang penuh tantangan, para jurnalis di Indonesia hanya dinilai “Agak Terlindungi” dengan skor 60,5, sebuah angka yang tak hanya sekadar statistik, melainkan cermin dari kondisi lapangan yang memanggil untuk perubahan.

Indeks Keselamatan Jurnalis 2024
Indeks Keselamatan Jurnalis 2024

Ketika Kebebasan Pers Menjadi Perjuangan

Kebebasan pers, yang seharusnya menjadi pilar demokrasi, kini diuji oleh ancaman yang semakin kompleks. Laporan ini mencatat bahwa dalam periode transisi, hingga 79% responden merasa tertekan dan terancam dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Di balik data itu tersimpan cerita tentang seorang jurnalis yang harus menuruti permintaan aparat untuk menghapus rekamannya—sebuah momen di mana keberanian bertemu dengan kekuatan yang represif.

Para jurnalis, dalam menghadapi ancaman yang bervariasi—mulai dari pelarangan liputan, sensor yang mencekik ruang kebebasan, hingga serangan fisik dan digital—terus berusaha menyuarakan kebenaran. Mereka adalah saksi bisu dari realita yang tak ingin disembunyikan, dan dalam setiap laporan, mereka berjuang agar masyarakat mendapatkan informasi yang jujur dan berimbang. Di balik setiap angka, tersimpan luka, perjuangan, dan tekad yang tak pernah padam.

Menelisik Angka dan Kisah di Balik Data

Indeks Keselamatan Jurnalis 2024, yang disusun oleh tim riset yang solid dari Yayasan Tifa dan Populix, membagi analisisnya ke dalam tiga pilar utama: Individu Jurnalis, Stakeholder Media, serta Peran Negara dan Regulasi.

Pilar Individu mencatat skor 56,48, mengungkapkan bahwa walaupun terjadi peningkatan, risiko kekerasan—baik fisik maupun non-fisik—masih menghantui mereka. Bahkan, pengalaman kekerasan yang dialami jurnalis meningkat secara signifikan, mengingat 18% dari mereka harus menelan pahitnya tindakan represif.

Pilar Stakeholder Media menunjukkan skor tertinggi, 73,32, yang menggambarkan bahwa perusahaan media dan organisasi pendukung memiliki peran penting dalam menciptakan ruang kerja yang lebih aman. Namun, tantangan internal seperti efisiensi yang kerap mengorbankan kesejahteraan jurnalis tetap menjadi momok.

Pilar Negara dan Regulasi memperoleh skor 64,39. Di sinilah letak dilema—sistem hukum dan kebijakan yang seharusnya melindungi kebebasan pers justru kerap kali digunakan sebagai alat pembungkaman.

Di balik setiap persentase, terdapat cerita seorang jurnalis dari Tempo yang harus menghadapi pukulan aparat saat meliput demonstrasi, hingga kabar memilukan tentang PHK massal di lembaga penyiaran publik. Cerita-cerita ini bukan hanya tentang angka, melainkan tentang keberanian dan kerentanan mereka yang berada di garis depan dalam menyuarakan kebenaran.

Menginspirasi Perubahan

Di tengah arus kekerasan dan tekanan, masih ada secercah harapan. Laporan ini juga memberikan rekomendasi strategis: perlunya revisi regulasi yang mengekang kebebasan pers, peningkatan SOP dan pelatihan keselamatan bagi jurnalis, serta penguatan peran serikat pekerja untuk melindungi hak-hak mereka. Inisiatif seperti pembentukan serikat pekerja di CNN Indonesia adalah bukti bahwa solidaritas antar jurnalis bisa menjadi tameng melawan kebijakan efisiensi yang merugikan.

Lebih dari sekadar data, laporan ini merupakan seruan moral kepada pemerintah, perusahaan media, dan masyarakat luas. Perlindungan terhadap jurnalis bukan hanya tentang menjaga keselamatan individu, tetapi juga tentang mempertahankan kualitas demokrasi dan kebenaran yang selalu menjadi hak publik.

Saat berita terus mengalir dan layar televisi menayangkan dinamika politik yang terus berubah, ingatlah bahwa di balik setiap informasi, ada jurnalis yang berjuang melawan arus. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang kerap kali mengorbankan kenyamanan demi menyampaikan realitas. Mari kita dukung upaya perlindungan terhadap mereka, karena ketika jurnalis terlindungi, demokrasi pun akan semakin kuat dan informasi yang kita terima semakin murni.

Di era digital ini, di mana informasi bergerak cepat, tugas kita sebagai masyarakat adalah memastikan bahwa kebenaran tidak teredam oleh kekuatan yang ingin membungkamnya. Dengan mengangkat suara dan menyuarakan dukungan, kita bukan hanya menjaga keamanan jurnalis, tetapi juga memelihara fondasi demokrasi yang telah lama kita junjung.

Inilah saatnya kita berdiri bersama, menginspirasi perubahan, dan memastikan bahwa keberanian mereka yang menyinari kegelapan tak pernah padam. Karena setiap kata yang terbit, setiap berita yang disampaikan, adalah cermin dari sebuah perjuangan—perjuangan untuk kebenaran, keadilan, dan kebebasan.| WAW-JAKSAT

Simak laporan lengkapnya di sini: Indeks Keselamatan Jurnalis 2024